Penerbangan Charter Butuh Dukungan Pemerintah

JAKARTA–Pemerintahharusmendorong bis­nis penerbangan charter nasional agar dapat bersaing di tingkat regional sehingga dapat berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi. Apalagi, bisnis penerbanganchar­ ter saat ini baru menguasai pangsa pasar pe­nerbangan nasional sekitar 5%.
“Seiring dengan pemberlakuan Ma­syarakat Ekonomi ASEAN pada akhir 2015, per­usahaan penerbangan charter nasional mem­butuhkan dukungan berupa kepastian regulasi, kesiapan infrastruktur, keberadaan fasilitas pemeliharaan, serta ketersediaan su­ku cadang pesawat guna meningkatkan da­ya saing ketikamelakukan ekspansi bisnis di kawasan,” kata Ketua Umum Indonesian National Air Carries Association (INACA) Arif Wibowo da­lam jumpa pers ‘Indonesia Business Char­ter Aviation Summit 2014’ di Jakarta, Rabu (15/10).
Arif mengatakan, terciptanya iklim usaha yang kondusif juga diharapkan dengan ter­bentuknya standar global perusahaan pe­nerbangan charter berupa sertifikasi IS-BAO yang diakui dan diterima secara in­ ternasional. “Tentunya perlu juga kolaborasi ber­sama antara regulator, pengelola ban­ dara, serta maskapai sendiri agar bisnis pe­nerbangan charter dapat memiliki peran yang lebih signifikan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional,” tutur dia.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Pe­ nerbangan Tidak Berjadwal INACA Denon Pra­wiraatmadja menambahkan, faktor re­gulasi, fasilitas, kepastian politik, biaya, dan harga produksi jasa penerbangan serta in­frastruktur merupakan hal yang menjadi tan­tangan bagi perusahaan penerbangan charter di Indonesia.
“Dengan ceruk pasar yang mencapai 5% dan memiliki pasar yang luas, kami bu­tuh regulasi yang sejalan dengan bisnis pe­ nerbangan charter ini. Pemerintah harus du­kung bisnis ini supaya punya value,” tan­das dia.
Dia juga mengatakan, maskapai charter mem­butuhkan dukungan fasilitas bandara da­lam melakukan operasional. Idealnya satu kota besar memiliki dua hingga tiga ban­dara umum yang beroperasi untuk me­ menuhi kebutuhan pesawat berjadwal dan charter. “Di dunia internasional mereka su­dah bicara level safety flying. Sementara di Indonesia, untukmelakukan penerbangan te­ngah malam saja sulit, karena masalah pe­ nerangan di bandara,” katanya.
Menurut Denon, pada 2013 penerbangan charter memiliki pangsa pasar sebesar 5% dari seluruh pasar penerbangan di Indonesia atau mencetak angka penjualan senilai US$ 530 juta. Perolehan ini bisa naik cukup sig­nifikan pada 2014 jika pertumbuhan ekonomi semakin membaik.
“Kondisi alam Indonesia yangmerupakan ke­pulauan sangat mendukung untuk bisnis transportasi udara charter. Bisnis ini sangat pro­spektif terlebih karena belum semua sum­ber daya Indonesia yang dieksplorasi dan membutuhkan transportasi menuju remote area,” kata dia.
Denon menjelaskan, komposisi armada pesawatcharterdiIndonesiabarumencapai253 unit dibanding 442 unit pesawat yang ter­bang niaga berjadwal. “Secara umum pe­nerbangan charter di Indonesia masih di­dominasi oleh transportasi personel per­usahaan migas, VIP, ambulans udara, sur vei udara, dan penerbangan khusus bagi turis,” ungkapnya.
Di sisi lain, sambung dia, pasar pe­ner­ bang­an charter terbesar berada di daerah yang sangat minim infrastruktur, seperti Pa­pua dan Kalimantan. “Pasar paling be­ sar masih di angkutan oil and gas juga CPO. Sedangkan oppor tunity ke depan yang bisa digali adalah angkutan medical, city transport, dan tourism. Tapi untuk ke daerah seperti Papua dan Kalimantan ma­ sih potensial kebutuhan untuk mengirim logistik,” paparnya. (lrd)
Investor Daily, Kamis, 16 Oktober 2014, hal. 6

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Comments are closed.