JAKARTA – Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia (APLI) berharap UU No 7 tahun 2014 tentang Perdagangan akan menghapus citra negatif bisnis multilevel marketing (MLM).
“Regulasi ini penting agar masyarakat jangan sampai terjebak dalam praktik money game dengan berkedok perusahaan MLM,” kata Ketua Umum APLI Djoko H Koswara di Jakarta, belum lama ini.
Djoko mengatakan, per bedaan paling nyata praktek money gameadalah bonus diper oleh dari perekrutan, sedangkan dalam MLM atau penjualan di manapun, bonus diperoleh dari penjualan produk. Sebelum bergabung dalam perusahaan MLM, dia mengatakan, sebai knya masyarakat menanyakan apakah ada produknya, kemu dian aspek legal seperti Surat Izin Usaha Penjualan Langsung (SIUPL), izin edar Badan Penga was Obat danMakanan (BPOM) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
“Selain itu, perlu dipastikan pembayaran bonus/komisi pada penjualan produk bukan uang pendaftaran,” kata Djoko. Djoko mengatakan, meskipun regulasi tersebut baru meme nuhi 90% dari usulan APLI, hal itu setidaknya mampu melin dungi masyarakat dari money game yakni penipuan menggu nakan sistem piramida.
Djoko yang juga didampingi Wakil Ketua APLI Koen Verheyen dan Arif Mustolih mengatakan, anggota APLI saat berjumlah 86 perusahaan MLM atau separuh lebih dari 160 perusahaan yang mengantongi SIUPL. Koen menuturkan, masih banyak perusahaan yang belum tergabung menjadi anggota APLI karena tidak memenuhi syarat, seperti SIUPL kedalu warsa atau tidak mau ikut kode etik asosiasi. Sebagian dari mereka banyak yang tidak tahu atau tidak peduli karena merasa belum merasakan manfaat.
“Padahal, untuk menjadi ang gota APLI syaratnya mudah yak ni memiliki SIUPL, membayar iuran Rp 3 juta per tahun, serta melakukan presentasi terhadap bisnis MLM yang akan dilaku kan, syarat presentasi ini diatur dalam regulasi,” jelas Djoko.
Djoko mengatakan, jumlah tenaga kerja yang terlibat di perusahaan-perusahaan MLM anggota APLI pada 2012 ter catat 9,4 juta dengan omzet Rp 9,2 triliun, sedangkan tahun lalu mencapai 10,2 juta dengan omzet Rp 11,7 triliun.
Djoko menerangkan, perusa haan MLM yang beroperasi di Indonesia banyak bergerak di bidang makanan sehat, pemeli haraan kulit, perlengkapan ru mah tangga, dan fashion. Dari 160 MLM yang mengantongi SIUPL, sebanyak 53 merupakan perusahaan asing.
Menurut dia, kehadiran peru sahaanMLMini akanmendorong jumlah wirausaha di Indonesia, yang saat ini persentasenya han ya 0,8% dari jumlah penduduk, di bawah Malaysia 6%, Taiwan 30%, dan Singapura 10%.
Djoko berharap pemerintah dapat segera mengeluarkan peraturan pemerintah sebagai tindak lanjut UU Perdagangan terutama terkait dengan sanksi terhadap kejahatan berkedok MLM.
“Banyak korban dari masya rakat dengan penipuan meng gunakan nama MLM seperti penjualan emas, paket umrah, dan lain sebagainya yang se harusnya dapat dicegah apa bila adan sanksi yang jelas,” ujar Djoko. (ac)
Investor Daily, Selasa, 15 Juli 2014, hal. 8