JAKARTA, KOMPAS – Pemerintah diingatkan kembali untuk menyosialisasikan dengan baik tiga rancangan undang-undang yang dibentuk melalui mekanisme omnibus law. Sosialisasi ini penting agar tidak muncul prasangka negatif terkait rancangan undang-undang sapu jagat tersebut.
Adapun tiga rancangan undang-undang (RUU) yang dimaksud adalah RUU Perpajakan, RUU Cipta Lapangan Kerja, dan RUU Ibu Kota Negara. Dari tiga RUU itu, baru dua RUU yang telah ada surat presidennya (surpres).
Sekretaris Jenderal DPR RI Indra Iskandar mengatakan, surpres untuk RUU Perpajakan telah diterima kesekjenan pada Senin (10/2/2020). Namun, dokumennya belum dibahas pimpinan DPR di dalam rapat pimpinan (rapim).
”Untuk RUU Perpajakan, masih menunggu jadwal pembahasan di dalam rapat pimpinan. Adapun surpres RUU Cipta Lapangan Kerja besok (Selasa) dijadwalkan untuk disampaikan oleh Menteri Koordinator Perekonomian (Airlangga Hartarto) kepada pimpinan Dewan,” ujarnya, Senin di Jakarta. Airlangga dijadwalkan menyerahkan surpres itu ke DPR, hari ini, pukul 11.00.
Ketua DPR Puan Maharani mengatakan, pembahasan omnibus law menjadi salah satu prioritas di DPR. Namun, sekalipun ada upaya percepatan, ia berharap pembahasan tetap dilakukan secara cermat dan tidak terburu-buru. Sosialisasi seluas mungkin perlu dilakukan.
Belajar dari pembahasan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang mendapat penolakan publik, menurut Puan, sosialisasi meluas penting dilakukan pemerintah.
”Karena ini adalah inisiatif dari pemerintah, saya berharap pemerintah bisa menyosialisasikan hal ini kepada masyarakat dengan lebih baik sehingga tidak menimbulkan prasangka yang tidak-tidak,” tuturnya.
Saya berharap pemerintah bisa menyosialisasikan hal ini kepada masyarakat dengan lebih baik sehingga tidak menimbulkan prasangka yang tidak-tidak
Pembahasan omnibus law diharapkan bisa membawa manfaat bagi rakyat. Persoalan cepat tidaknya waktu pembahasan, hal itu bisa disesuaikan. Pada prinsipnya, jika memang bisa dibahas dengan cepat, DPR tentu akan melakukannya secepat mungkin. Namun, ia tak ingin hal itu menimbulkan prasangka dan kerugian rakyat.
”Jangan sampai itu tidak ada manfaatnya untuk rakyat. Jadi, pembahasan yang cepat tentu akan menjadi lebih baik. Namun, tidak terburu-buru pun akan lebih baik lagi,” katanya.
Soal mekanisme pembahasan, menurut Puan, itu belum bisa dirumuskan dengan pasti karena baik surpres maupun drafnya belum diterima dan dibahas oleh pimpinan.
”Apakah omnibus law itu dibahas di komisi ataukah di Badan Legislasi tentu saja harus melalui mekanisme yang ada. Jadi, komisi akan membahas, Baleg akan membahas. Namun, seperti apa, berapa yang akan dibahas, artinya kluster itu terkait dengan apa saja, nanti setelah drafnya kami terima, surpesnya kami terima, dan tentu saja akan kami bahas di DPR,” paparnya.
Baca juga: Pemda Minta Dilibatkan dalam Pembahasan ”Omnibus Law”
Siap membahas
Ketua Komisi XI DPR Dito Ganinduto mengatakan, sampai saat ini pihaknya belum mendapatkan informasi mengenai omnibus law RUU Perpajakan. Sesuai prosedur, apabila surpres dan draf telah dikirim ke DPR, surpres akan dibacakan di rapat paripurna. Setelah itu, surpres dan draf dikirimkan ke Badan Musyawarah DPR untuk ditentukan yang akan membahas RUU omnibus law tersebut. Komisi XI sendiri membawahkan bidang keuangan dan perbankan.
”Sampai saat ini, kami belum menerima informasi sama sekali soal draf RUU Perpajakan. Namun, kalau memang Komisi XI ditugasi membahas, kami akan segera membentuk panitia kerja. Selanjutnya, kami akan rapat dengan pemerintah dan meminta masukan untuk dibahas mendalam,” tutur Dito.
Sementara anggota Badan Legislasi DPR, Herman Khaeron, mengaku belum mendapatkan informasi mengenai kapan rapat paripurna surpres RUU Perpajakan digelar.
Baca juga: ”Omnibus Law” dan Reformasi Pajak
Terkait dengan substansi RUU, Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Arsul Sani mengatakan, pihaknya akan secara kritis merespons RUU Cipta Lapangan Kerja dan RUU Perpajakan. Begitu naskah akademik dan draf RUU bisa dibuka untuk publik, PPP akan membuka ruang konsultasi publik yang luas. Ini akan dilakukan melalui diskusi publik atau rapat dengar pendapat umum dengan pihak yang berkepentingan langsung, seperti pekerja.
Mengenai mekanisme pembahasan, menurut Arsul, akan diputuskan oleh Bamus. ”Pilihan yang mungkin dilakukan untuk membahas RUU Cipta Lapangan Kerja ialah antara pansus atau Baleg, tidak di komisi tertentu. Untuk RUU Perpajakan, bisa dibahas di Komisi XI atau pansus. Demikian juga untuk RUU Ibu Kota Negara, bisa dibahas di Komisi II, Baleg, atau pansus,” katanya.
KOMPAS, 11022020 Hal. 2.