KELEMBAGAAN NEGARA: MK Sumber untuk Menggali Konstitusi

JAKARTA, KOMPAS — Sebagai pengawal terdepan konstitusi, Mahkamah Konstitusi atau MK menjadi tempat berkembangnya budaya konstitusi. MK juga merupakan lembaga milik publik yang menjadi sumber untuk menggali konstitusi sebagai sebuah ide, bukan hanya norma semata.

Mantan Ketua Mahkamah Agung dan Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjadjaran Bagir Manan mengatakan, MK merupakan milik publik dan bukan hanya milik orang yang berperkara. Sebagai lembaga peradilan konstitusi, MK menjadi pengawal terdepan konstitusi.

“MK tidak hanya sekadar menerapkan konstitusi dengan hubungan yang lebih rendah. MK harus menjadi sumber bagaimana dan apa yang diinginkan konstitusi sebagai ide, bukan hanya norma saja,” kata Bagir dalam peluncuran dan bedah buku “Mahkamah Konstitusi” di Jakarta, Rabu (2/9/2020).

Selain Bagir, pembicara lain dalam acara tersebut, yakni Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, Ketua MK Anwar Usman, Ketua MK 2003-2008 Jimly Asshiddiqie, Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia Ni’matul Huda, dan Redaktur Senior Harian Kompas Ninuk Mardiana Pambudy.

Baca juga: Saat DPR “Manjakan” Hakim MK

Bagir berharap, MK menjadi tempat berkembangnya budaya berkonstitusi. Sebagai pengawal konstitusi, MK menjadi sumber konsep konstitusi etik. Oleh karena itu, MK harus tegas dan jangan ada konflik kepentingan.

Senada dengan Bagir Manan, Ni’matul Huda menegaskan pentingnya budaya konstitusi. Oleh karena itu, seharusnya putusan MK menjadi politik hukum tersendiri.

Menurut Ni’matul, lembaga negara yang tidak menindaklanjuti putusan MK dan seperti menunjukkan adu kuat akan menjadi persoalan. Sebab, putusan MK adalah milik publik.

Jimly Asshiddiqie mengungkapkan, selama 17 tahun terakhir, Indonesia sudah melengkapi diri dengan sistem peradilan konstitusi yang membuat negara hukum semakin efektif. Hakim mengidealkan independen yang akrab dengan sistem norma yang dimulai dengan sistem norma paling tinggi, yaitu konstitusi.

Mahfud MD mengatakan, aturan hukum yang dibuat di Indonesia selama ini sudah bagus kalau konsisten dijalankan. Sebab, jika ada kesalahan dalam undang-undang bisa dibawa ke MK dengan berpihak pada keadilan. MK menjadi lembaga yang tepat karena memegang tiga peranan sekaligus dalam ilmu hukum, yakni filosofi, asas, dan norma.

Konsistensi moral menjadi sangat penting karena dibalik kebaikan sistem hukum selalu muncul nafsu, koruptif, dan keserakahan.

“Di Indonesia kacau balau karena nafsu. Hukum industri sering menjadi industri hukum. Di Indonesia, hukum jadi industri. Orang yang benar jadi salah, yang salah jadi benar,” kata Mahfud.

Baca juga: Soal Revisi UU MK

Ia mengungkapkan, cara paling mudah untuk membuat orang yang salah menjadi benar, yakni dengan membuang bukti. Salah satu contoh industri hukum yang sering terjadi, yakni menggunakan pasal atau undang-undang tertentu untuk menyatakan benar atau salah demi kepentingannya sendiri dan bukan untuk keadilan.

KOMPAS, KAMIS, 03092020 Halaman 3.

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Comments are closed.