LEGISLASI: Pemerintah Berencana Menyerahkan Penyelesaian Problem UU Cipta Kerja ke MK

JAKARTA, KOMPAS – Pemerintah berencana menyerahkan penyelesaian persoalan salah penulisan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi atau MK. Pemerintah juga menyerahkan ke MK jika ada substansi di UU itu yang dianggap tidak tepat.

Akan tetapi, MK tidak dapat langsung memperbaiki salah penulisan yang terjadi di UU Cipta Kerja. Sebelumnya, mesti ada pihak yang mengajukan pengujian pasal-pasal yang salah penulisan tersebut ke MK.

Menurut Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, Kamis (5/11/2020), untuk memperbaiki kesalahan penulisan dalam undang-undang (UU) setelah UU itu disahkan oleh Presiden, dibutuhkan pembicaraan antara pemerintah dan DPR. Selanjutnya, diserahkan kepada MK untuk diputuskan.

”Kesalahan yang bersifat klerikal (kesalahan penulisan) itu nanti diselesaikan, kita akan bicarakan dengan DPR kenapa yang dikirim seperti itu dan lalu mana dokumen yang benar. Nanti bisa diserahkan ke MK untuk diputuskan,” katanya.

Kesalahan penulisan dalam UU Cipta Kerja di antaranya ditemui pada Pasal 6 di Bab III dan Pasal 175 di Bab IX, persisnya pada Pasal 53 Ayat 5 (Kompas, 4/11/2020).

Baca juga: Lakukan Perbaikan UU Cipta Kerja Sesuai Prosedur

Selain kesalahan yang bersifat klerikal, pemerintah juga menyerahkan kepada MK jika ada substansi di UU itu yang bertentangan dengan konstitusi. Jika MK memutuskan kesalahan itu terbukti, tidak tertutup kemungkinan UU tersebut akan diajukan untuk direvisi mengikuti prosedur perubahan UU yang berlaku.

“UU Cipta Kerja itu tujuannya baik. Sebuah tujuan baik pasti tidak menutup kemungkinan untuk diperbaiki,” ujar Mahfud.

Sementara itu, menurut Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR dari Fraksi Partai Nasdem Willy Aditya, dalam rapat antara pemerintah dan DPR yang dipimpin Mahfud MD, usulan untuk menerbitkan Distribusi II terhadap UU Cipta Kerja guna memperbaiki salah tik di UU lebih mengemuka.

”Kelihatannya jalan itu, menerbitkan Distribusi II, yang akan ditempuh,” katanya.

Pemerintah Berencana Menyerahkan Penyelesaian Problem UU Cipta Kerja ke MK

Harus diuji

Terkait dengan rencana pemerintah menyerahkan persoalan salah tik di UU Cipta Kerja ke MK, pengajar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Khairul Fahmi, mengingatkan, MK tidak mungkin memperbaiki pasal salah tik di UU jika tidak ada yang mengujinya ke MK.

Lembaga negara, menurut dia, diperbolehkan mengajukan pengujian UU ke MK. Namun, lembaga negara itu harus mengalami kerugian konstitusional akibat diberlakukannya norma di UU. Dalam kaitan ini, ia tidak yakin MK menerima pengujian UU Cipta Kerja oleh pemerintah atau DPR mengingat keduanya tidak termasuk kategori pihak yang mengalami kerugian konstitusional.

Dengan kata lain, dibutuhkan pihak lain di luar pemerintah dan DPR yang dirugikan secara konstitusional oleh pasal keliru di UU itu.

Baca juga: Draf UU Cipta Kerja Diduga Berubah

Dekan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Sigit Riyanto menambahkan, perbaikan bisa pula dengan pemerintah atau DPR mengajukan revisi. Ini dengan mengikuti prosedur pembentukan UU yang berlaku.

”UU yang sudah diundangkan di lembaran negara adalah final dan mengikat. Jika ingin ada perbaikan, harus dengan mengajukan UU baru,” katanya.

Sementara mengenai Distribusi II, pengajar hukum tata negara dari Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, Bivitri Susanti, menilai, mekanisme itu tidak ada rujukan hukumnya. Mekanisme tersebut juga tak dapat dengan mudah disebut sebagai konvensi ketatanegaraan.

”Konvensi ketatanegaraan harus memenuhi prinsip konstitusional. Jika melanggar, dia tak menjadi konvensi, dia adalah praktik salah yang

dilakukan berulang-ulang,” ucapnya.

KOMPAS, JUM’AT, 06 Nopember 2020 Halaman 1.

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Comments are closed.