LEGISLASI: Sejumlah RUU Problematik Diminta Tidak Masuk Prolegnas 2021

JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah rancangan undang-undang yang dinilai problematik dan belum mendesak diusulkan untuk ditarik dari Program Legislasi Nasional Prioritas 2021. Dari 38 RUU yang diusulkan pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Daerah, beberapa RUU dipertanyakan oleh fraksi-fraksi di Badan Legislasi DPR, bahkan diminta dikeluarkan dari program legislasi.

Usulan untuk menarik sejumlah RUU itu dilandasi berbagai alasan. Selain berpotensi memicu pro dan kontra yang membawa dampak pada kondisi sosial dan politik, sejumlah RUU dipandang belum terlalu mendesak untuk dibahas. Di luar itu, ada pengusulan sejumlah RUU yang tumpang tindih dan bergantung pada penyelesaian RUU lainnya.

Dalam rapat lanjutan Panitia Kerja Penyusunan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021, Selasa (24/11/2020), anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR memberikan masukan dan pertimbangan sebelum diambil keputusan antara DPR dan pemerintah, Rabu (25/11/2020). Perwakilan fraksi-fraksi di Baleg DPR menyikapi 26 usulan RUU dari DPR, 10 RUU dari pemerintah, dan 2 RUU dari DPD.

Dua RUU yang diajukan DPD, yakni RUU tentang Daerah Kepulauan dan RUU tentang Badan Usaha Milik Desa, relatif tidak mendapatkan penolakan dari fraksi-fraksi dan pemerintah. Komentar beragam muncul saat menyikapi RUU usulan pemerintah dan DPR.

Baca juga : Pemerintah Keluarkan RUU KUHP dan Pemasyarakatan dari Prolegnas

Masih masuknya RUU Haluan Ideologi Pancasila ke dalam daftar prolegnas, misalnya, disoroti oleh empat fraksi, yakni Partai Golkar, PKS, PAN, dan PPP. RUU tersebut merupakan RUU usulan Baleg DPR.

Fraksi Partai Golkar juga menilai RUU Larangan Minuman Beralkohol yang merupakan usulan anggota DPR tidak terlalu mendesak dibahas. Demikian halnya dengan RUU Ketahanan Keluarga yang didorong untuk dikeluarkan dari prolegnas oleh empat fraksi, yaitu Partai Golkar, Gerindra, PKB, dan Nasdem.

Adapun RUU Ibu Kota Negara yang merupakan usulan pemerintah dinilai tidak penting dibahas saat ini, menurut Fraksi PAN, karena pemindahan ibu kota tidak hanya menyangkut pemindahan fisik, tetapi juga ada problem sosial-budaya yang harus dipertimbangkan.

Sementara itu, sejumlah RUU mendapatkan perhatian dan dukungan sejumlah fraksi, antara lain RUU Narkotika, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, RUU Masyarakat Hukum Adat, dan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga.

Realistis

Anggota Baleg DPR dari Fraksi Partai Golkar, Firman Subagyo, mengatakan, penetapan prolegnas harus realistis dan disesuaikan dengan kemampuan Baleg DPR dalam membahas RUU. Kuantitas RUU yang berhasil dituntaskan bukan menjadi satu-satunya ukuran keberhasilan legislasi DPR. Target yang terlalu tinggi justru menyulitkan pertanggungjawaban kinerja DPR di hadapan publik.

Ia juga menyoroti sejumlah RUU yang dinilai problematik dan sebaiknya dipertimbangkan untuk ditarik dari prolegnas, antara lain RUU Haluan Ideologi Pancasila, RUU Larangan Minuman Beralkohol (Minol), dan RUU Ketahanan Keluarga.

Terkait dengan RUU Haluan Ideologi Pancasila, Partai Golkar memberikan catatan karena RUU tersebut berpotensi menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat yang dapat memicu kegaduhan sosial dan politik. Status RUU tersebut juga harus diperjelas, karena pemerintah telah menyerahkan surat presiden dan daftar inventarisasi masalah yang substansinya berbeda dengan draf yang dikirimkan DPR.

Mengenai RUU Larangan Minuman Beralkohol, Firman mengatakan harus ada kepastian persetujuan dari pemerintah, sebab pembahasan pada periode DPR sebelumnya, pembahasan RUU tersebut akhirnya tidak diteruskan karena tidak ada kesamaan persepsi dengan pemerintah.

Adapun RUU Ketahanan Keluarga diusulkan dicabut dari Prolegnas Prioritas 2021 karena mayoritas fraksi di dalam Panja Harmonisasi menolak RUU tersebut.

”RUU Ketahanan Keluarga sesuai keputusan Panja Harmonisasi tidak mendapatkan dukungan dari mayoritas fraksi. Seharusnya ini tidak perlu masuk ke prolegnas prioritas karena belum sampai pada satu kesepakatan. Ketika belum memenuhi asas pembentukan UU dan mayoritas bersepakat untuk tidak dilanjutkan, tentu ini tidak masuk ke prolegnas,” papar Firman.

Sementara itu, masuknya RUU Narkotika dan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual mendapatkan dukungan anggota Baleg. Anggota Baleg dari Fraksi Nasdem, Taufik Basari, mengatakan, RUU Narkotika sudah lama sekali didorong penyelesaiannya. Penyelesaian RUU Narkotika awalnya diharapkan bisa sejalan dengan pembahasan RUU KUHP dan RUU Pemasyarakatan.

”Ini usulan yang sudah lama. Karena pemerintah memutuskan menunda RUU KUHP dan RUU Pemasyarakatan, semangat RUU KUHP dan RUU Pemasyarakatan harus mewarnai RUU Narkotika, yakni dengan mengedepankan restorative justice, rehabilitasi, dan penanganan penyalahgunaan narkotika,” ujarnya.

Anggota Baleg DPR dari Fraksi Partai Golkar, Christina Aryani, mengatakan, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual merupakan kebutuhan hukum yang perlu segera ditanggapi oleh pembentuk UU. Menurut catatan Komnas Perempuan, ada ribuan kasus yang berujung pada ancaman kriminalisasi dan viktimisasi terhadap perempun. ”RUU ini harus diperjuangkan,” katanya.

Baca juga : Susun Prolegnas, Buka Ruang Partisipasi Publik

Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Benny Riyanto mengatakan, 10 usulan RUU dari pemerintah semuanya telah tuntas dalam tahap penyusunan naskah akademik dan draf RUU. Terhadap usulan RUU dari DPR dan DPD, pemerintah tidak berkeberatan. Untuk RUU Ibu Kota Negara, Benny menegaskan, pemerintah telah memperhitungkan pemindahan ibu kota tidak hanya pemindahan fisik, tetapi juga dampak sosial-kultural. Dengan pertimbangan itu, pemerintah tetap mengusulkan RUU tersebut sebagai RUU prioritas 2021.

Ketua Panja Penyusunan Prolegnas DPR Willy Aditya mengatakan, pendapat resmi fraksi-fraksi akan disampaikan dalam rapat pengambilan keputusan, Rabu (25/11/2020). Pemerintah juga akan menyampaikan pendapatnya.

”Penyusunan prolegnas harus disetujui oleh tiga pihak, yakni DPR, pemerintah, dan DPD. Ketiga institusi harus menandatangani daftar prolegnas yang disepakati bersama,” kata Wakil Ketua Baleg DPR dari Fraksi Partai Nasdem itu.

KOMPAS, RABU 25 November 2020 Halaman 2.

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Comments are closed.