JAKARTA, KOMPAS – Di tengah gelombang kritik dan protes dari berbagai pihak, pemerintah meminta Dewan Perwakilan Rakyat tancap gas membahas Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja sesuai target tenggat 100 hari kerja. Pemerintah ingin mengebut pembahasan RUU sapu jagat itu dengan memanfaatkan momentum kondisi perekonomian global yang saat ini sedang terkena dampak wabah virus korona baru atau Covid-19.
Sampai saat ini, tindak lanjut pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja di parlemen memang belum berjalan. Padahal sudah lewat dari dua pekan sejak draf dan naskah akademik regulasi sapu jagat itu diserahkan pemerintah ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
DPR sendiri memastikan pembahasan RUU Cipta Kerja baru bisa dilakukan pada masa sidang DPR berikutnya, yakni setelah 23 Maret 2020. Pemerintah berharap RUU Cipta Kerja ini kelar pada Mei 2020.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (26/2/2020) mengatakan, pembahasan RUU Cipta Kerja bertepatan dengan momentum ketika perekonomian dunia yang mulai memulih pasca perang dagang Amerika Serikat-China kembali goyah akibat wabah Covid-19.
Rantai dagang global saat ini sedang terganggu karena dampak virus itu yang menggoyang China sebagai pemegang posisi kuat pada rantai ekonomi global. Akibat Covid-19, sejumlah investasi yang ditanam di China saat ini berpotensi dialihkan ke negara-negara lain yang belum terdeteksi terdampak virus itu.
“Indonesia dapat mengambil momentum itu jika regulasi investasi dan iklim kemudahan berusahanya dibuat lebih kondusif,” ujarnya.
Indonesia dapat mengambil momentum itu jika regulasi investasi dan iklim kemudahan berusahanya dibuat lebih kondusif.
Oleh karena itu, Airlangga meminta DPR segera cepat memproses RUU Cipta Kerja dan memulai pembahasan. Target dari pemerintah, RUU itu selesai dalam waktu 100 hari kerja atau tiga bulan.
“Indonesia punya momentum besar. Dengan virus korona, rantai dagang tergganggu, sehingga mereka yang punya kapasitas, ordernya sekarang naik. Momentum ini yang harus kita ambil, jangan sampai hilang. Ibaratnya kapal sudah mau jalan, kalau tidak ikut, ya kita ditinggal,” katanya.
Airlangga mengatakan, selama ini, proses menanamkan modal di Indonesia lebih rumit dan panjang dibandingkan sejumlah negara tetangga. Penyederhanaan regulasi serta pemberian insentif melalui RUU Cipta Kerja dan RUU Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian pun dibutuhkan untuk menarik lebih banyak investasi.
“Kalau investor sabar, dia lanjut. Kalau tidak sabar, ibaratnya tetangga sebelah juga buka toko, dia langsung pindah. Ini yang harus kita jaga, apalagi jika kita dibandingkan dengan Vietnam yang peraturannya gampang. Istilahnya, tinggal sewa truk, berangkat, pindah usaha, ekspor. Kalau di Indonesia, prosesnya selama ini lebih rumit,” ujarnya.
Baca juga : Dilema RUU Cipta Kerja
Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono meminta DPR untuk memenuhi target kerja pembahasan dengan cepat. “Kami sangat menghormati mekanisme di DPR. Ada juga masukan yang meminta agar jangan buru-buru karena nanti bisa ambyar. Tetapi, kalau boleh, RUU ini diselesaikan secara cepat, karena kondisi global saat ini sudah kritis sekali,” ujarnya.
Ada juga masukan yang meminta agar jangan buru-buru karena nanti bisa ambyar. Tetapi, kalau boleh, RUU ini diselesaikan secara cepat.
Banyak persoalan
Sementara itu, di tengah mepetnya tenggat waktu, RUU Cipta Kerja masih menyimpang banyak persoalan. Sejumlah pasal problematik ditemukan di beberapa kluster isu, salah satu yang paling kentara adalah isu ketenagakerjaan.
RUU Cipta Kerja yang seharusnya menyeimbangkan antara kepentingan buruh dan pengusaha, justru condong pada kepentingan pengusaha. RUU itu dinilai mengabaikan hak dan perlindungan pekerja.
Baca juga: Risiko PHK Meningkat, Pekerja Sebaiknya Cari Tahu Hak-haknya
Selain isu ketenagakerjaan, RUU Cipta Kerja juga dinilai mengancam keberlangsungan lingkungan karena adanya pemangkasan dan penyederhanaan perizinan investasi. Pelaku usaha yang ingin menanamkan modal di Indonesia mendapat kelonggaran dan kemudahan terkait kewajiban mendapat izin lingkungan.
Dari segi politik dan pemerintahan, RUU tersebut juga dinilai bertentangan dengan semangat desentralisasi dan otonomi daerah karena perizinan yang ditarik dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat.
Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Said Iqbal mengatakan, peningkatan investasi harus seiring dengan perlindungan terhadap buruh. Persoalannya, RUU Cipta Kerja memangkas sejumlah aspek dan hak yang selama ini melindungi buruh, baik daya beli maupun daya tawarnya dalam pola hubungan industrial.
“Investasi besar-besaran tanpa perlindungan pekerja itu tidak boleh sampai terjadi karena akan memunculkan keresahan sosial,” katanya.
Investasi besar-besaran tanpa perlindungan pekerja itu tidak boleh sampai terjadi karena akan memunculkan keresahan sosial.
Said Iqbal berharap, dalam proses pembahasan oleh DPR dan pemerintah, masukan buruh bisa ditampung dan benar-benar dilibatkan secara substantif. Para buruh punya beberapa catatan yang siap diskusikan bersama pemerintah dan pengusaha, asalkan prosesnya tidak lagi diam-diam.
“Kalau tujuannya untuk sesuatu yang baik, pembahasan pasti terbuka. Hanya orang takut yang membahas dengan diam-diam,” kata Said.
Baca juga : Buruh Siapkan RUU Cipta Kerja Tandingan
Sosialisasi dulu
Target penyelesaian 100 hari yang diinginkan Presiden Joko Widodo belum bisa dijawab dengan pasti oleh pimpinan DPR. Ketua DPR Puan Maharani, mengatakan, DPR pada dasarnya tidak berniat memperlambat pembahasan RUU Cipta Kerja.
Namun, DPR tidak ingin timbul kegaduhan dengan proses yang dilakukan terburu-buru tanpa sosialisasi dan diskusi terbuka. Ini bukan masalah berapa lama waktunya cepat atau lambatnya pembahasan.
“Kalau bisa cepat buat apa dibuat lama. Tetapi, yang pasti niatnya itu kan harus bermanfaat untuk iklim investasi, ekonomi, masyarakat. Jadi, jangan sampai timbul kegaduhan karena ada prasangka. Kita mau terbuka, mau sosialisasi, dan mau sampaikan bahwa ini untuk rakyat,” kata Puan.
Jangan sampai timbul kegaduhan karena ada prasangka. Kita mau terbuka, mau sosialisasi, dan mau sampaikan bahwa ini untuk rakyat.
Menurut Puan, dengan proses yang saat ini masih menggantung, pemerintah dan DPR berkesempatan untuk menyosialisasikan rancangan legislasi itu terlebih dahulu ke publik. Tujuannya agar publik mengetahui niat pembentukan RUU itu dan dapat menyimak pasal-pasal di dalamnya, sehingga, kalau sudah masuk pembahasan di DPR, tidak menimbulkan kegaduhan atau kecurigaan yang muncul dari masyarakat.
“Sekarang kita kasih kesempatan dulu kepada masyarakat untuk melihat dan mencermati draf RUU,” kata dia.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR Aziz Syamsuddin mengatakan, DPR hanya memiliki waktu satu hari yang tersisa sebelum masa reses, 28 Februari 2020. Karena itu, kecil kemungkinan proses politik pembahasan RUU Cipta Kerja itu bisa dilakukan pada masa sidang kedua tahun ini.
“Saya sebagai Wakil Ketua DPR dari Golkar sudah menyampaikan untuk segera dibawa ke paripurna, tetapi kan pimpinan lain masih belum menyepakati, masih menunggu. Jadi, ya sudah, dilanjutkan masa sidang besok setelah 23 Maret,” kata Aziz.
Sejumlah pihak menyuarakan agar draf RUU Cipta Kerja dikembalikan dari DPR kepada pemerintah untuk dirapikan dan diharmonisasi ulang. Namun, menurut Aziz, hal itu tidak dapat dilakukan saat ini, karena untuk memutuskan hal itu perlu ada serangkaian rapat yang panjang di DPR.
“Kalau menurut saya, tidak usah dikembalikan, dibahas saja di dalam pembahasan dengan DPR. Nanti bisa kita ubah di dalam pembahasan, agar tidak menghabiskan waktu juga,” kata Aziz.
KOMPAS, 27022020 Hal. 14.