JAKARTA, KOMPAS— Dewan Perwakilan Rakyat belum menentukan apakah pembahasan rancangan undang-undang sapu jagat atau omnibus law dilakukan lintas fraksi atau tidak. Hal itu baru akan dibahas di dalam Badan Musyawarah DPR setelah menerima naskah akademik dan tiga draf RUU omnibus law.
Hingga Jumat (7/2/2020), DPR belum menerima naskah akademik dan draf RUU. Seperti diberitakan sebelumnya, pemerintah tengah menyiapkan tiga RUU omnibus law, yaitu RUU Cipta Lapangan Kerja, RUU Perpajakan, dan RUU Ibu Kota Negara.
Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi Atgas, Jumat di Jakarta, mengatakan, saat ini tiga RUU omnibus law tengah dikaji pemerintah. Pemerintah menargetkan RUU itu bisa dirampungkan dalam waktu tiga bulan. Ia pun menjanjikan pembahasan yang dilakukan secara terbuka dan menjamin partisipasi publik.
Mengenai teknis pembahasan, apakah lintas komisi atau tidak, belum ditentukan. Menurut Supratman, hal itu akan dibicarakan oleh alat kelengkapan Dewan dan diputuskan oleh Badan Musyawarah (Bamus) DPR. ”Karena draf dan naskah akademik belum diterima oleh DPR, kami belum bisa berkomentar,” katanya.
Pengajar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada, Zainal Arifin Mochtar, mengatakan, satu UU omnibus law bisa terkait dengan ketentuan lain di UU yang berbeda. Jumlahnya bisa mencapai puluhan UU.
Oleh karena setiap UU itu berkaitan dengan wilayah kerja komisi-komisi yang berbeda di DPR, ada kemungkinan pembahasan omnibus law melibatkan lebih dari dua komisi, bahkan tidak tertutup kemungkinan semua komisi terlibat karena tema undang-undang yang sangat luas.
”Teknis pembahasannya nanti seperti apa, itu juga menjadi persoalan sebenarnya. Idealnya pembahasan dilakukan dengan menggunakan sistem paket sehingga UU paket ekonomi atau UU paket perpajakan itu satu per satu dibahas dan diubah di setiap UU terkait,” katanya.
Sementara itu, Direktur Pusat Kajian Pancasila dan Konstitusi Universitas Jember Bayu Dwi Anggono mengingatkan, di negara asal omnibus law, teknik ini tidak selalu dipakai karena banyak dikritik publik sebagai mekansime yang kurang demokratis, kurang partisipatif, ataupun kurang deliberatif. Namun, mengenai hal ini, Supratman mengatakan, pihaknya memiliki perhatian besar pada keterlibatan dan partisipasi publik. (REK)
KOMPAS, 08022020 Hal. 3.