Peluang Sawit Menjadi Tanaman Hutan Sangat Besar

JAKARTA – Kementerian Kehutanan (Kemenhut) menyatakan, peluang kelapa sawit menjadi tanaman hutan sangat besar karena secara aturan memungkinkan. Hanya saja, penerapan kebijakan tersebut akan sangat tergantung pada kemauan pengusaha itu sendiri dan ada tidaknya penolakan dari sejumlah pihak, termasuk lembaga swadaya masyarakat (LSM).
Sekjen Kemenhut Hadi Daryanto mengatakan, berdasarkan hasil kajian Badan Litbang Kehutanan 2010, pembangunan hutan sawit dimungkinkan asal sawit dicampur dengan tanaman hutan. Hutan tanaman dengan campuran sawit sudah pernah dilakukan pada masa Menteri Kehutanan Muslimin Nasution (23 Mei 1998-20 Oktober 1999) yang ditetapkan dengan peraturan menteri. Hanya saja dalampelaksanaannya memang harus mempertimbangkan tata kelolanya, terutama penyiapan lahan, high conservation value (HCV), hak masyarakat setempat, dan hak satwa. “Kalau perusahaan yang sudah tertib oke saja, seperti yang sudah dapat RSPO (Roundtable and Sustainable Palm Oil) dan ISPO (Indonesian Sustainable PalmOil). Jadi pertimbangan tata kelola ini penting,” kata dia di Jakarta, pekan lalu.
Kebijakan pembangunan hutan sawit atau hutan tanaman dengan campuran sawit itu mengacu definisi hutan menurut Organisasi Pangan Dunia (FAO) bahwa sawit masuk tanaman hutan karena memiliki tinggi 5 meter dan land cover (tutupan) 30%. “Selama ini sawit belummenjadi tanaman hutan karena ada kekhawatiran sejumlah pihak, seperti Greenpeace dan Greenomics. Kalau di Malaysia bisa menjadi hutan sawit karena memakai definisi FAO,” kata Hadi.
Menurut dia, kebijakan pembangunan hutan sawit ataumenjadikan sawit sebagai tanaman hutan sebenarnya juga sudah sesuai UU No 41 Tahun 1999 pasal 28 yangmenyatakan bahwa hutan tanaman bisa berbentuk sejenis atau berbagai jenis. Ketentuan dalam UU Kehutanan tersebut memang masih harus disosialisasikan dan diperdebatkan.
Namun demikian, kata Hadi, apabila kebijakan itu diberlakukan, kawasan yang sudah menjadi kebun sawit tidak boleh diputihkan menjadi hutan tanaman industri (HTI) sawit karena melanggar hukum. Apabila kebun sawit menjadi HTI, itu sama saja terjadi penyerobotan kawasan hutan. Selama ini, sudah ada HTI sawit yang beroperasi di Medan. Areal HTI tetap kawasan hutan karena tanah negara tidak boleh dilepas. “Meski aturan HTI sawit sudah ada pada era Menteri Kehutanan Muslimin Nasution, tetapi hingga saat ini belumada pelaku usaha yang mengajukan izin untuk membuka. Sebab, HTI campuran tidak bankable karena tidak dapat digunakan untuk mengajukan kredit ke perbankan karena tanah negara tidak bisa dijadikan agunan. Selain itu, risikonya besar, seperti kebakaran dan pencurian,” kata Hadi.
Hadi mengatakan, salah satu solusi untuk mengatasi keluhan pengusaha sawit tentang lahan adalah dengan melakukan penanaman kembali hutan terdegradasi dengan sawit ataumenjadi HTI. Upaya itu juga bisa membantu proses pemulihan lingkungan. Ada lima biaya yang harus dikeluarkan oleh pelaku usaha yang akan berinvestasi di hutan terdegradasi untuk tanaman sawit, yaitu perencanaaan, inflasi, kemananan hutan, overhead, dan pemeliharaan. Sesuai UU No 5 Tahun 1990, UU No 41 Tahun 1999, dan UU No 18 Tahun 2013, hutan yang rusak dapat dimanfaatkan untuk bubur kertas (pulp) dan kertas, kayu pertukangan, dan energi. Pelakunya bisa dari swasta, BUMN, dan peserta transmigrasi. Selain itu, pengelolaan kawasan hutan yang terdegradasi juga dapat dilakukan melalui hutan tanaman rakyat (HTR).
Sementara, Direktur Eksekutif Greenomics Indonesia Elvian Efendi mengatakan, pihaknya bukan tidak setuju sawit menjadi tanaman hutan. Hanya saja, definisi dan statusnya harus jelas karena sawit bukan tanaman hutan. “Yang kami tidak setuju, sawit disamakan dengan tanaman hutan. Karena, selama ini banyak perkebunan sawit diakuisisi perusahaan asing. Sedangkan kawasan hutan tidak boleh dimiliki asing. Hal itu juga terkait dengan keputusan bisnis jangka panjang dan keberlanjutan hutan antargenerasi,” kata dia. (ina)
Investor Daily, Senin 1 September 2014, hal. 7

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Comments are closed.