PERETASAN: Optimalkan Peran Polri dalam Menindak Serangan Siber

JAKARTA, KOMPAS — Sekalipun dukungan regulasi diperlukan untuk melindungi data pribadi warga dan memperkecil risiko perentasan terhadap sistem elektronik dan platform digital, bukan berarti upaya tegas tidak dapat dilakukan negara dalam mengatasi kejahatan tersebut. Polisi memiliki kemampuan dan teknologi yang sangat memadai dalam mengatasi peretasan. Namun, sejumlah kendala harus diatasi untuk mengoptimalkan peran kepolisian.

Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Herman Hery mengatakan, Polri memiliki kemampuan dan teknologi yang sangat mumpuni. Namun, ada beberapa hal yang akan didalami oleh Komisi III terkait dengan belum optimalnya peran kepolisian dalam mengatasi peretasan.

”Mungkin saja ada kekurangan personel. Hal tersebut akan kami cek saat rapat kerja dengan Kapolri pada masa sidang mendatang,” katanya saat dihubungi Rabu (8/7/2020) di Jakarta.

Polri memiliki kemampuan dan teknologi yang sangat mumpuni. Namun, ada beberapa hal yang akan didalami oleh Komisi III terkait dengan belum optimalnya peran kepolisian dalam mengatasi peretasan.

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Nasdem, Taufik Basari, mengatakan, persoalan kekurangan personel ini juga mengemuka saat Komisi III mendatangi Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, Senin lalu. Jajaran Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim melaporkan banyaknya aduan yang harus mereka tangani setiap hari. Mereka juga harus menindaklanjuti aduan itu satu per satu.

”Kalau bebannya perkara, sudah saatnya Bareskrim Polri memperbanyak personel di bidang tindak pidana siber. Jika memang ada kebutuhan untuk meningkatkan peralatan siber, tentu DPR bisa memberikan dukungan anggaran, begitu juga dengan peningkatan personelnya,” ujarnya.

Kejahatan siber, seperti peretasan dan doxing, yakni pencarian dan pengumpulan data pribadi seseorang untuk kemudian disebarluasakan dengan tujuan tertentu, menurut Taufik, menjadi modus kejahatan baru yang banyak terjadi di era digital. Tren kejahatan ini pun harus ditangapi dengan serius karena di masa depan bentuk kejahatan itu akan terus meningkat. Tidak hanya penindakan, upaya pencegahan juga harus dilakukan oleh setiap platform digital untuk melindungi data penggunanya.

Anggota Komisi I DPR, Willy Aditya, mengatakan, perlindungan terhadap data pribadi warga bisa semakin kuat dengan hadirnya Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi (PDP) yang sedang dibahas DPR. Pembahasan RUU PDP itu pun sebaiknya paralel dengan RUU Keamanan dan Ketahanan Siber (KKS). Namun, merujuk pada kuatnya penolakan publik terhadap RUU KKS, periode DPR lalu, mekanisme pembahasan dan substansi RUU KKS harus diperbaiki DPR.

Perlindungan terhadap data pribadi warga bisa semakin kuat dengan hadirnya Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi (PDP) yang sedang dibahas DPR.

Dengan belum adanya regulasi yang menjadi payung hukum bagi hadirnya komisi independen serta penguatan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), bukan berarti peretasan tidak dapat diatasi oleh regulasi yang ada. Larangan peretasan itu pun secara prinsip telah diatur Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Pasal 30 UU ITE mengatur, tindakan menerobos, mencuri data/informasi secara melawan hukum dijatuhi pidana 8 tahun penjara. Pemberatan hukuman pun diberlakukan  jika berkenaan dengan data/informasi layanan publik atau milik pemerintah.

”Kepolisian sudah bisa menggunakan pasal lex specialis ini untuk menindak setiap pelaku peretasan. Bukan cuma peretasan, bahkan mengakses komputer atau sistem alat elektronik pun sudah terkena Pasal 30 di dalam UU ITE,” kata Willy.

Untuk mengoptimalkan peran kepolisian ini, koordinasi dengan BSSN harus diperkuat. Di sisi lain, platform digital yang menyimpan data pengguna juga harus mengaplikasikan sistem keamanan yang diamanatkan oleh UU ITE. Hanya saja, UU tersebut belum mengatur tentang pihak atau lembaga mana yang diberi kewenangan memastikan sistem dan mekanisme keamanan diterapkan oleh setiap penyelenggara sistem elektronik atau platform digital.

”Kerja sama antara BSSN dan kepolisian harus dibangun sejak awal untuk memitigasi serangan siber dan membawanya ke jalur hukum,” kata Willy.

Baca juga : RUU PDP dan RUU Keamanan Siber Dibutuhkan

KOMPAS, KAMIS, 09072020 Halaman 2.

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Comments are closed.