PEREKONOMIAN: Bahan Baku Merosot, Industri Melorot

JAKARTA, KOMPAS — Kegiatan industri manufaktur terganggu. Hal ini, antara lain, tecermin dari impor bahan baku dan penolong yang merosot dalam beberapa bukan terakhir.

Kondisi ini mesti diwaspadai agar aktivitas produksi industri manufaktur tak terganggu. Sebab, hasil industri manufaktur tak hanya dipasarkan di dalam negeri, tetapi juga diekspor. Selain itu, investasi di industri manufaktur juga akan terganggu jika ketersediaan bahan baku dan penolong terbatas.

Bahan Baku Merosot, Industri Melorot

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, pada Januari-Juli 2020, neraca perdagangan Indonesia surplus 8,75 miliar dollar AS. Kondisi ini berbalik dari Januari-Juli 2019 yang defisit 2,15 miliar dollar AS.

Dari sisi ekspor dan impor, akumulasi ekspor pada Januari-Juli 2020 sebesar 90,12 miliar dollar AS. Angka ini menutup akumulasi impor yang sebesar 81,37 miliar dollar AS. Secara sektoral, ekspor industri pengolahan pada Januari-Juli 2020 mencapai 72,52 miliar dollar AS atau lebih rendah 0,67 persen dibandingkan dengan  periode yang sama 2019.

Impor pada Januari-Juli 2020 merosot  17,17 persen secara tahunan akibat impor barang modal anjlok 18,98 persen secara tahunan dan impor bahan baku/penolong merosot 17,99 persen secara tahunan.

Secara umum, impor bahan baku dan penolong sekitar 74 persen dari total impor Indonesia. Adapun impor bahan modal sekitar 15 persen, sedangkan sisanya berupa impor barang konsumsi.

Baca juga: Neraca Perdagangan Berbalik Arah

Wakil Ketua Umum Bidang Hubungan Internasional Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta Widjadja Kamdani berpendapat, penurunan impor bahan baku dan barang modal akibat arus modal yang masuk ke industri cukup rendah.

”Dampaknya, industri manufaktur nasional hanya mau memproduksi secara minimalis dan tidak mau mengambil risiko untuk meningkatkan kinerja produksi. Sebab, pelaku industri tidak melihat kenaikan permintaan yang cukup signifikan di level domestik maupun internasional,” katanya saat dihubungi, Selasa (18/8/2020).

Oleh sebab itu, Shinta berharap arus modal ke sektor industri dalam negeri lebih lancar, baik dalam bentuk stimulus permodalan dan belanja dari pemerintah maupun aliran dari negara lain yang masuk ke Indonesia karena perubahan iklim usaha dan investasi nasional. Jika tidak ada perbaikan arus modal, pemulihan ekonomi nasional akan terhambat.

Jika tidak ada perbaikan arus modal, pemulihan ekonomi nasional akan terhambat.

Menurut dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Fithra Faisal, ada peluang relokasi usaha di Indonesia dari sejumlah negara yang tak ingin terlalu bergantung pada China. Akan tetapi, Indonesia terancam kalah bersaing di kawasan Asia Tenggara, khususnya oleh Vietnam.

Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi investasi di Indonesia pada Januari-Juni 2020 sebesar Rp 402,6 triliun. Nilai itu terdiri dari penanaman modal dalam negeri Rp 207 triliun dan penanaman modal asing Rp 195,6 triliun.

Cari cara

Kepala BPS Suhariyanto memaparkan, pemerintah harus mencari cara untuk menjaga pergerakan industri manufaktur dan investasi. Penurunan impor bahan baku menunjukkan kegiatan industri manufaktur yang lesu akibat keterbatasan persediaan bahan baku. ”Hal ini perlu mendapat perhatian karena penurunan bahan baku akan berpengaruh pada pergerakan industri manufaktur kita dan penurunan barang modal bisa berdampak pada investasi,” kata Suhariyanto.

Untuk mengatasi ketersediaan bahan baku yang penting dalam mendongkrak produksi dan ekspor, pemerintah mendorong program substitusi impor. Selama ini, impor bahan baku untuk industri dalam negeri berkontribusi besar pada struktur total impor Indonesia.

Penurunan impor bahan baku menunjukkan kegiatan industri manufaktur yang lesu.

Pada Januari-Juli 2019, persentase nilai impor bahan baku mencapai 74,63 persen dari total impor Indonesia. Pada Januari-Juli 2020, meski sedikit menurun, persentase nilai impor bahan baku tetap mendominasi total impor Indonesia, yakni sebesar 73,88 persen.

Baca juga: Prioritas Fiskal 2021 untuk Pemulihan Ekonomi

Direktur Industri Permesinan dan Alat Mesin Pertanian Kementerian Perindustrian Herman Suprianto mengatakan, kemandirian Indonesia dalam rantai suplai dagang terpapar jelas selama pandemi ini. Saat negara-negara lain menghadapi pukulan ekonomi, suplai bahan baku untuk mendorong produksi dan ekspor pun macet.

Program substitusi impor yang dicanangkan pemerintah diharapkan bisa menjawab itu. Dengan kata lain, industri dalam negeri dipaksa beralih ke bahan baku lokal demi menggerakkan produksi nasional. Kemenperin menargetkan akan melakukan substitusi impor hingga 35 persen pada 2022.Namun, untuk melakukan substitusi impor, kendala yang dihadapi tidak mudah.

”Ekosistem industri membutuhkan keterlibatan lintas kementerian dan lembaga serta sektor. Beberapa regulasi dan insentif yang saat ini belum mendukung juga perlu dibenahi,” kata Herman.

Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kasan Muhri mengatakan, program subsitusi impor penting untuk menjaga daya tahan ekspor produk industri manufaktur di tengah sulitnya mengakses bahan baku produksi. Kendati demikian, kebijakan itu tidak bisa digeneralisasi ke semua sektor.

Neraca Perdagangan Januari-Juli 2020 dari laman Badan Pusat Statistik

Neraca Perdagangan Januari-Juli 2020 dari laman Badan Pusat Statistik

Pemerintah lintas sektor dan pelaku industri perlu duduk bersama untuk memetakan kondisi dan kesiapan per sektor. ”Tidak bisa digeneralisasi, ada yang siap untuk membuat bahan baku lokal, tapi ada juga yang perlu persiapan,” ujar Kasan.

Di sisi lain, untuk menggenjot ekspor secara keseluruhan, komunikasi untuk membina hubungan dagang dengan negara mitra tetap dipertahankan selama pandemi. Menteri Perdagangan Agus Suparmanto mengatakan, di tengah tantangan perdagangan global ini, komunikasi dengan negara mitra dagang perlu diperkuat untuk menjaga hubungan dagang.

KOMPAS, RABU, 19082020 Halaman 10.

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Comments are closed.