Harga GAs Fujian Bisa Dinaikkan Lagi Pada 2018

JAKARTA – Harga gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) yang diekspor ke Fujian, Tiongkok masih bisa dinaikkan lagi. Sesuai kontrak, harga gas bisa  direnegosiasi lagi empat tahun setelahnya atau pada 2018.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik mengatakan, formula harga baru untuk LNG yang diekspor ke Fujian, Tiongkok, berlaku mulai 1 Juli ini hingga 2034 nanti. Namun, Indonesia masih memiliki kesempatan untuk menaikkan kembali harga LNG ini pada 2018 nanti.
“Harga yang sekarang ini, pada 2018 ada kesempatan untuk renegosiasi. Tentu dikomando oleh Menteri ESDM yang menjabat nanti,” kata dia dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (1/7).
Dalam kesepakatan yang baru tersebut, tutur dia, formula harga yang ditetapkan hanya sampai 2017 nanti. Secara umum, formula harga gas yang dipakai adalah slope (kemiringan) dikalikan harga minyak mentah sesuai Japan Crude Cocktail (JCC) ditambah konstanta dan berlaku di pelabuhan asal (free on board/FOB). Sesuai formula ini, JCC tidak lagi dipatok pada angka tertentu.
Untuk tahun ini, formula harga LNG ke Fujian yakni 0,065 JCC ditambah 1,65. “Sehingga, kalau harga JCC US$ 110 per barel, harga gas Fujian adalah US$ 8,65 per juta british thermal unit (mmbtu),” ujar dia. Selanjutnya pada 2015, formula yang digunakan yakni 0,09 JCC ditambah 1,3 sehingga harga gas menjadi US$ 10,3/mmbtu dengan harga JCC US$ 100/barel dan US$ 11,2/mmbtu pada JCC US$ 110/barel.
Pada 2016, formulanya 0,105 JCC ditambah 1,5 sehingga harga gas menjadi  US$ 12/mmbtu ketika JCC US$ 100/barel dan US$ 13,5/mmbtu dengan JCC US$ 110/barel. Terakhir pada 2017, formula harga yang dipakai adalah 0,11 JCC ditambah 2,3 di mana harga gas menjadi US$ 13,3/mmbtu (JCC US$ 100/barel) dan US$ 14,4/mmbtu (JCC US$ 110/barel).
Dengan formula harga yang baru ini, Wacik menambahkan, penerimaan negara dari penjualan gas ke Fujian naik menjadi US$ 20,9 miliar sampai 2034 dari sebelumnya US$ 5,2 miliar. Sementara rerata harga gas yang diekspor ke ujian bakal mencapai US$ 12,8/mmbtu.
“Feeling saya akan lebih besar lagi (rata-rata harganya) karena 2018 nanti pasti direnegosiasi lagi,” kata dia. Deputi Pengendalian Komersial Satuan Kerja  Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Widhyawan Prawiraatmadja menambahkan, slope (kemiringan) berubah setiap tahun karena pihak Tiongkok meminta kenaikan harga dilakukan secara bertahap. Sementara, formula hanya disusun sampai 2017 karena pada 2018 bisa jadi bakal berubah.
“Untuk 2018, sama dengan harga 2017 dan seterusnya. Tetapi kan ada price review lagi nanti, bisa naik bisa turun nanti. Kalau harga pasarnya di bawah, dia (Tiongkok) bisa minta turun,” jelas dia. Sesuai kontrak, harga gas ke Fujian bisa direnegosiasi setiap empat tahun sekali. Renegosiasi, tutur Widhyawan, bisa diajukan kedua pihak. Kalau harga pasar tinggi, Indonesia bakal minta  kenaikan harga. Namun, kalau harga pasar turun, Tiongkok bisa minta penurunan harga.
Renegosiasi
Wacik melanjutkan, keberhasilan renegosiasi kontrak jual beli dengan Tiongkok akan menjadi pemicu untuk merenegosiasi kontrak lainnya. Pasalnya, negosiasi dengan Tiongkok merupakah negosiasi tersulit. “Tim kami sudah kerja untuk negosiasi dengan Korea Selatan. Semoga dalam waktu dekat ini bisa kami umumkan,” kata dia.
Menurut Widhyawan, kontrak ekspor LNG ke Korea Selatan dari Kilang  Tangguh, Papua yakni untuk K-Power dan POSCO masing-masing 0,5 juta ton per tahun atau 8 kargo per tahun. Namun, tidak seperti dengan Tiongkok, kontrak dengan Korea Selatan tidak menyebutkan adanya renegosiasi harga.
“Nanti bagaimana caranya supaya bisa (renegosiasi). Kita bilang saja Fujian  sudah naik, masa (dengan Korea Selatan) tidak boleh,” ujar dia. (ayu)
Sumber: Investor Daily. 02 Juli 2014. hal: 9

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Leave a Comment