JAKARTA, KOMPAS — Tiang penyangga bisnis perbankan dinilai masih stabil meskipun industri ini diterpa kondisi perlambatan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Meski stabil, likuiditas bank masih berpotensi tergerus mengingat periode pemulihan ekonomi masih dilingkupi ketidakpastian.
Direktur Eksekutif Penelitian dan Pengaturan Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Anung Herlianto menjelaskan, per Mei 2020, total dana pihak ketiga (DPK) perbankan tetap tumbuh sebesar 8,87 persen kendati laju kredit hanya naik 3,04 persen dibandingkan dengan Mei 2019.
Indikator likuiditas perbankan lainnya, yakni rasio kecukupan likuiditas (LCR), masih sebesar 209,78 persen, jauh di atas batas bawah 100 persen yang ditetapkan oleh regulator.
”Kendati likuiditas masih memadai, kondisi pandemi saat ini cenderung akan menekan likuiditas seiring perlambatan ekonomi,” kata Anung dalam diskusi virtual bertema ”Peran Pemilik dalam Mendukung Kinerja Bank: Potret Modal dan Likuiditas di Era Normal Baru” di Jakarta, Kamis (9/7/2020).
Apabila pemulihan ekonomi belum stabil di saat tren restrukturisasi kredit jumbo masih berlangsung, Anung yakin, secara bertahap, likuiditas bank berpotensi tergerus. Kekuatan permodalan atau rasio kecukupan modal (CAR) menjadi penentu agar perbankan dapat tetap tumbuh sejalan rencana ekspansi.
Apabila pemulihan ekonomi belum stabil di saat tren restrukturisasi kredit jumbo masih berlangsung, secara bertahap, likuiditas bank berpotensi tergerus.
Hal ini menjadi fokus utama OJK sebagai regulator sekaligus pengawas perbankan dan bank sentral dalam menjaga stabilitas sistem keuangan, sekaligus memperkuat daya tahan bisnis perbankan dalam menghadapi perlambatan ekonomi maupun krisis.
”Tanpa permodalan dan komitmen pemilik bank yang kuat, kemampuan untuk menghadapi kondisi tekanan akan semakin sulit,” ujarnya.
Baca juga : Likuiditas di Era Normal Baru
Per Mei 2020, OJK mencatat, posisi CAR bank umum konvensional masih cukup aman di level 22,16 persen. Posisi ini meningkat dari bulan sebelumnya yang sebesar 22,08 persen. Namun, risiko kredit macet (NPL) sedang dalam tren meningkat. Pada April 2020, NPL perbankan gross sebesar 3,01 persen, naik cukup cepat dari Januari 2020 yang sebesar 2,59 persen.
Terkait permodalan, Direktur Utama PT Bank Bukopin Tbk Rivan Purwantono menuturkan, KB Kookmin Bank tidak hanya menyuntik modal ke Bukopin. Bank asal Korea Selatan itu juga akan mentransfer teknologi sehingga bisnis menjadi lebih efisien.
Rivan memastikan rencana KB Kookmin Bank menjadi pemegang saham pengendali tidak akan mengurangi atau mengubah target bisnis Bukopin. Bukopin masih fokus pada segmen usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia.
”Bisnis natural dari Kookmin Bank di negara asalnya juga mengembangkan segmen UMKM dengan porsi yang mendekati Bukopin, yaitu sekitar 57 persen,” katanya.
Kookmin Bank menjadi pemegang saham pengendali, tidak akan mengurangi atau mengubah target bisnis Bukopin. Bukopin masih fokus pada segmen UMKM di Indonesia.
Rivan menambahkan, seluruh cabang KB Kookmin Bank yang tersebar di 24 negara juga menggarap segmen kredit UMKM. Selain segmen mikro, Bukopin juga berencana meningkatkan segmen bisnis konsumen untuk pembiayaan perumahan.
Baca juga : ”Right Issue” Jadi Babak Baru Pemilikan Saham Bukopin
Kepemilikan asing
Anung berpendapat, kepemilikan asing pada perbankan nasional tidak serta-merta membuat penyaluran kredit diprioritaskan untuk debitor non-warga negara Indonesia. Regulasi di Indonesia tidak memungkinkan penyaluran kredit kepada warga negara asing.
Selain itu, investor asing akan cenderung menyetorkan dividen yang didapat untuk menambah permodalan bank ketimbang membawanya ke luar Indonesia.
”Kedua fakta ini mematahkan anggapan negatif terkait kepemilikan asing di perbankan, yakni pemberian kredit yang hanya menguntungkan pihak tertentu hingga dividen yang akan dibawa ke luar Indonesia,” ujarnya.
Baca juga : Restrukturisasi Kredit dan Likuiditas
Apa pun latar belakang pemilik modal, lanjut Anung, hal terpenting adalah pemilik mampu memberikan modal yang memadai untuk ekspansi bisnis perbankan. Apabila hal ini tidak terpenuhi, bank tidak akan bisa tumbuh.
Wakil Ketua Komisi XI DPR, Fathan Subchi, menilai, sejumlah perbankan nasional yang modalnya dimiliki asing seperti PT CIMB Niaga Tbk justru kinerjanya meningkat setelah proses akuisisi berlangsung. Baiknya kinerja itu terlihat dari fungsi intermediasi hingga bisnis syariah.
”Peran pemilik bank menjadi suatu hal yang penting. Jaga tata kelola dengan baik dan hindari penyimpangan moral,” katanya.
KOMPAS, JUM’AT, 10072020 Halaman 10.