JAKARTA, KOMPAS— Dugaan korupsi di tubuh PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang diperkirakan merugikan nasabah dan negara Rp 27 triliun mulai terbongkar. Kejaksaan Agung, Selasa (14/1/2020), menahan lima tersangka dalam kasus dugaan korupsi Jiwasraya, yakni mantan jajaran direksi Jiwasraya dan pihak swasta yang turut menikmati keuntungan.
Berkaca dari kasus Jiwasraya, Kejaksaan Agung mendorong komitmen institusi pengawas sektor keuangan untuk lebih serius mencegah hal serupa terjadi lagi di Indonesia. Kasus Jiwasraya diduga merupakan kejahatan korporasi dalam bentuk kesalahan tata kelola investasi dan penyalahgunaan kewenangan yang berlangsung sistematis selama bertahun-
tahun.
Lima orang yang ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan itu adalah mantan Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman Rahim, mantan Direktur Keuangan dan Investasi Jiwasraya Harry Prasetyo, bekas Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya Syahmirwan, Direktur Utama PT Hanson Internasional Tbk Benny Tjokro, dan komisaris PT Trada Alam Minera Tbk, Heru Hidayat.
”Ini, kan, perusahaan asuransi, harusnya berada dalam pengawasan sejak awal agar tidak terjadi kesalahan yang semakin besar dan merugikan nasabah dan akhirnya negara. Total kerugiannya sekarang sekitar Rp 27 triliun,” kata Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin.
Kemarin siang, Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka memanggil Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso. Seusai pertemuan, Wimboh menolak menjawab saat ditanya apakah pertemuan itu membahas Jiwasraya.
Awal Januari 2020, Presiden Joko Widodo sempat meminta OJK dan Bursa Efek Indonesia menindak manipulator yang kerap menggoreng harga saham. Ia mengaku mendapat informasi terkait dengan adanya manipulator yang menggoreng harga saham sehingga harga tidak sesuai dengan kondisi riil (Kompas.com, 2/1/2020).
Penempatan investasi
Berdasarkan catatan Kompas, pada akhir 2018 Jiwasraya merugi hingga Rp 15,83 triliun. Bisnis perusahaan ini sulit menopang kerugian karena premi yang dikumpulkan Jiwasraya tergerus pembayaran bunga atas polis yang jatuh tempo.
Kerugian terjadi karena kesalahan tata kelola dan sejumlah kecurangan terkait pengelolaan produk simpanan Saving Plan. Dana yang dihimpun dari Saving Plan diinvestasikan pada instrumen saham dan reksa dana berkualitas rendah dan tidak sesuai ketentuan.
Pada Rabu pekan lalu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menemukan dugaan kejahatan korporasi dalam pengelolaan Jiwasraya. Sejak 2006, laba yang dibukukan Jiwasraya adalah laba semu yang merupakan hasil rekayasa akuntansi (window dressing). Praktik itu diduga melibatkan jajaran direksi, manajer, dan pihak lain di luar perusahaan.
Dari 13 yang dicegah ke luar negeri, kita lihat mana yang paling bertanggung jawab.
Misalnya, pada 2017, Jiwasraya membukukan laba Rp 2,4 triliun, tetapi laba itu dianggap BPK tidak wajar karena terdapat kecurangan pencadangan Rp 7,7 triliun pada laporan keuangan. Kemudian pada 2018, kerugian menjadi Rp 15,83 triliun. Keuangan perusahaan terus memburuk dan pada November 2019, ekuitas Jiwasraya diperkirakan negatif Rp 27,2 triliun.
Burhanuddin berharap penegakan hukum pada kasus Jiwasraya bisa berdampak positif terhadap industri asuransi. Kejaksaan Agung bertekad, selain mengembalikan uang nasabah dan negara, juga segera menyelesaikan berkas perkara para tersangka agar bisa dilimpahkan ke pengadilan.
Jaksa Agung menegaskan, pihaknya tak mau gegabah menahan seseorang jika tidak ada bukti-bukti kuat. ”Dari 13 yang dicegah ke luar negeri, kita lihat mana yang paling bertanggung jawab. Sementara lima. Namun, bisa bertambah lagi. Nanti kita lihat perkembangannya,” ujar Burhanuddin.
Peranan tersangka
Sebagai dirut, Hendrisman, kata Burhanuddin, harus bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi selama ia menjabat 2008-2018. ”Hary Prasetyo dan Syahmirwan juga harus tanggung sepenuhnya dalam pengelolaan keuangan hingga investasidanpengelolaan Saving Plan Jiwasraya yang merugikan. Kalau Benny dan Heru (diduga) ikut menikmati keuntungan di balik kerugian nasabah dan negara,” kata Burhanuddin.
Secara terpisah, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Adi Toegarisman mengatakan, penetapan kelima tersangka merupakan hasil perkembangan penyidikan atas dugaan korupsi Jiwasraya. Mereka disangka melanggar Pasal 2 (primer) dan Pasal 3 (subsider) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Namun, Adi belum bersedia memaparkan peran detail kelima tersangka dalam kasus tersebut. ”Ini masih tahap penyidikan. Kami belum bisa menjelaskan peran masing-masing. Ini strategi kami. Nanti saat waktunya tiba, akan secara terbuka disampaikan,” katanya.
Terkait penahanan tersangka dugaan korupsi Jiwasraya, Kementerian Badan Usaha Milik Negara mengapresiasi langkah Kejaksaan Agung. ”Tindakan tegas dan tak pandang bulu itu sangat penting untuk mencapai keadilan sekaligus mengembalikan kepercayaan publik pada korporasi. Pengusutan itu sekaligus penataan korporasi untuk hari ini dan masa depan,” kata Menteri BUMN Erick Thohir dalam pernyataannya yang dikirim ke Kompas, semalam.
(HAR/FAI/ERK/LAS/NIA)
KOMPAS, 15012020 Hal. 1.