PEREKONOMIAN: Manfaatkan Momentum

JAKARTA, KOMPAS — Pertumbuhan ekonomi global yang sedang merosot bisa dimanfaatkan sebagai momentum untuk membenahi kondisi di dalam negeri. Dengan cara itu, pada saat kondisi dunia mulai membaik, perekonomian Indonesia bisa melaju kencang.

Perbaikan mengacu antara lain pada potensi di dalam negeri serta peluang memperluas kerja sama perdagangan dan investasi dengan negara lain.

Menurut Laporan Bank Dunia mengenai Kemudahan Berusaha 2020, Indonesia ada di peringkat ke-73 dari 190 negara dengan skor 69,6. Adapun Indeks Daya Saing 2019 yang dirilis Forum Ekonomi Dunia menempatkan Indonesia pada peringkat ke-50 dari 141 negara. Sementara Indeks Performa Logistik Indonesia 2018 di peringkat ke-46.

Target Indonesia tahun ini, di antaranya, realisasi investasi Rp 866 triliun dan pertumbuhan ekonomi 5,3 persen.

Direktur Eksekutif Core Indonesia Mohammad Faisal di Jakarta, Sabtu (7/3/2020), mengatakan, hal pertama yang perlu dilakukan pemerintah adalah memetakan potensi investasi berdasarkan sektor industri serta kemampuan dan peluang di daerah. Pemerintah mesti bergerak cepat karena sejumlah perusahaan dari China mulai berpikir merelokasi bisnis, sebagai dampak dari Covid-19 terhadap perekonomian ”Negeri Tirai Bambu” itu.

Berdasarkan pemetaan itu, stimulus pemerintah bisa lebih selektif sehingga tidak membebani keuangan negara. Peningkatan daya tarik dan daya saing juga bisa lebih terarah.

”Jangan menyandingkan Indonesia sebagai satu negara melawan negara pesaing lain. Sebab, satu daerah tertentu di Indonesia bisa jadi lebih kompetitif dibandingkan dengan Vietnam atau Kamboja, misalnya,” kata Faisal.

Faisal mengingatkan, iklim investasi ditentukan kebijakan dan birokrasi pemerintah daerah ataupun kondisi geografis dan infrastruktur di daerah.

Agar dampak bergandanya lebih besar, kata Faisal, investasi yang akan masuk ke Indonesia lebih baik diarahkan ke sektor manufaktur berorientasi ekspor dan menyerap lebih banyak tenaga kerja. Beberapa sektor industri yang produknya berdaya saing untuk dipasarkan ke luar negeri antara lain industri perikanan dan agro yang bahan bakunya tersedia di dalam negeri.

Menurut dia, stimulus yang paling menarik bagi investor terkait kelancaran sistem logistik, produktivitas tenaga kerja, dan pasokan energi untuk industri manufaktur.

 

Secara terpisah, peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Andry Satrio, menyampaikan, upaya menarik investasi akan lebih baik jika industri di Indonesia terkoneksi dengan negara-negara lain melalui rantai pasok global.

Andry mencontohkan industri otomotif China yang masuk ke Malaysia. Alasannya, keterikatan industri di Malaysia dengan industri di negara-negara lain jauh lebih besar.

Regulasi
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, di Jakarta, Sabtu, mengatakan, realisasi investasi pada triwulan I-2020 diperkirakan masih bisa tumbuh 6-7 persen secara tahunan. Realisasi investasi itu ditopang investasi dari Jepang, Korea Selatan, dan Singapura.

Menurut dia, beberapa perusahaan dari China sudah menghubungi BKPM terkait kemungkinan memindahkan bisnis ke Indonesia.

Pertumbuhan realisasi investasi juga didongkrak penanaman modal dalam negeri yang diprediksi tumbuh 6-10 persen secara tahunan. Menurut Bahlil, peningkatan investasi ini akibat pemangkasan regulasi.

Namun, Wakil Ketua Umum Bidang Hubungan Internasional Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta Widjadja Kamdani menyatakan, pengurusan izin ataupun rekomendasi perizinan masih lambat. Akibatnya, realisasi investasi tersendat.

”Masih ada ketidakpastian waktu dalam proses birokrasi perizinan. Kendala memulai operasi usaha biasanya disebabkan izin lahan, izin bangunan, izin infrastruktur usaha, izin impor barang modal, bahkan impor bahan baku,” katanya, Jumat (6/3/2020).

Baca juga: Bendung Covid-19, Orkestrasi Lembaga Keuangan Jaga Roda Ekonomi

Sementara, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani berpendapat, kemudahan perizinan masih disorot dalam upaya merealisasikan investasi. Ada sejumlah hal yang membuat perizinan berusaha tak mudah, antara lain ketidaksinkronan izin di tingkat pusat dan daerah.

Sejak 2018, pemerintah menerapkan sistem perizinan tunggal secara dalam jaringan (online single submission/OSS) yang kini berpusat di BKPM.

Namun, menurut Shinta, penerapannya belum sesuai harapan.

KOMPAS, Senin, 09032020 Hal. 13.

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Comments are closed.