LEGISLASI: Kelanjutan Omnibus Jadi Perhatian Elite

JAKARTA, KOMPAS – Kendati kelanjutan proses politik Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja dengan metode omnibus law masih belum dapat dipastikan setelah mengalami penundaan karena DPR memasuki masa reses, pertemuan antarpimpinan partai politik terus berlangsung. Selain membahas omnibus law, pertemuan tersebut juga menjajaki kerja sama Pilkada 2020 sebagai salah satu medium komunikasi antarpartai.

Dalam tiga pekan terakhir, sejauh ini telah berlangsung empat pertemuan pimpinan parpol, yakni antara Golkar dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Golkar dan Partai Demokrat, Golkar dan Nasdem, serta Nasdem dan Partai Amanat Nasional (PAN). Perkembangan terbaru, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan menemui Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh, Selasa (10/3/2020), di Kantor DPP Nasdem, di Jakarta.

Dalam pertemuan itu dibahas tak hanya omnibus law, tetapi juga sejumlah isu, antara lain RUU Pemilu dan kemungkinan kerja sama Pilkada 2020. Dari PAN hadir antara lain Ketua Majelis Penasihat Partai Hatta Rajasa, Wakil Ketua Umum Viva Yoga, Sekretaris Jenderal Eddy Soeparno, dan Ketua Dewan Pimpinan Pusat Yandri Susanto. Adapun dari Nasdem, selain Surya Paloh, juga hadir Ketua DPP Partai Nasdem Willy Aditya.

Setelah pertemuan, Surya berharap proses pembahasan omnibus law dapat dikebut. Menurut dia, bola sekarang ada di tangan DPR. ”Sekarang tergantung pimpinan DPR agar segera memusyawarahkannya sesuai proses dan mekanisme Dewan. Harapan saya, ini bisa berjalan secara lebih cepat,” tuturnya.

Baca juga: Metode “Omnibus Law” Mengandung Kelemahan

Apalagi, tambah Surya, saat ini pemerintah menghadapi sejumlah pekerjaan rumah untuk membangun perekonomian nasional yang masih terhambat sejumlah aturan.

”Bagi saya dan Nasdem, ini adalah upaya yang amat sangat diharapkan bisa mempercepat progres pembangunan nasional yang dihadapkan pada rintangan berbagai kebijakan,” ujar Surya.

Menurut Zulkifli, prinsipnya, PAN sepakat, regulasi sapu jagat itu disusun pemerintah guna memangkas rantai panjang birokrasi sehingga investasi bisa lebih cepat. Namun, pemerintah dan DPR diharapkan tak menghilangkan kewenangan-kewenangan yang biasa dipegang sejumlah kementerian dan lembaga.

”Tentu kami setuju (omnibus law), tetapi dengan catatan tak menghilangkan substansi kewenangan masing-masing (kementerian dan lembaga). Tentu substansi tidak bisa dipotong, tetapi yang diperpendek adalah birokrasi menjadi singkat dan cepat,” kata Zulkifli.

Baca juga: Konsolidasi Sikapi Omnibus

Terkait omnibus law, Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto mengatakan, sebagai partai pengusung Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin, partainya telah membentuk tim khusus untuk mendalami omnibus law sehingga dapat memahami substansi RUU tersebut.

”Partai membuka diri terhadap dialog, karena banyak yang sebenarnya menerima informasi tidak tepat atas RUU itu sehingga ada kepentingan-kepentingan politik yang menunggangi pembahasan omnibus law,” kata Hasto.

Efek elektoral
Menanggapi langkah para elite parpol saat ini, Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Firman Noor mengatakan, naluri para politisi saat ini tengah berjalan.

Di tengah langkah-langkah itu, kata Firman, mereka sebenarnya masih menunggu dan mengamati respons publik sebelum mengambil sikap atau tindakan apa pun terkait rancangan regulasi tersebut. ”Sebab, isu ini bisa menjadi bola panas dan menimbulkan efek karena kekuatan buruh dalam politik juga bukan elemen yang bisa dinafikan begitu saja,” katanya.

Perkembangan omnibus law sendiri kini bergantung pada putusan politik di DPR. Beberapa partai, tambah Firman, mulai menghitung segala kemungkinan pembahasan RUU Cipta Kerja. ”Efeknya besar sekali karena dampaknya ke raihan elektoral,” kata Firman.

KOMPAS, Rabu, 11032020 Hal. 3.

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Comments are closed.