DMSI Pesimistis Setifikaasi ISPO Tuntas Tahun Ini

JAKARTA – Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) pesimistis penerap­ an mandatori sertikasi Indonesian Sus­tainable Palm Oil (ISPO) bagi se­luruh perusahaan sawit di Tanah Air tuntas akhir tahun ini. Pemerintah melalui Permentan No 19 Tahun 2011 tentang Pedoman ISPO menargetkan seluruh perusahaan perkebunan sa­wit sudah mengantongi sertifikat ISPO paling lambat 31 Desember 2014. Realisasinya, dari sekitar 1.000 lebih perusahaan kelapa sawit, sampai pertengahan Juli baru 40 perusahaan yang mendapat sertifikat ISPO.
Ketua DMSI Derom Bangun me­ nga­takan, lambatnya pergerakan jum­lah perusahaan kelapa sawit yang mendapat ISPO bukan karena perusa­ haan tersebut menganggap ISPO itu tidak penting. Yang terjadi adalah, se­belum mengajukan permohonan ser­tifikat ISPO, perusahaan kelapa sawit harus diaudit terlebih dahulu oleh Dinas Perkebunan tingkat II se­ lama 2-3 bulan.
“Jadi saya tekankan bahwa sebelum mengajukan permohonan sertifikasi, lebih dulu perkebunan itu harus diten­ tukan kelasnya oleh dinas perkebun­ an. Jadi, target pemerintah yang akhir 2014 semua perusahaan kelapa sa­wit harus mendapat sertifikat ISPO merupakan suatu keinginan, dengan lima bukan yang tersisa rasanya tidak bisa itu tercapai,” kata dia di Jakarta, pekan lalu.
Lebih jauh Derom mengatakan, ter­kadang pihak perkebunan merasa syarat-syarat yang diajukan untuk men­dapat kelas yang baik belum bisa dipenuhi. Itu yang menyebabkan lam­ bat karena adanya kewajiban untuk mendapatkan kelas. Sedikitnya ada lima kelas perkebunan, yaitu kelas I-V. Untuk bisa mengajukan permohonan sertifikat, perusahaan perkebunan ha­rus bisa masuk kelas I-III terlebih dahulu. Hal itu sesuai Permentan No 7 Tahun 2009 tentang Pedoman Pe­nilaian Usaha Perkebunan, yakni prasyarat untuk dapat mengajukan permohonan sertifikasi ISPO adalah perusahaan perkebunan sawit yang mendapat penetapan kelas kebun I, II, atau III.
Derom menuturkan, dinas perkebu­ nan juga mengalami kesulitan karena kekurangan tenaga kerja untukmeng­ audit. Selain itu juga terkendala mi­ nimnya anggaran baik dari sisi peme­ rintah maupun dari sisi perusahaan per­kebunan. Hingga saat ini, tidak ada ketentuan tentang berapa ang­ garan auditnya, namun besarannya tergantung kondisi kebun, misalnya Rp 100 ribu per hektare (ha) atau bisa lebih. Pada zaman dahulu, Kementan pernah membuat pembinaan kepada perusa­haan perkebunan setiap setahun sekali danmenggunakan dana khusu­s, misalnya ada perkebunan ke­las III yang disarankan untuk diperbaiki menjadi kelas II. “Kalau ditemukan kelas IV diberikan teguran. Tapi ini sudah lama tidak dilaksanakan. Karena itu, banyak perusahaan yang tidak tahu kelas perkebunannya,” ujar dia.
Derom menjelaskan, saat mela­ku­ kan audit, dinas perkebunan meme­ riksa berbagai aspek, yakni perizinan, status usaha, tanaman, kondisi sosial, dan pabrik pengolahannya. Banyak per­usahaan-perusahaan kecil yang luas lahan dibawah 500-1.000 ha mem­punyai kemampuan terbatas da­lam melaksanakan audit dan biaya. Karena itu, DMSI mengusulkan pe­ merintah membuat kriteria khusus yang berbeda untuk kelas kebun ke­cil-menengah. Saat ini, pemerintah dikabarkan sedang mempersiapkan kriteria untuk semuastakeholdersyang lahannya di bawah 10 ha.
“Yang secara kelompok dapat di sertifikasi,” ujar Derom.
Derom mengatakan, banyak per­ usahaan-perusahaan perkebunan sa­ wit yang lahannya tidak sampai 1.000 ha dan tidak mempunyai pabrik tidak memiliki perumahan sesuai standar. Hal itu yang membuat perusahaan kecil tidak akanmampumengikutinya sertifikat ISPO untuk tahun ini. Jadi harus ada prinsip kriteria yang jelas untuk yang skalanya kecil, supaya saat auditor memeriksa yang kelas kecil menengah ada pegangannya. Kalau tidak, bisa tidak lolos,” ujar dia.
Dirjen Perkebunan Kementan Ga­ mal Nasir mengatakan, pengertian semua perusahaan harus mendapat ISPO pada akhir 2014 adalah bukan yang sudah disertifikasi melainkan yang mengajukan sertifikasi. Diduga, perusahaan sawit enggan mendaf­ tar ISPO karena ketakukan aspek le­galitas perusahaan itu terungkap. “Mengajukan dulu, proses kan lama. Se­karang ada 120 lebih perusahaan yang sudah mengajukan. Sekitar 40 su­dah sertifikat sedangkan 20 sedang dinilai dan lulus tapi belum disahkan,” ujar Gamal Nasir.
Lebih jauh Gamal menuturkan, saat ini Kementan sedang menyusun ISPO untuk perkebunan rakyat. Diharap­ kan, tahun depan aturannya sudah bisa dikeluarkan. ISPO tersebut sudah termasuk rencana aksi keseluruhan sawit sampai 2019. Kemenko Pereko­ nomian sudah menyusun tentang pe­nguatan industri sawit, termasuk sertifikasi. Salah satu syarat ISPO bagi perkebunan rakyat adalah lahannya tidak berada di hutan lindung. Selain itu ada keringanan dan kemudahan dalam proses sertifikasinya. (c07)
Investor Daily, Senin 14 Juli 2014, hal. 6

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Leave a Comment