JAKARTA, KOMPAS – Perbaikan dan penyempurnaan substansi Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja yang segera dibahas di Parlemen memerlukan masukan dan pendapat masyarakat. Karena itu, ruang kebebasan berpendapat—termasuk kritik untuk perbaikan dan penyempurnaan RUU agar bisa diterima semua pihak—sangat diperlukan,
Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Amiruddin saat dihubungi pada Minggu (23/2/2020) di Jakarta mengatakan, di alam demokrasi dewasa ini, perbedaan pendapat atau pandangan terhadap suatu masalah dalam sebuah RUU pasti terjadi. Apalagi terkait RUU omnibus law, yang tak hanya kompleks isinya, tetapi juga relatif singkat dan cenderung tertutup dalam penyiapan naskah rancangannya.
Pernyataan itu disampaikan Amiruddin terkait adanya laporan dugaan pembubaran diskusi RUU Cipta Kerja oleh oknum polisi yang diselenggarakan sebuah kelompok masyarakat beberapa waktu lalu di Jakarta. ”Ini, kan, masih RUU yang masih berproses di DPR. Karena itu, dibutuhkan banyak pandangan, masukan, serta aksi dan reaksi di tengah masyarakat sebelum jadi UU,” kata Amiruddin.
”Ini, kan, masih RUU yang masih berproses di DPR. Karena itu, dibutuhkan banyak pandangan, masukan, serta aksi dan reaksi di tengah masyarakat sebelum jadi UU”
Deputi Direktur Riset Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Wahyudi Djafar menambahkan, kebebasan berpendapat ataupun berekspresi, baik dalam jaringan maupun luar jaringan, beberapa waktu terakhir, menurun. ”Bahwa pemerintah punya agenda untuk mencapai visi dan misinya, itu satu hal. Akan tetapi, di sisi lain, kita punya jaminan HAM dalam konteks berpendapat,” kata Wahyudi.
Terkait dengan dugaan pembubaran diskusi oleh oknum polisi, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Argo Yuwono mengatakan, pihaknya akan mengecek terlebih dahulu terkait laporan adanya intimidasi terhadap diskusi RUU Cipta Kerja tersebut.
Bisa uji materi
Direktur Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (Puskapsi) Universitas Jember Bayu Dwi Anggono mengatakan, selain soal substansi RUU Cipta Kerja, seharusnya keterbukaan dalam penyusunan perundang-undangan sudah dikedepankan sejak aturan itu akan disusun. ”Jadi, bukan hanya saat draf diserahkan ke DPR untuk dibahas,” ujarnya.
“Seharusnya keterbukaan dalam penyusunan perundang-undangan sudah dikedepankan sejak aturan itu akan disusun.”
Seperti diamanatkan Pasal 88 Ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, kata Bayu, kewajiban penyebarluasan naskah akademik dan draf RUU dilakukan sejak penyusunan Program Legislasi Nasional, penyusunan RUU, pembahasan RUU, hingga pengundangan.
Ayat berikutnya, dinyatakan, diperlukan penyebarluasan untuk memberi informasi dan mendapat masukan publik serta pemangku kepentingan.
KOMPAS, 24022020 Hal. 4.