KETENAGAKERJAAN: Menaker Sebut Relaksasi Iuran Cegah Potensi PHK, Pengusaha Pesimistis

JAKARTA, KOMPAS — Kebijakan relaksasi iuran jaminan sosial ketenagakerjaan diharapkan membantu likuiditas perusahaan dan mengurangi angka pemutusan hubungan kerja selama Covid-19. Namun, pelaku usaha pesimistis itu akan signifikan membantu kondisi arus kas perusahaan yang sudah terimbas sejak awal pandemi.

Relaksasi iuran itu diatur lewat Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2020 tentang Penyesuaian Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Selama Bencana Non-Alam Penyebaran Covid-19. Presiden Joko Widodo menandatangani PP itu pada 31 Agustus 2020 dan diundangkan pada 1 September 2020.

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, Rabu (9/9/2020), mengatakan, keringanan itu diberikan untuk membantu perusahaan yang terganggu keuangannya akibat Covid-19. Wacana untuk merelaksasi iuran jaminan sosial ketenagakerjaan sudah digodok sejak Maret 2020, tetapi baru bisa direalisasikan sekarang.

Diharapkan, arus kas perusahaan dapat terbantu dan tidak perlu ada pemutusan hubungan (PHK) karyawan lagi di tengah pandemi. ”Ini salah satu bentuk upaya agar perusahaan tidak melakukan PHK. Supaya perusahaan masih ada uang untuk berproduksi dan mempekerjakan karyawannya,” kata Ida seusai acara Peluncuran Sosialisasi PP No 49/2020 secara virtual di Jakarta.

Ini salah satu bentuk upaya agar perusahaan tidak melakukan PHK. Supaya perusahaan masih ada uang untuk berproduksi dan mempekerjakan karyawannya.

Kementerian Ketenagakerjaan mencatat, hingga Agustus 2020, jumlah pekerja yang terdampak Covid-19 sebanyak 2,14 juta orang. Pekerja formal yang di-PHK sebanyak 383.645 orang, yang dirumahkan 1,13 juta orang, serta pekerja informal dan usaha mikro/kecil yang pemasukannya terdampak 630.905 orang. Versi lain dari Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, per Juni 2020, sebanyak 6,4 juta pekerja di-PHK dan dirumahkan akibat pandemi.

PP No 49/2020 mengatur keringanan iuran diberikan ke perusahaan pemberi kerja, peserta penerima upah, dan peserta bukan penerima upah dengan masa berlaku selama enam bulan dari Agustus 2020 sampai Januari 2021. Bentuknya berupa pelonggaran batas waktu pembayaran iuran, potongan atau diskon iuran, penundaan pembayaran iuran, dan keringanan denda keterlambatan.

Pelonggaran batas waktu pembayaran iuran diberikan untuk program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT), dan Jaminan Pensiun (JP), dari awalnya tanggal 15 tiap bulan menjadi tanggal 30 bulan berikutnya.

Diskon iuran diberikan untuk program JKM dan JKK sebesar 99 persen dari kewajiban iuran setiap bulan. Dengan demikian, iuran JKM yang setiap bulannya 0,3 persen berkurang menjadi 0,003 persen dari upah sebulan. Sementara, iuran JKK yang berkisar dari 0,24-1,74 persen mendapat diskon hingga 99 persen setiap bulan.

Keringanan lainnya, penundaan pembayaran sebagian iuran JP sebesar 99 persen setiap bulan. Pelunasannya bisa dilakukan sekaligus atau bertahap paling lambat pada 15 Mei 2021 dan paling lama 15 April 2022. Khusus untuk JP, perusahaan wajib melaporkan diri dan membuktikan usahanya terganggu akibat Covid-19.

Khusus untuk Jaminan Pensiun, perusahaan wajib melaporkan diri dan membuktikan usahanya terganggu akibat Covid-19.

Perusahaan skala besar-menengah harus membuktikan dengan laporan omzet yang menurun lebih dari 30 persen sejak Februari 2020. Untuk usaha skala mikro-kecil, tidak ada syarat penurunan omzet. Namun, perusahaan tetap harus melapor terlebih dahulu. Adapun jenis relaksasi terakhir adalah pengurangan denda keterlambatan iuran menjadi 0,5 persen dari sebelumnya 2 persen.

Baca juga: PHK Meningkat, Pencairan Jaminan Hari Tua Melonjak

Menaker Sebut Relaksasi Iuran Cegah Potensi PHK, Pengusaha Pesimistis

Wakil Ketua Komite Ketenagakerjaan dan Jaminan Sosial Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Dipa Susila berependapat, relaksasi menjadi angin segar untuk membantu perusahaan. Namun, ia berharap ada stimulus lain yang mengiringi.

”Tentu harapannya PHK bisa terhindar dan kita bisa mengurangi pengangguran. Namun, mungkin ada relaksasi lain yang bisa lebih mengurangi beban perusahaan,” ujar Dipa.

Baca juga: Relaksasi Iuran BP Jamsostek Berpotensi Salah Sasaran

Pesimisitis

Sebagian kalangan pengusaha pesimistis bantuan itu akan signifikan membantu kondisi keuangan perusahaan. Ketua Umum Apindo Hariyadi B Sukamdani mengatakan, dunia usaha sudah kesulitan membayar iuran BP Jamsostek sejak awal pandemi. Adanya syarat melunasi tunggakan iuran per Juli 2020 pun dinilai tidak relevan dengan kondisi perusahaan di sektor tertentu.

”Kalau mau adil, setidaknya batasan menunggaknya dimulai sejak Maret karena pada Maret pun banyak perusahaan sudah bermasalah,” katanya.

Hariyadi menilai arus kas perusahaan tidak akan banyak terbantu dengan adanya sejumlah keringanan itu. Sebab, diskon iuran diberikan untuk program-program yang preminya memang rendah, seperti JKK dan JKM, sehingga potongan tidak membuka ruang likuiditas yang besar.

Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menuturkan, pada prinsipnya pemberian relaksasi ini tetap dapat membantu arus kas perusahaan. Oleh karena itu, kalangan pengusaha patut mengapresiasi adanya PP No 49/2020.

”Memang sebenarnya yang mampu mengerem angka PHK adalah stimulus pinjaman lunas ke perusahaan, seperti modal kerja. Namun, diskon seperti ini akan membantu arus kas perusahaan juga,” ujarnya.

Memang sebenarnya yang mampu mengerem angka PHK adalah stimulus pinjaman lunas ke perusahaan, seperti modal kerja. Namun, diskon seperti ini akan membantu arus kas perusahaan juga.

Meski demikian, senada dengan Hariyadi, Timboel menilai, syarat melunasi tunggakan per Juli 2020 itu tidak sejalan dengan tujuan memberi perlindungan bagi peserta dan kelangsungan usaha.

”Bukankah perusahaan dan peserta yang sudah kesulitan akibat pandemi yang justru harus dibantu supaya tetap eksis dan mempekerjakan karyawannya?” katanya.

Syarat pembayaran tunggakan itu, kata Timboel, seharusnya dapat dicicil. Tujuannya agar seluruh perusahaan dan peserta bukan penerima upah tetap bisa mendapat keringanan pembayaran iuran.

Baca juga: Jangan Lupakan Pekerja Informal

Ketahanan dana

Data per 31 Maret 2020, dana kelolaan JKK sebesar Rp 34,92 triliun dan JKM sebesar Rp 12,86 triliun per 31 Maret 2020. Sementara, rasio klaim JKK sekitar 26 persen dan rasio klaim JKM sekitar 30 persen.

Dengan kondisi itu, Timboel menilai, pemberian keringanan iuran JKK dan JKM untuk seluruh perusahaan tidak akan mengganggu kesinambungan penyelenggaraan program BP Jamsostek. ”Untuk relaksasi lainnya, seperti JP, tetap selektif,” katanya.

Direktur Utama BP Jamsostek Agus Susanto mengatakan, BP Jamsostek sudah memperhitungkan agar pemberian relaksasi ini tidak sampai mengganggu ketahanan dana. Pencapaian target pemasukan BP Jamsostek dari setoran iuran diprediksi akan tetap terpangkas hingga hanya 70 persen tahun ini karena iuran yang masuk selama September-Desember 2020 hanya 1 persen.

”Namun, kami sudah simulasikan, penerapan PP No 49/2020 ini tidak akan sampai mengganggu likuiditas. BP Jamsostek masih sehat, kami siap langsung mengimplementasikan kebijakan ini,” katanya.

KOMPAS, KAMIS, 10092020 Halaman 15.

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Comments are closed.