RUU CIPTA KERJA: KLHK Klaim Prinsip Lingkungan Tetap Ditegakkan dalam RUU Cipta Kerja

YOGYAKARTA, KOMPAS — Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengklaim prinsip lingkungan tetap ditegakkan dalam Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja atau yang lebih dikenal dengan omnibus law. Pengawasan dijanjikan bakal lebih ditingkatkan. Caranya dengan membentuk tim khusus yang memastikan standar keramahan lingkungan dipenuhi pelaku usaha.

Hal itu disampaikan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar di sela-sela Rapat Kerja Nasional Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) 2020 di Yogyakarta, Jumat (28/2/2020).

”Kalau kita lihat UUD (Undang-Undang Dasar) 1945, itu meletakkan syarat yang sangat jelas. Bumi dan seisinya adalah kekayaan alam Indonesia yang digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang harus dikelola secara lestari dan berkelanjutan. Jadi, sudah ada rumusnya, yaitu lestari dan berkelanjutan,” tegas Siti.

Baca juga : ”Omnibus Law” Berperspektif Antikorupsi

Siti menampik, analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) bagi pelaku usaha dihapuskan. Ia menjelaskan, amdal tetap ada, khususnya bagi sektor usaha yang berisiko tinggi. Hanya saja, bagi sektor usaha dengan risiko rendah hingga menengah, amdal sudah disatukan perizinannya dalam bentuk perizinan usaha. Terdapat suatu standar khusus guna mengendalikan dampak lingkungan dalam perizinan berusaha.

Kalau kita lihat UUD 1945, itu meletakkan syarat yang sangat jelas. Bumi dan seisinya adalah kekayaan alam Indonesia yang digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang harus dikelola secara lestari dan berkelanjutan.

”Beban standar itu disiapkan oleh pemerintah. Dengan demikian, standar ini punya kekuatan untuk enforcement. Jika tidak sesuai standar, pelaku usaha bisa terkena ancaman hukum. Oleh karena itu, saya menekankan kepada daerah agar menyesuaikan kelembagaan. Nanti kami akan punya lembaga pengendaliannya,” tutur Siti.

Siti mengakui, apa yang tertuang dalam RUU Cipta Kerja belum cukup jelas. Masih ada banyak hal yang perlu dirincikan dengan peraturan pemerintah. Itu semua perlu disiapkan sebaik mungkin agar prinsip lingkungan benar-benar dapat diterapkan.

Baca juga : Badan Keahlian DPR Kaji RUU Cipta Kerja Sebelum Masuk Pembahasan

Menurut Siti, pengawasan juga akan diperketat. Pihaknya telah menyampaikan kepada pemerintah daerah untuk membuat pengawasan berjenjang. Sistem kerja pengawasan itu akan diperbaiki lagi demi menunjukkan keseriusan dalam penegakan hukum atas pelanggaran lingkungan.

”Kami sedang menyiapkannya dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi,” kata Siti.

Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bambang Hendroyono mengungkapkan, pengawasan izin usaha nantinya akan menggunakan pengawas profesional bersertifikat ahli. Para ahli dikerahkan guna membantu proses penegakan hukum.

Kepastian hukum terhadap pelanggaran lingkungan oleh pelaku usaha juga lebih jelas. Bambang mengatakan, dalam perizinan berusaha telah tertuang, apabila dilakukan pelanggaran, pemerintah berhak langsung mencabut izin usahanya. Sebelumnya, sanksi terhadap pelanggaran sekadar rekomendasi bagi pelaku usaha untuk melengkapi atau memperbaiki perlengkapan yang dianggap melanggar prinsip lingkungan.

Kepatuhan

Menurut laporan Direktorat Jenderal Penegakan Hukum KLHK, sepanjang 2015-2019 ada 4.116 pengaduan terkait pelanggaran lingkungan ditangani. Dalam kurun waktu yang sama, juga terdapat 5.091 pengawasan izin. Lalu, jumlah sanksi administratif yang dikeluarkan sebanyak 1.221 sanksi. Tahun 2019 merupakan tahun terbanyak dikeluarkannya sanksi administratif, yakni 659 sanksi.

”Selama lima tahun ini sudah banyak yang kami lakukan. Namun, kami masih melihat banyak usaha dan kegiatan yang belum dapat kami awasi,” kata Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani.

Rasio menyampaikan, pihaknya terus mengupayakan terbangunnya budaya kepatuhan di bidang lingkungan hidup. Salah satu caranya dengan meningkatkan kapasitas pemerintah daerah untuk menindak perusahaan yang tidak patuh ataupun merusak lingkungan. Selama ini, komitmen daerah terhadap pemberantasan ketidakpatuhan terkait peraturan lingkungan dinilai masih rendah.

”Kami perlu mendorong agar langkah-langkah pengawasan atau pemberian sanksi terhadap pihak-pihak yang tidak patuh ini jauh lebih optimal lagi. Dengan begitu, kita akan menimbulkan budaya kepatuhan dan efek jera bagi pelaku perusakan lingkungan hidup, juga membangun budaya kepatuhan bagi korporasi,” tegas Rasio.

KOMPAS, 29022020 Hal. 9.

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Comments are closed.