JAKARTA – Investor asing yang berencana masuk ke industri perbankan Indonesia sebagai pemegang saham pengendali (PSP) harus bersabar. Pasalnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tidak akan memberikan izin kepada mereka jika OJK belum memiliki kesepakatan berupa nota kesepahaman ( memorandum of understanding /MoU) dengan negara asal investor tersebut.
Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman DHadad menuturkan, saat ini pihaknya tengah menjajaki kesepakatan dengan otoritas pada sejumlah negara. Belum lama ini, pihaknya telah menadatangani nota kesepahaman dengan otoritas keuangan Jepang.
“Bulan lalu kami sudah MoU dengan Jepang, lalu menyusul kami akan tandatangan dengan Korea Selatan jika sudah disepakati poin-poinnya,” ujar Muliaman di Jakarta, akhir pekan lalu.
Menurut dia, MoU tersebut tidak hanya akan memasukkan poin terkait pertukaran data, tetap juga akan memasukkan poin terkait dengan asas resiprokal. Selain dengan Korea Selatan, OJK juga tengah menjajaki kesepakatan dengan otoritas keuangan asal Malaysia atau Bank Negara Malaysia (BNM) dan Monetar y Authority of Singapura (MAS). “Kami juga sedang menjajaki kesepakatan dengan Uni Emirat Arab, Australia juga,” terang dia.
Penandatangan nota kesepahaman dengan otoritas negaranegara tersebut, menurut Muliaman, diharapkan dapat rampung pada tahun ini. Tanpa MoU itu, pihaknya tidak dapat meloloskan investor asing yang berkeinginan menjadi pemegang saham pengedali.
Direktur Perizinan dan Informasi OJK Ahmad Berlian menuturkan, jika satu pihak ingin menjadi pemegang saham pengendali, atau memiliki saham diatas 25% atau di bawah 25% tetapi menjalankan fungsi pengendali, maka calon pemegang saham pengendali harus terlebih dahulumelalui uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) yang dilakukan OJK. Namun, menurut dia, pihaknya harus terlebih dahulu memiliki kesepakatan dengan otoritas asal investor tersebut.
“Karena kami ‘kan butuh melihat seperti apa track record investor tersebut di negara asalnya, dan itubutuhpertukarandata. Karena kalau investornya ternyata di negara asalnya bermasalah, dapat saja menimbulkan masalah keuangan pada bank yang akan diakuisisi tersebut dan mengganggu sistem,” terang dia.
Investor Asing Tertarik
Berlian mengaku saat ini terdapat sejumlah investor asing yang tertarik untuk masuk ke bank-bank nasional sebagai pemegang saham pengendali. Namun, Berlian tidakmenyebutkan secara rinci investor-investor tersebut.
Sebelumnya salah satu bank terbesar di Malaysia, RHB Capital Bhd membatalkan rencananya untuk mengakuisisi 40% saham PT Bank Mestika Dharma Tbk. Pembatalan tersebut dilakukan karena RHB capital tidak kunjung mendapatkan izin dari OJK sehingga tidak dapat memenuhi persyaratan mengenai kesepatakan jual dan beli yang berakhir pada 30 Juni 2014.
Kepala Eksekutif OJK Bidang Pengawasan Perbankan Nelson Tampubolon sebelumnya me ngaku pihaknya sudah memperoleh dokumen permintaa izin akuisisi Bank Mestika Dharma oleh Malaysia RHB Bank. Namun, izin tersebut belum dapat dikeluarkan karenamemerlukan adanya penandatangan nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) dengan Bank Negara Malaysia (BNM) selaku otoritas perbankan di negara tersebut sehingga OJK memiliki pegangan untuk pe nerapan prinsi resiprokal.
Selain itu, saat ini terdapat beberapa investor asal Uni Emirat Arab yang berminat masuk ke perbankan di Indonesia sebagai pemegang saham pengendali, khususnya pada bank syariah. Misalnya, Dubai Islamic Bank (DIB) yang berencana meningkatkan kepemilikannya pada PT Bank Panin Syariah hingga 40% setelah membeli 24,9% saham Bank Panin Syariah belum lama ini.
PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI) juga te ngah mencari invetsor strategis untuk mengembangkan PT BNI Syariah. Direktur Keuangan BNI Yap Tjai Soen belum lama ini mengaku terdapat sejumlah investor yang tertarik untuk menjadi investor strategis BNI Syariah seperti dari Uni Emirat Arab, ASEN, dan Eropa. Namun, menurut dia, pihaknya sejauh ini belum melakukan penjajakan lebih lanjut dengan investorinvestor tersebut.
Investor Daily, Senin 14 Juli 2014, hal. 22