EKONOMI SYARIAH: ”Global Hub” Ekonomi Syariah

Setiap kali membicarakan pusat keuangan dan ekonomi syariah, pandangan dan perhatian orang umumnya akan tertuju ke Malaysia dan negara-negara Timur Tengah. Kondisi ini tak dapat disalahkan mengingat selama ini beberapa indikator yang diukur dan dikeluarkan berbagai lembaga pemeringkat internasional menunjukkan kondisi demikian.

Dalam laporan Global Islamic Finance Report (GIFR) yang dikeluarkan Cambridge Institute of Islamic Finance (Cambridge-IIF) tahun 2018, Indonesia hanya memperoleh skor 24,13 pada Islamic Finance Country Index (IFCI) dan di peringkat ke-6. Malaysia urutan pertama, diikuti Iran, Saudi Arabia, Uni Emirat Arab, dan Kuwait.

Dengan parameter pengukuran berbeda, Islamic Finance Development Report tahun 2018 yang dipublikasikan ICD-Refinitiv menempatkan Indonesia di peringkat ke-10 dalam Global Islamic Economy Indicator Ranking. Dalam pemeringkatan oleh Thomson Reuters yang dipublikasikan dalam State of the Global Islamic Economy Report 2018-2019, Indonesia juga menempati peringkat ke-10.

Pada sisi lain, negara-negara yang mayoritas penduduknya non-Muslim juga gencar menumbuhkembangkan sektor ekonomi dan keuangan syariah yang tak saja dimanfaatkan oleh negaranya sendiri, tetapi juga menjadi kesempatan memperoleh devisa dengan menjadikannya komoditas unggulan untuk dipasarkan ke negara-negara berpenduduk Muslim.

DINAR STANDARD

Potensi ekonomi syariah global di sejumlah sektor.

Menurut Salam Gateway, pada 2016 Brasil mengekspor daging unggas senilai 7,2 miliar dollar AS, 48,4 persen di antaranya kontribusi dari ekspor daging unggas halal. Ekspor jauh lebih besar juga dilakukan Australia, yakni 18,3 miliar dollar AS (sekitar 66,0 persen dari total ekspor bahan makanan) dan Thailand 5,8 miliar dollar AS (sekitar 16,0 persen dari total nilai ekspor bahan makanan dan minuman). Hal ini menunjukkan produk-produk ekonomi dan keuangan syariah mempunyai sifat inklusif dan tidak semata-mata hanya diperuntukkan bagi negara-negara dengan penduduk beragama Islam saja.

Hal ini menunjukkan produk-produk ekonomi dan keuangan syariah mempunyai sifat inklusif dan tidak semata-mata hanya diperuntukkan bagi negara-negara dengan penduduk beragama Islam saja.

Berdasarkan kondisi tersebut dan dengan adanya kesadaran bersama bahwa sebenarnya secara fundamental hampir semua faktor yang dibutuhkan untuk menumbuhkembangkan sektor keuangan dan ekonomi syariah telah tersedia dengan kapasitas cukup besar, pemerintah telah mengambil berbagai kebijakan yang sangat strategis dan menyiapkan berbagai sarana dan prasarana serta dukungan lainnya.

Hal ini sesuai dengan best practices yang telah dilakukan negara lain. Dukungan pemerintah dinilai paling berpengaruh signifikan dibandingkan dengan faktor pendukung lain.

Mengacu pada kerangka kerja Malaysia dalam mengembangkan industri halal, terdapat empat faktor, yakni kebijakan (policy), infrastruktur, sumber daya (resources), dan insentif atau yang dikenal dengan PIRI Framework.

Sebagai hasil dari berbagai kebijakan dan upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah ataupun industri keuangan dan ekonomi syariah serta berbagai pemangku kepentingan terkait dalam pengembangan keuangan dan ekonomi syariah, pada Oktober 2019 Cambridge-IIF menetapkan Indonesia sebagai pemegang peringkat pertama dalam pasar keuangan syariah global dengan perolehan skor 81,93 pada IFCI tahun 2019, naik dari peringkat ke-6 pada 2018.

Besarnya potensi pasar Muslim yang dimiliki Indonesia menjadi catatan dalam pemeringkatan. Faktor pendukung lain adalah menguatnya regulasi keuangan syariah Indonesia, inovasi keuangan syariah seperti halnya penerbitan green sukuk, pengelolaan keuangan haji yang lebih profesional melalui Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), serta meningkatnya penghimpunan dan penyaluran dana Ziswaf.

Lompatan sangat besar juga diperoleh dari hasil penilaian ICD-Refinitiv pada November lalu di mana peringkat Indonesia dalam Global Islamic Economy Indicator Ranking bergeser dari posisi ke-10 ke peringkat ke-4 dunia. Adapun hasil pemeringkatan Thomson Reuters Indonesia juga mengalami lompatan besar dari peringkat ke-10 menjadi peringkat ke-5. Kondisi ini tentunya menjadi modal awal dan momentum yang sangat bagus dalam upaya menjadikan Indonesia global hub ekonomi syariah.

Lompatan sangat besar juga diperoleh dari hasil penilaian ICD-Refinitiv pada November lalu di mana peringkat Indonesia dalam Global Islamic Economy Indicator Ranking bergeser dari posisi ke-10 ke peringkat ke-4 dunia.

Dengan berbekal program implementasi Masterplan Ekonomi Syariah yang sudah dipersiapkan Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) bersama pemangku kepentingan terkait, itu akan menjadi gerakan besar dalam pengembangan ekonomi dan keuangan syariah.

Infrastruktur ekonomi syariah

Pengembangan keuangan dan ekonomi syariah yang lebih tersistem dan terintegrasi ditandai dengan telah diimplementasikannya Masterplan Arsitektur Keuangan Syariah Indonesia (MAKSI) akhir 2015. Beberapa rekomendasi utama MAKSI adalah membentuk KNKS sebagai badan unggulan nasional, memperbaiki infrastruktur keuangan syariah, harmonisasi peraturan perundangan, optimalisasi tata kelola keuangan syariah, dan peningkatan kualifikasi SDM.

Tahapan paling krusial dan menjadi milestone dalam pengembangan ekonomi syariah adalah peluncuran MEKSI 2019-2024 oleh Presiden Joko Widodo, yang sekaligus bertindak sebagai ketua dewan pengarah KNKS, pada 14 Mei 2019. MEKSI ini menjadi panduan bagi pemerintah, pelaku industri, dan pemangku kepentingan lainnya dalam pengembangan ekonomi syariah.

KNKS telah berkoordinasi dengan berbagai kementerian dan lembaga serta pemangku kepentingan lain untuk menyusun program implementasi MEKSI yang nantinya akan menjadi program kerja bersama dalam pengembangan ekonomi syariah di Indonesia. Strategi utama yang digunakan ada empat, yakni penguatan halal value chain, penguatan keuangan syariah, penguatan usaha mikro, kecil, dan menengah; serta penguatan ekonomi digital.

Pengembangan keuangan dan ekonomi syariah yang lebih tersistem dan terintegrasi ditandai dengan telah diimplementasikannya Masterplan Arsitektur Keuangan Syariah Indonesia pada akhir 2015.

Strategi penguatan halal value chain didasari kebutuhan barang dan jasa, khususnya bahan makanan dan minuman, dalam jumlah dan nilai sangat besar serta seharusnya bisa dipenuhi dari sumber daya di dalam negeri. Namun, kenyataannya, ketergantungan terhadap barang impor masih sangat dominan dan dorongan terhadap produksi barang yang dapat diekspor ke luar negeri masih relatif terbatas.

Kondisi ini menyumbang besar pada defisit neraca perdagangan dan neraca transaksi berjalan. Melalui strategi pengembangan halal value chain sumber-sumber produksi yang berorientasi ekspor atau substitusi impor harus mendapatkan prioritas sangat tinggi untuk ditumbuhkembangkan. Dengan demikian, pengembangan ekonomi syariah dapat menjadi penopang kuat bagi pengembangan perekonomian nasional secara keseluruhan.

Jangan sampai pengembangan ekonomi syariah hanya menjadi semacam ”tukang stempel” bagi produk-produk impor yang secara masif didatangkan dari berbagai negara lain, seperti terjadi selama ini. Diharapkan sektor UKM dapat berperan lebih aktif dalam pengembangan halal value chain ini mengingat UMKM adalah tulang punggung perekonomian Indonesia.

Diperlukan berbagai upaya sangat masif dalam peningkatan kesadaran publik terhadap pemahaman, fungsi, dan manfaat yang akan diperoleh dalam menggunakan barang-barang dan jasa yang berskema syariah. Berdasarkan survei Otoritas Jasa Keuangan, tingkat literasi masyarakat di bidang keuangan syariah pada 2016 sebesar 8,19 persen dan 2019 sebesar 8,93 persen, jauh di bawah tingkat literasi keuangan secara keseluruhan yang 29,6 persen dan 38,03 persen. Secara paralel juga perlu peningkatan kuantitas dan kualitas SDM, penguatan kapasitas R&D serta penguatan fatwa, regulasi, dan tata kelola.

Berdasarkan survei Otoritas Jasa Keuangan, tingkat literasi masyarakat di bidang keuangan syariah pada 2016 sebesar 8,19 persen dan 2019 sebesar 8,93 persen, jauh di bawah tingkat literasi keuangan secara keseluruhan yang 29,6 persen dan 38,03 persen.

(TAUFIK HIDAYAT, Direktur KNKS dan Dosen Magister Manajemen Universitas Ahmad Dahlan)

KOMPAS, 13012020. Hal. 6.

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Comments are closed.