LEGISLASI: Komitmen Pemerintah-DPR Tuntaskan RUU Perlindungan Data Pribadi Dipertanyakan

JAKARTA, KOMPAS – Komitmen politik pemerintah dan DPR untuk segera menuntaskan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi dipertanyakan. Semakin lama pengesahan dikhawatirkan menimbulkan lebih banyak korban penyalahgunaan data pribadi.

Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Wahyudi Djafar dihubungi dari Jakarta, Kamis (10/6/2021), mengatakan, pemerintah dan DPR perlu membuktikan komitmen politik untuk segera menuntaskan pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP).

Baik pemerintah maupun DPR kerap mengemukakan urgensi pengesahan legislasi tersebut terutama setelah kebocoran data pribadi penduduk semakin sering terjadi. “Ketika mengatakan itu, semestinya komitmen politiknya juga bertambah,” kata Wahyudi.

Ia melanjutkan, tanpa UU PDP, kasus kebocoran data pribadi akan terulang kembali dan tidak bisa diselesaikan secara tuntas. Sebab, belum ada model penyelesaian yang holistik dan akuntabel yang bisa digunakan. Belum ada pula formulasi pemulihan untuk para korban kebocoran data.

Baca juga: Bamus DPR Hambat Pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi

Berdasarkan studi Elsam, terdapat 46 regulasi yang membahas data pribadi dan saling tumpang tindih. Setiap aturan berbeda di antaranya dalam definisi, ruang lingkup, dan dasar hukum pemrosesan data pribadi.

Oleh karena itu, kehadiran UU PDP penting untuk menyelesaikan segala kesimpangsiuran perlindungan data pribadi.

Selama tiga tahun terakhir, kebocoran data pribadi terus berulang. Baik terjadi pada data penduduk yang dikelola perusahaan swasta maupun instansi pemerintah.

Pada Juni 2021, data yang diduga kuat identik milik empat Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil dijual di situs forum peretas Raid Forums. Sebulan sebelumnya, data yang diduga dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan juga dijual di situs yang sama. Kedua kasus itu menambah jumlah data pribadi penduduk yang sebelumnya juga pernah bocor melalui platform e-dagang Bukalapak dan Tokopedia.

Kepentingan politik

Menurut Wahyu, kebocoran data tidak hanya menyangkut kepentingan ekonomi. Jelang Pemilu 2024, data pribadi penduduk juga rentan dimanfaatkan untuk kepentingan politik. Diprediksi, ke depan akan berkembang tren kampanye yang didasarkan pada data (data driven campaign) untuk memenangkan kontestasi elektoral.

“Sebelum (terjadi) eksploitasi terhadap data pribadi warga negara baik untuk kepentingan ekonomi maupun nanti untuk kepentingan politik, semestinya UU PDP sudah hadir dan terimplementasi. Dengan demikian, proteksi data pribadi warga negara lebih kuat,” kata dia.

Selain itu, ia mengingatkan, setelah RUU PDP disahkan, masih diperlukan masa transisi sekitar selama dua tahun untuk menerapkannya. Itu pun masih bisa bertambah jika pemerintah atau pihak swasta yang terkait dengan pengelolaan data belum siap beradaptasi sesuai ketentuan yang ada di UU PDP. Oleh karena itu, ia kembali menekankan pentingnya RUU PDP segera disahkan.

Kelanjutan pembahasan

Diberitakan sebelumnya, pembahasan RUU PDP yang dimulai September 2020 terhenti sejak April 2021 menyusul berakhirnya masa waktu pembahasan RUU tersebut. Untuk melanjutkan pembahasan, harus terlebih dulu diputuskan dalam Badan Musyawarah (Bamus) DPR. Namun, hingga kini, Bamus DPR belum menggelar rapat untuk membahas hal tersebut.

Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad memastikan bahwa pembahasan RUU PDP akan dilanjutkan. Berdasarkan evaluasi Badan Musyawarah (Bamus), substansi dan durasi pembahasan RUU tersebut sudah mencapai target. Tidak banyak substansi yang masih perlu dibahas kembali. Hanya saja Bamus terkendala sejumlah hari libur dan masa reses sehingga keputusan untuk melanjutkannya terkesan lambat.

“Setelah diadakan evaluasi, kemungkinan besar dalam (rapat) Bamus terdekat, kami akan meminta Komisi I untuk segera memulai kembali pembahasan RUU PDP,” kata Dasco ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis. Ia memperkirakan, rapat Bamus terdekat akan digelar pekan depan.

Dasco menolak anggapan bahwa Bamus sengaja menghambat dan mengulur waktu pembahasan RUU PDP. Pihaknya justru akan meminta agar Komisi I DPR menuntaskan rancangan regulasi itu secepat mungkin. Hal itu didasarkan pada peningkatan kasus kebocoran data pribadi penduduk dalam beberapa waktu terakhir.

“Bila perlu nanti pada waktu reses, mereka (Komisi I) akan tetap kami minta untuk mengerjakan pembahasan,” kata Dasco.

Baca juga: Kembali Terulang, Jutaan Data Kependudukan Diperjualbelikan

Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU PDP dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Abdul Kharis Almasyhari mengatakan, pihaknya siap untuk melanjutkan pembahasan RUU tersebut. Selama ini, panja menunggu kepastian jadwal dari Bamus.

Senada, Anggota Panja RUU PDP sekaligus Ketua Komisi I dari Fraksi Partai Golkar Meutya Hafid mengatakan, pihaknya belum bisa menggelar rapat resmi karena status pembahasan RUU PDP sudah melewati dua masa sidang. Adapun perpanjangannya harus mendapatkan izin dari pimpinan DPR melalui Bamus.

“Kalau pimpinan DPR sudah bilang oke, baru kami lanjutkan pembahasan RUU PDP,” ujar Meutya.

KOMPAS, Jum’at 11062021 Halaman 4.

 

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Comments are closed.