Perizinan Kehutanan Beri Celah Pelanggaran Di Daerah

JAKARTA-Wakil Direktur Forest Watch Indonesia (FWI) Soelthon Gussetya Nanggara menyatakan bahwa terjadinya pelanggaran hukum di sektor kehutanan lebih banyak dipicu oleh kebijakan pemerintah itu sendiri. Misalnya pemberian izin oleh pemerintah pusat yang masih memberi ruang pelanggaran bagi pelaksana di daerah dengan berbagai modus.
Soelthon mengatakan, kebijakan pemerintah masih memberikan peluang bagi pelaku pelanggaran. Karena itu, keterbukaan data menjadi salah satu alat untuk mengontrol dan mengidentifikasi kasu-kasus pelanggaran di sektor kehutanan, juga membuka transparansi pengelolaan hutan. “Pelanggaran di kehutanan terjadi banyak disebabkan kebijakan. Memberi peluang kepada pelaku. Dengan keterbukaan informasi dan data, bisa ditarik alur penerbitan suatu izin,” kata dia saat jumpa pers bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) di Jakarta Senin (15/2).
Dia mencontohkan, dengan keterbukaan informasi dan data, pasokan kayu bisa ditelusuri jumlahnya dan dari daerah mana serta lokasinya di mana. Artinya, hal itu bisa dilihat apabila ada indikasi pelanggaran. “Kenapa izinnya bisa terbit? Membukadata informasi pentingberfungsi untuk melihat alur kayu itu sampai ke industri. Apakah ada indikasi illegal loggingatau tidak,” ujar dia.
Dalam jumpa pers tersebut, Kementerian LHK secara simbolis memberikan sejumlah dokumen kepada FWI. Dokumen itumencakup Rencana Kerja Tahunan Hutan Tanaman (RKTHT) dan Rencana Pemenuhan Bahan Baku Industri (RPBBI) industri pengolahan kayu di atas 6 ribu meter kubik per tahun sebanyak 283 dokumen, rencana kerja usaha hutan alam (RKU-HA) sebanyak 222 dokumen, serta Rencana Kerja Usaha Hutan Tanaman (RKU-HT) dan Izin Pemanfaatan Kayu (IPK). Data-data tersebut berguna untuk mengidentifikasi ketika terjadi klaim atau konflik. “dengan data tersebut maka FWI bisa memberikan masukan kepada Kementerian LHK,” jelas dia.
Sesditjen Pengelolaan Hutan Produksi Lestari Kementerian LHK Sakti Hadengganan Harahap mengatakan, penyerahan dokumen tersebut merupakan pelaksanaan UU No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Termasuk, hasil putusan PTUN Jakarta bahwa informasi terkait Izin Usaha pada Hutan Alamdan Hutan Tanamam, SKHutan Alamdan Hutan Tanaman, RPBBI di atas 6 ribu meter kubik, Izin Usaha Pengolahan Kayu di atas 6 ribu meter kubik per tahun, IPK, dan IPKH adalah bersifat terbuka. “Dengan transparansi atau keterbukaan informasi publik ini diharapkan pengetahuan, perhatian, dan partisipasi masyarakat dalamperbaikan pengelolaan hutan akan semakin meningkat,” kata Sakti. (eme)
Investor Daily, Selasa 16 Februari 2016, Hal. 7

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Leave a Comment