99% Pengusaha Berminat, Draft RUU Tax Amnesty Rampung Pekan Depan

JAKARTA – Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan sebagai lead inisiatif Rancangan UndangUndang (RUU) Tax Amnesty atau Pengampunan Pajak segera merampungkan draf RUU tersebut untuk dibahas pada masa sidang pertama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bulan ini. Nantinya, program pengampunan pajak hanya digelar selama setahun, tapi berlaku bagi surat pemberitahuan (SPT) dari tahun kapan pun.
Menko Perekonomian Darmin Nasution menyatakan, empat dari lima aspek tertunda yang selama ini masih terdapat perbedaan pendapat antarpemangku kepentingan sudah diselesaikan.
“Tinggal satu hal yang sangat teknis sebenarnya, yakni masalah kekayaan wajib pajak (WP) yang tidak dilaporkan dalam SPT selama ini, berapa pengurangnya? Mana yang lebih adil. Nanti pengampunannya sampai semuanya, artinya semua harta WP mau sejak kapan ya masuk (dalam pengampunan),” kata dia dalam rakor dengan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, Menko Polhukam Luhut Panjaitan, dan pengurus Apindo di Jakarta, Selasa (12/1).
Menkeu Bambang Brodjonegoro menyatakan, pembahasan RUU Tax Amnesty akan dikebut selama setengah masa sidang. Pasalnya, pengesahaan UU Tax Amnesty menjadi salah satu penentu revisi APBN 2016 dalam hal target penerimaan negara. Setelah disahkan nanti, UU Tax Amnesty akan langsung diimplementasikan.
Oleh karena itu, saat ini DJP tengah merampungkan aturan teknis guna mendukung pelaksanaan amnesti pajak, yang ditargetkan rampung pekan depan.
Bambang menargetkan penerimaan pajak yang terkumpul dari kebijakan amnesti pajak minimal Rp 60 triliun. “Dalam satu survei, jumlah aktiva WP di dalamnegeri yang belumdilaporkan saja sekitar Rp 1.400 triliun. Sementara, yang di negeri tetangga kita ada sekitar Rp 2.700 triliun. Kalau pajaknya ya tergantung uang tebusan. Taruhlah tarif tebusan 2% saja, dari itu sudah lebih dari Rp 60 triliun,” kata Bambang.
Ia menambahkan, pemerintah akan mendorong adanya repatriasi dana yang selama ini diparkir di luar negeri. NantinyaWP yangmemilihmemasukkan dananya ke pasar keuangan dalam negeri (SUN) akan mendapat diskon uang tebusan.
Tax amnesty atau pengampunan pajak adalah penghapusan pajak terutang, penghapusan sanksi administrasi perpajakan, penghapusan sanksi pidana di bidang perpajakan, serta sanksi pidana tertentu dengan membayar uang tebusan. Objek pengampunan pajak bukan hanya harta yang disimpan di luar negeri, tapi juga di dalam negeri yang tidak dilaporkan secara benar.
99% Pengusaha Berminat
Ketua Tim Ahli Wakil Presiden Sofjan Wanandi menambahkan, dari data asosiasi pengusaha, minimal dana WP yang akan masuk dalam program amnesti pajak setidaknya US$ 100 miliar setara Rp 1.380 triliun (kurs Rp 13.800 per dolar AS), baik dari dalam maupun luar negeri. Ini akan menambah penerimaan pajak sekitar Rp 100 triliun.
“Kami sudah data dengan pasti, karena ‘kan datanya banyak dari asosiasi pengusaha, anggota Apindo menyatakan ikut dan saya percaya sebagian besar (50 orang terkaya Indonesia) akan masuk,” kata dia.
Menurut Sofjan, 99% pengusaha menyatakan minatnya mengikuti program pengampuanan pajak, seiring dengan berlakunya Automatic Exchange of Information (AEoI) informasi perbankan pada 2017 nanti.
“Perusahaan memang mencari yang ringan (tarif tebusan), tapi ‘kan kita kompromi. Oke you bisa dapat penalti lebih kecil jika mau repatriasi modalnya melalui pembelian obligasi valas atau obligasi rupiah. Nanti setelah satu tahun mereka bisa diberi pilihan untuk memasukkan dananya ke industri hulu, industri utama, maupun infrastruktur dengan insentif melalui bunganya. Dan perlu diingat ini satu-satunya pengampunan pajak, berlaku satu tahun, setelahnya tidak ada lagi,” papar dia.
Untuk skema insentif, menurut dia, dalam kajian terkini WP dikenai tarif tebusan 3% untuk periode tiga bulan pertama, 4% untuk periode tiga bulan kedua, dan 6% untuk periode enam bulan selanjutnya. Agar bisa segera disahkan DPR, DJP diminta mempersiapkan kelengkapan sistem IT dan pembukuan.
“Untuk tarif tebusan, dana dari luar negeri akan membayar penalti lebih tinggi. Tapi pasti lebih rendah kalau mereka investasi di sini (dalam negeri),” kata Sofjan.
Antisipasi Moneter
Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Center of Indonesia Taxation Yustinus Prastowo melihat, tarif tebusan sebesar 3-6% menunjukkan kemajuan pada potensi penerimaan negara yang lebih besar. Hanya saja, untuk insentif repatriasi, sebaiknya tarif tebusan jauh di bawah 3% agar pengusaha tertarik memanfaatkan repatriasi.
Kemudian, lanjut dia, jika dana yang akan direpatriasi bisa mencapai Rp 1.000 triliun saja, hal itu cukup menggerakkan perekonomian. Untuk itu, perlu dilakukan antisipasi moneter, termasuk kemungkinan penguatan likuditas yang diikuti penguatan rupiah secara signifikan, kinerja ekspor, pasar keuangan, maupun kapasitas perbankan dalam menyerap dana tersebut.
“Harus dipikirkan juga potensi pajak pada 2017, apakah bisa ada kenaikan basis pajak signifikan? Satu hal yang belum selesai saya kira soal basis amnesti apakah dari SPT 2014 atau 2015? Pemerintah (DJP) pasti mau yang 2014,” kata Yustinus.
Investor Daily, Rabu 13 Januari 2016, Hal. 1

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Comments are closed.