Kupang, Kompas — Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap Afuik di Desa Dualos, Kecamatan Kakulukmesak, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, yang dimulai sejak 2009, tak kunjung rampung. Bahkan, investor awalnya yang asal Tiongkok, yang bekerja sama dengan kontraktor lokal, sudah meninggalkan proyek senilai Rp 300 miliar itu.
Semula, PLTU Afuik dijadwalkan rampung pada 2011. Pembangkit listrik berkekuatan 4 x 6 megawatt tersebut diharapkan dapat memenuhi kebutuhan listrik, paling tidak untuk tiga dari empat kabupaten di Pulau Timor, yaitu Kabupaten Belu, Malaka, dan Timor Tengah Utara. Sebagian besar masyarakat di tiga daerah itu, terutama perkampungan di sekitar kawasan perbatasan RI-Timor Leste, belum menikmati penerangan listrik.
General Manager PT PLN Wilayah NTT Richard Safkaur, di Kupang, Senin (14/7), mengatakan, proyek PLTU Afuik dikerjakan secara konsorsium oleh investor asal Tiongkok bersama kontraktor lokal di bawah bendera kerja sama operasi Menamas Dalima Jakarta. Konsorsium itu tidak melanjutkan proyek guna menghindari kerugian yang lebih besar.
Richard mengatakan, konsorsium meninggalkan proyek antara lain akibat perencanaan awal yang tidak matang. Kondisi tanah tidak mendukung untuk melanjutkan pembangunan proyek dengan alokasi dana yang tersedia. ”Menurut perhitungan konsorsium, biaya akan membengkak kalau pengerjaan proyek tetap dilanjutkan,” kata dia.
Meski begitu, kata Richard, proyek PLTU Afuik tetap dilanjutkan karena sudah jadi bagian dari rencana umum penyediaan kelistrikan NTT. PT PLN menunjuk PT Rekadaya Elektrik (RE), anak perusahaan PT PLN, untuk melanjutkan proyek tersebut sejak September 2013. ”PT RE sedang melakukan kajian ulang secara mendetail dan mendalam sebelum melanjutkan pembangunan PLTU Afuik,” ujar dia.
Kepala Kejaksaan Negeri Belu Robert Takoy di Atambua, Senin, mengatakan, ada dugaan penyimpangan dalam proyek PLTU Afuik. Kejari Belu sebenarnya sudah siap menangani dugaan penyimpangan proyek itu. Namun, kasus itu lalu ditangani tim Kejagung karena pejabat pembuat komitmennya, selain membawahkan PLTU Afuik, juga menangani proyek serupa di Nusa Tenggara Barat dan Gorontalo.
Secara terpisah, anggota DPRD NTT, Stanis Tefa, di Kupang, Senin, mengatakan, ada beberapa bangunan yang pembangunannya dibiayai APBN di NTT dalam kondisi terbengkalai, seperti enam bangunan pasar dengan total senilai Rp 14,5 miliar di perbatasan RI-Timor Leste.
”Ada juga sejumlah bangunan dengan sumber dana APBN yang dinilai mubazir di Kota Kupang, misalnya Kantor Pengadilan Agama Provinsi NTT di Oepura, pusat pendidikan autis tingkat provinsi NTT di Liliba, Kota Kupang, dan Rumah Sakit Jiwa Provinsi NTT di Liliba, Kota Kupang,” kata Tefa.
Beberapa bangunan yang dibiayai dengan APBD juga mangkrak. (ANS/KOR)
Kompas, Selasa 15 Juli 2014, hal. 24