JAKARTA, KOMPAS–Pemerintah mesti terbuka perihal Rancangan Undang-undang Cipta Lapangan Kerja yang disusun melalui mekanisme omnibus law. Keterbukaan pemerintah akan mengundang pembahasan dan diskusi publik, yang diperlukan dalam penyusunan RUU.
Diskusi publik merupakan salah satu tahapan penting dalam penyusunan RUU. Sebab, dari diskusi itu, akan muncul masukan dari pihak-pihak yang berkaitan dengan aturan yang dibahas secara sapu jagad itu.
“Diskursus justru harus dibuka karena perlu masukan yang banyak. Kenapa buruh demo? Karena tidak paham apa paradigma dari RUU ini,” kata Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis Yustinus Prastowo, dalam seminar Law and Regulations Outlook 2020 : The Future of Doing Business in Indonesia yang diselenggarakan Dentons HPRP di Jakarta, Rabu (22/1/2020).
Praktisi hukum dan Managing Partner Dentons HPRP Constant Ponggawa dalam sambutannya menyampaikan, Dentons HPRP menilai pembahasan dan diskusi publik soal omnibus law merupakan tahapan yang penting.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menyebutkan, omnibus law Cipta Lapangan Kerja bukan undang-undang tentang investasi. “Investasi itu bagian kecil saja. Ini undang-undang tentang cipta lapangan kerja dengan mempermudah proses atau prosedur berinvestasi,” katanya saat menyampaikan pidato kunci di seminar itu.
Mengutip arahan Presiden Joko Widodo terkait RUU omnibus law, Mahfud mengatakan, pasal yang direvisi akan memangkas hal yang selama ini menghambat investasi masuk ke dalam negeri. “Undang-undangnya tidak diapa-apain, cuma diambil bagian-bagiannya yang saling tumpang tindih,” ujarnya.
Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM Benny Riyanto menuturkan, omnibus law dimotori dua kementerian, yakni Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kemenkum HAM.
“Terkait persoalan substansi ada pada Kemenko Perekonomian. Terkait persoalan proses legislasi pada Kementerian Hukum dan HAM,” kata Benny.
Benny menyebutkan, masalah atau kondisi regulasi berkaitan dengan hiper regulasi, disharmoni, tumpang tindih, tidak operasional, dan ego sektoral.
Dampak regulasi bermasalah mencakup ketidakpastian hukum, inefisiensi anggaran negara, serta kinerja pemerintahan dan program pembangunan tidak optimal. Dampak lain berupa minat investasi atau daya saing rendah, lapangan pekerjaan hilang, dan kesejahteraan masyarakat menurun.
Partner Dentons HPRP Fabian Buddy Pascoal menyoroti unjuk rasa mengenai omnibus law RUU Cipta Lapangan Kerja, yang menurutnya terjadi akibat pemangku kepentingan merasa tidak terakomodasi dalam proses pembahasannya.
“Pemerintah sudah membuat Satgas untuk konsultasi publik omnibus law. Akan tetapi, kalau kita lihat komposisinya cenderung hanya sisi pengusaha, asosiasi, dan Kamar Dagang dan Industri. Kita kurang melihat terakomodasinya sisi para buruh,” katanya.
Sentimen
Dalam kesempatan terpisah, Kepala Ekonom PT Bank DBS Indonesia Masyita Crystallin mengatakan, sentimen dari omnibus law terlihat dari posisi rupiah yang kian kuat terhadap dollar AS. Sentimen lain adalah arus modal ke Indonesia yang meningkat. Namun, dampak bagi sektor riil masih memerlukan waktu lebih banyak.
“Omnibus law bisa memberi sentimen positif bagi Indonesia. Kami perkirakan akan ada pengaruhnya terhadap nilai investasi yang akan meningkat. Hanya saja, pasar juga masih menunggu seperti apa implementasinya,” kata Masyita di Jakarta, Rabu.
Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate, Rabu, nilai tukar Rp 13.678 per dollar AS.
Kepala Peneliti DBS Bank Group di Indonesia, Maynard Arief, menambahkan, omnibus law diharapkan dapat menggairahkan sektor manufaktur di dalam negeri. Menurut dia, semakin lama rancangan omnibus law disahkan, maka dampak positif bagi Indonesia juga bakal mundur.
Selain omnibus law, lanjut Maynard, program hilirisasi diyakini dapat memperkuat struktur ekonomi Indonesia. Ia melihat upaya pemerintah mewajibkan pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri berdampak positif dalam beberapa tahun mendatang. Begitu pula program mandatori pencampuran biodiesel 30 persen (B-30).
“Apalagi kalau campuran dinaikkan sampai 50 persen (B-50), Indonesia akan menjadi negara yang bisa memengaruhi pasokan dan permintaan minyak sawit di dunia, bahkan sampai ke harga,” ujarnya.
Berdasarkan catatan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, pemanfaatan biodiesel sebanyak 6,26 juta kiloliter pada 2019 berhasil menghemat devisa sekitar 3,35 miliar dollar AS. Adapun pemanfaatan biodiesel lewat mandatori B-30 tahun ini diharapkan mengemat devisa hingga 4,8 miliar dollar AS. Tahun ini, pemerintah akan menerapkan uji coba B-40 dan B-50 mulai 2021.
Ketergantungan
Masyita menggarisbawahi ketergantungan Indonesia terhadap komoditas yang tinggi. Ia mencatat, dalam 15 tahun terakhir, belum ada perubahan signifikan dalam struktur ekonomi Indonesia. Usaha meningkatkan nilai tambah atau hilirisasi masih sangat rendah.
“Memang sudah ada rencana hilirisasi mineral di dalam negeri, termasuk program B-20 yang sudah berjalan dan tahun ini menjadi B-30. Program ini setidaknya bisa mempersempit defisit pada neraca perdagangan. Hanya saja, yang belum kita dengar adalah rencana pemerintah mengenai industrialisasi manufaktur yang lebih serius,” ujar Masyita.
Dalam usaha memperbaiki defisit neraca perdagangan, lanjut Masyita, perlu kehati-hatian dalam mengurangi impor. Pasalnya, saat barang impor berkurang, barang ekspor dari Indonesia juga menurun. Sebab, jenis impor barang di Indonesia sebagian besar adalah bahan baku untuk barang ekspor.
” Akan lebih bagus kalau yang diperketat adalah impor barang jadi,” kata Masyita. (CAS/APO)
KOMPAS, 23012020 Hal. 13.