JAKARTA, KOMPAS – Kementerian Komunikasi dan Informatika menilai tak perlu terminologi doxing di Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi. Sebab, aturan mengenai pembongkaran dan penyebaran data pribadi telah diatur di Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.
“Tak perlu berbicara doxing. Terminologi, kan, bisa banyak macam. Tetapi, apakah itu ada pengungkapan (data pribadi) dan pelaku tidak punya hak atau tidak ada legal basisnya. Dia bisa kena UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik),” ujar Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan di Jakarta, Selasa (18/2/2020).
Baca juga: “Doxing” secara Terstruktur Terjadi
Meski demikian, Semuel tak memungkiri akan mendetailkan penegakan hukum terkait perlindungan data pribadi itu di RUU Perlindungan Data Pribadi. Pada prinsipnya, menurut dia, barang siapa yang memperoleh data orang lain secara tak sah kelak bisa dikenai UU ITE dan UU Perlindungan Data Pribadi.
“Nanti diatur lagi lebih jelas. Hak pemilik data harus dilindungi,” kata Semuel.
Sebelumnya, Kementerian Kominfo menyerahkan draf final RUU Perlindungan Data Pribadi kepada DPR pada 24 Januari 2020. Draf final itu terdiri dari 15 bab dengan 72 pasal. Pemerintah fokus pada dua hal, yakni data pribadi bersifat umum dan data pribadi bersifat spesifik.
Semuel menjelaskan, di era digital, aturan terkait perlindungan data pribadi harus lebih tegas agar setiap orang tidak sembarangan menyebarluaskan identitas orang lain. Ini berdampak fatal karena bisa berujung pada penyalahgunaan identitas untuk kepentingan tertentu.
Di masa pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi ini, Semuel menuturkan, Kementerian Kominfo akan terbuka pada setiap masukan publik. Setiap masukan akan menjadi pertimbangan dalam RUU tersebut.
Pembahasan
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari menyampaikan, hingga saat ini, belum ada pembahasan detail RUU Perlindungan Data Pribadi. Pembahasan RUU tersebut, lanjut Abdul, kemungkinan baru akan dimulai pada akhir Maret 2020.
Baca juga: Dimensi Baru Kejahatan Siber, Doxing Perlu Diatur di RUU Perlindungan Data Pribadi
Alasannya, masa persidangan II Tahun 2019-2020 akan berakhir pada 27 Februari 2020. Setelah itu, seluruh anggota DPR memasuki masa reses hingga 22 Maret 2020. Praktis, mereka baru mulai bekerja pada 23 Maret 2020.
“Kan, ini jadwal sudah penuh sampai reses. Setelah reses, baru mulai pembahasan,” ujar Abdul.
Abdul belum bisa memastikan, apakah terminologi doxing masuk ke RUU Perlindungan Data Pribadi. Namun, dia memastikan, tujuan besar RUU ini adalah menjamin keamanan data pribadi warga negara Indonesia. Penyalahgunaan terhadap data pribadi itu juga akan diatur secara tegas.
“Semangat kami membahas RUU Perlindungan Data Pribadi agar tak seorang pun boleh menyebarkan, mengekspos data pribadi orang lain, warga negara Indonesia, tanpa perintah undang-undang. Undang-undang ini (berlaku) untuk seluruh warga Indonesia, enggak pandang bulu dia siapa,” ujar Abdul.
KOMPAS, 19022020 Hal. 2.