JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah akan mengoptimalkan realisasi program Pemulihan Ekonomi Nasional yang sudah ada setelah ekonomi tumbuh minus 5,32 persen pada triwulan II-2020. Pemerintah juga diingatkan agar memanfaatkan peluang sektor industri yang tumbuh postif sekaligus menjaga sektor-sektor yang terkontraksi.
Ketua Pelaksana Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Erick Thohir mengatakan, pemerintah akan menyalurkan sejumlah program stimulus untuk memperkuat daya beli masyarakat. Agar penyaluran tepat, dibutuhkan waktu, data akurat, dan koordinasi dengan banyak pihak.
”Program PEN yang dilaksanakan oleh pemerintah cukup banyak, saling berkesinambungan, seperti bantuan sosial tunai, bantuan pangan nontunai, Program Keluarga Harapan, dan penyaluran kredit di sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM),” ujarnya melalui siaran pers, Kamis (6/8/2020).
Menurut Erick, yang juga Menteri Badan Usaha Milik Negara, pemerintah juga akan menyalurkan bantuan bagi pekerja yang terdampak pemutusan hubungan kerja melalui program Kartu Prakerja. Program ini sedang difinalisasi agar bisa dijalankan lagi oleh Kementerian Ketenagakerjaan pada September 2020.
Sasarannya adalah 13,8 juta pekerja non-pegawai negeri sipil dan non-BUMN yang aktif terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan dengan iuran di bawah Rp 150.000 per bulan. Artinya, sasarannya adalah pekerja dengan gaji di bawah Rp 5 juta per bulan.
”Nilai bantuan Rp 600.000 per bulan selama empat bulan. Penyaluran akan diberikan per dua bulan ke rekening masing-masing pekerja,” katanya.
Pemerintah juga akan menyalurkan bantuan bagi pekerja yang terdampak pemutusan hubungan kerja melalui program Kartu Prakerja. Program ini sedang difinalisasi agar bisa dijalankan lagi oleh Kementerian Ketenagakerjaan pada September 2020.
Baca juga: Pemerintah Janjikan Penguatan Konsumsi Rakyat

Selain program PEN, pemerintah juga bisa menggeliatkan program-program lain yang sudah ada untuk mengungkit konsumsi rumah tangga. Utamanya program-program yang mampu menyerap tenaga kerja dan meringankan beban masyarakat miskin.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengemukakan, pengembangan energi terbarukan bisa membantu pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi Covid-19. Caranya adalah dengan menggalakkan program pemasangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap di rumah tangga miskin yang selama ini menerima subsidi listrik. PLTS atap juga dapat menurunkan belanja subsidi listrik dalam jangka panjang.
Dalam kajian IESR, pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19 bisa dilakukan lewat Program Surya Nusantara yang merupakan program nasional. Program ini adalah pemasangan PLTS atap berkapasitas 1.000 megawatt peak (MWp) terhadap 500.000 rumah tangga penerima subsidi listrik.
Dengan demikian, setiap rumah mendapat kapasitas terpasang hingga 2.000 watt peak. Program ini bisa dimulai pada 2021 untuk mendukung capaian target nasional PLTS atap sebesar 6.500 MWp pada 2025.
“Program ini dapat menyerap tenaga kerja baru sebanyak 30.000 orang dan mampu menurunkan belanja subsidi listrik dalam jangka panjang,” ujar Fabby.
Baca juga: Sektor Energi Terbarukan Punya Peluang
Manfaatkan peluang
Pandemi Covid-19 sebenarnya membawa peluang pada sektor tertentu yang pertumbuhannya tetap positif sepanjang triwulan II-2020, seperti pertanian, informasi dan komunikasi, serta kesehatan. Strategi kebijakan pemerintah dinilai masih gagal menangkap peluang tersebut.
Dari sisi sektoral, hampir semua sumber pertumbuhan ekonomi turun signifikan. Sebanyak 10 dari 17 sektor usaha utama di Indonesia tumbuh negatif sepanjang April-Juni 2020, dengan sektor transportasi dan pergudangan serta akomodasi dan makan minum terkontraksi paling dalam.
Empat dari lima sektor yang berkontribusi paling besar ke produk domestik bruto (PDB) pun ikut tumbuh negatif, seperti industri, perdagangan, dan konstruksi. Di samping itu, ada beberapa sektor yang masih tumbuh positif, yaitu pertanian, informasi dan komunikasi, serta kesehatan.
Sektor pertanian, misalnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, sektor ini tumbuh 16,24 persen pada triwulan II-2020. Pertumbuhan sektor ini di tengah pandemi lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan II-2019 yang sebesar 13,77 persen.

Ekonom Bidang Pangan dan Energi senior Institute for Development on Economics and Finance (Indef) Rusli Abdullah mengatakan, pertanian tampil sebagai salah satu sektor yang tidak terkontraksi. Pertanian tetap tumbuh selama pandemi karena merupakan salah satu kebutuhan primer masyarakat.
Hal itu membuat sektor pertanian penting diselamatkan, baik dari segi penanganan kesehatan maupun ekonomi. Jika pasokan pangan terganggu, itu akan berdampak pada tingkat inflasi, daya beli masyarakat, dan semakin memukul perekonomian nasional.
Namun, lanjut Rusli, meski memainkan peran strategis, kesejahteraan petani masih tergerus. Hal itu terlihat dari sejumlah indikator, seperti nilai tukar petani (NTP) yang secara umum terus turun. Pada Januari 2020, NTP berada pada level 104,21, kemudian turun lagi menjadi 100,09 pada Juli 2020. NTP merupakan salah satu instrumen untuk mengukur tingkat kemampuan daya beli petani.
”Ini tidak adil, harga komoditas mereka turun, tapi kebutuhan meningkat. Padahal, inflasi turun pada April-Juni 2020, tapi indeks konsumsi rumah tangga petani meningkat. Ini menunjukkan, penurunan inflasi hanya dinikmati kelas menengah-atas, bukan petani,” ujarnya.
Meski memainkan peran strategis, kesejahteraan petani masih tergerus. Ini tidak adil, harga komoditas mereka turun, tapi kebutuhan meningkat.
Industri pengolahan
Sementara itu, kinerja industri pengolahan pada triwulan II-2020 tumbuh minus 6,19 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya. Wakil Ketua Umum Bidang Hubungan Internasional Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta Widjadja Kamdani memperkirakan, pemulihan industri pengolahan memiliki prospek yang positif. Akan tetapi, hal ini membutuhkan perbaikan tingkat konsumsi dalam negeri.
”Artinya, stimulus dan belanja pemerintah yang mendongkrak konsumsi mesti segera digulirkan pada masyarakat,” katanya.
Shinta memperkirakan, pada triwulan III-2020, industri di sektor primer dapat pulih dan bertahan, seperti makanan-minuman, obat-obatan, dan pengemasan. Sektor lainnya kemungkinan pulih pada triwulan-IV 2020 atau triwulan-I 2021, tergantung dari realisasi stimulus dan situasi perekonomian dunia.
Ketua Dewan Penasihat Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) Bayu Krisnamurthi mengatakan, komoditas perkebunan selalu menjadi salah satu penopang ekspor, baik sebelum maupun saat pandemi Covid-19 melanda. Namun di tengah pandemi, muncul sejumlah tantangan, seperti proteksi terhadap pasar di negara tujuan ekspor.
Baca juga: Hubungan Bisnis Jadi Senjata Ekspor Perkebunan di Tengah Kontraksi
Untuk itu, pelaku usaha dan industri bersama pemerintah mesti mencermati ekspor komoditas perkebunan yang masih berjalan. ”Selain itu, pelaku usaha dan industri nasional mesti memperkuat hubungan bisnis dengan importir karena mereka juga memiliki kepentingan untuk mempertahankan sumber pasokannya,” ujarnya.
KOMPAS, JUM’AT, 07082020 Halaman 9.