RUU CIPTA KERJA: Wapres: Formula Tepat Perizinan Daerah Terkait Investasi Dicari Bersama

JAKARTA, KOMPAS — Wakil Presiden Ma’ruf Amin menegaskan, pemerintah pusat dengan pemerintah daerah akan bersama-sama mencari formula yang tepat perihal konten perizinan di Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja. Prinsipnya, pemerintah daerah tetap memiliki otonomi daerah, tetapi jangan sampai hal itu menghambat usaha menciptakan lapangan kerja.

”Intinya tidak akan mengurangi otonomi daerah. Yang harus kita selesaikan, jangan sampai kewenangan itu menghambat kepentingan nasional dalam rangka menciptakan lapangan kerja. Ini yang harus ada solusinya. Ketika menghambat, solusinya seperti apa. Ini yang sedang kami carikan formulanya,” tutur Wapres Amin seusai menerima audiensi Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia di Kantor Wapres di Jakarta, Jumat (13/3/2020).

Dalam pertemuan itu, Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia (Adkasi) menyatakan mendukung Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja yang salah satu semangatnya menyederhanakan perizinan investasi. Meskipun demikian, asosiasi menolak pengurangan perizinan di daerah.

Ndak bisa (izin-izin di daerah dikurangi),” kata Ketua Umum Adkasi Lukman Said menjawab pertanyaan Kompas seusai audiensi.

Baca juga : Implikasi Regulasi Cipta Kerja, Pemda Bisa Lepas Tangan

Dari sisi pemangku kepentingan daerah, Lukman berharap agar RUU Cipta Kerja secara prinsip tidak mengambil alih otonomi daerah. Untuk itu, Adkasi dalam waktu dekat akan memberikan masukan tertulis kepada pemerintah pusat secara rinci.

Saat ditanya perizinan daerah apa saja yang ingin dipertahankan Adkasi, Lukman memberi empat contoh. Pertama adalah izin mengenai lingkungan hidup. ”Bagaimana caranya tidak ada izin lingkungan? Ada izin saja perusahaan semakin menjadi-jadi membuang limbah (sembarangan),” kata Lukman.

Kedua adalah terkait hak pengusahaan hutan (HPH) yang penerbitan izinnya berada di pemerintah pusat. Lukman menyatakan agar rekomendasi bupati sebelum pengusaha mendapatkan izin HPH dari pemerinsah pusat tetap dipertahankan. ”Ndak bisa dihapuskan. Itu mengurangi kekuasaan otonomi,” kata Lukman.

Baca juga : Persetujuan Lingkungan dalam ”Omnibus Law” RUU Cipta Kerja

Ketiga adalah terkait rekomendasi galian C yang sebelumnya di pemerintah kabupaten lantas ditarik ke atas menjadi kewenangan pemerintah provinsi. Adkasi meminta kewenangan itu dikembalikan lagi ke kabupaten. Kabupaten Kutai Kartanegara (Kalimantan Timur), sebagaimana dicontohkan, mengalami penurunan anggaran daerah, dari sebelumnya Rp 7 triliun menjadi Rp 3 triliun.

Keempat adalah berkaitan dengan peremajaan perkebunan kelapa sawit. Ketentuan selama ini, menurut Lukman, mewajibkan pengusaha untuk meminta rekomendasi bupati setiap kali akan melakukan peremajaan. Ia minta ketentuan ini juga dipertahankan.

”Asosiasi DPRD Kabupaten seluruh Indonesia akan memberikan masukan kepada negara sebelum disahkan DPR RI tentang kelemahan dan kekurangan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja. Namun, pada prinsipnya kami mendukung,” kata Lukman.

Ketua Dewan Pakar Adkasi, Rokhmin Dahuri, menambahkan, Adkasi mendukung semangat pemerintah memperbaiki iklim investasi agar investasi masuk sehingga lapangan kerja bagi masyarakat tercipta. Hal ini akan disinkronkan dengan kepentingan daerah dan kepentingan masyarakat.

”Yang pasti DPRD kabupaten seluruh Indonesia sepakat dengan semangat pemerintah untuk mempermudah dan membuat kondusif iklim investasi dan kemudahaan berbisnis. Cuma titik optimalnya harus dicari antara kemudahaan berbisnis, iklim investasi, kepentingan daerah, dan kepentingan buruh. Namun, kami pastikan itu akan ada titik temu,” tutur Rokhmin.

KOMPAS, Jumat, 14032020 Hal. 3.

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Comments are closed.