Waspadai Utang Swasta Dunia Usaha Dukung Pengawasan BI

JAKARTA, KOMPAS — Utang luar negeri Indonesia pada Mei 2014 mencapai 283,7 miliar dollar AS atau sekitar Rp 3.291 triliun. Jumlah utang ini meningkat 9,7 persen dibandingkan Mei 2013. Utang swasta perlu diwaspadai karena sudah mencapai 151,5 miliar dollar AS atau Rp 1.757 triliun.
Direktur Eksekutif Statistik Bank Indonesia Hendy Sulistiowaty mengemukakan hal itu di Jakarta, Kamis (17/7). Porsi utang swasta terhadap total utang luar negeri sekitar 53,4 persen.
”Pertumbuhan utang luar negeri swasta mencapai 15,2 persen dibandingkan Mei 2013. BI terus memantau pertumbuhan utang luar negeri. Namun, pertumbuhan utang luar negeri yang cukup pesat itu terjadi pada utang jangka panjang,” kata Hendy.
Utang luar negeri swasta tumbuh karena beberapa perusahaan menerbitkan obligasi. Peningkatan pertumbuhan utang luar negeri swasta didorong oleh meningkatnya pertumbuhan sektor listrik, gas, dan air bersih.
Utang publik yang terdiri dari utang BI dan pemerintah hanya tumbuh 4,1 persen dibandingkan posisi Mei 2013.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi mengatakan, Apindo dan BI sudah membahas perkembangan utang swasta sekitar sebulan lalu.
”Kami mendukung sepenuhnya pengawasan BI terhadap utang sektor swasta. Namun, swasta berutang karena mengekspor komoditas dengan jaminan dan yang penting jangan sampai pemerintah menanggung kalau ada kemacetan,” kata Sofjan.
TerkendaliDengan kondisi utang swasta seperti saat ini, dunia usaha menjamin porsi utang luar negeri swasta masih terkendali karena didominasi eksportasi komoditas, seperti batubara dan minyak kelapa sawit. Perusahaan juga menjaminkan aset kepada kreditor asing sehingga mereka menanggung risiko jika gagal bayar.
Menurut Sofjan, bank asing lebih mudah menyalurkan kredit kepada eksportir minyak kelapa sawit dan batubara karena ada jaminan. Pengusaha juga mengambil kredit dari luar negeri karena bunga yang rendah.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Kebijakan Moneter dan Fiskal Hariyadi mengatakan, kreditor bisa langsung menyita jaminan saat debitor tak mampu membayar utang. (AHA/HAM)


Kompas Jumat, 18072014 Hal

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Leave a Comment