Realisasi Harga Gas Ditunggu : Ada Dalam Paket Kebijakan Ekonomi III

JAKARTA, KOMPAS — Dunia usaha yang menggunakan gas bumi menunggu janji pemerintah untuk menurunkan harga gas untuk industri. Dalam paket kebijakan ekonomi yang diluncurkan tahun lalu, pemerintah menjanjikan penurunan harga gas pada awal tahun ini. Kebijakan penurunan harga gas itu akan diakomodasi lewat peraturan presiden.

Namun, kelanjutan kebijakan itu belum ada hingga kini. Akibat ketidakpastian tersebut, kontrak jual beli gas tersendat.
Ketua Eksekutif Komite Indonesian Gas Society (IGS) Achmad Widjaya mengatakan, kebijakan pemerintah soal penurunan harga gas yang belum kunjung terbit menyebabkan pengeluaran perusahaan tinggi.
“Dari wacana sampai rencana, belum ada tanda keputusan politik (kebijakan menurunkan harga gas industri) tersebut. Yang terjadi saat ini adalah pembengkakan ongkos produksi bagi industri pengguna gas,” tutur Achmad, Selasa (23/2), di Jakarta.
Ditanya soal peraturan presiden penurunan harga gas, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral I Gusti Wiratmaja mengatakan, perpres belum dapat diterbitkan segera karena masih dalam kajian.
Di tingkat kementerian koordinator, kajian penurunan harga gas sudah rampung. Wiratmaja mengatakan, penurunan harga gas berlaku surut atau per awal Januari 2016.
“Pokoknya masih berada di level atas. Di tingkat kementerian koordinator, itu sudah beres,” ujar Wiratmaja. Ia enggan menjelaskan yang dimaksud dengan level atas tersebut.
Kebijakan penurunan harga gas industri itu tertuang dalam paket kebijakan ekonomi III pada Oktober 2015. Penurunan harga diambil dari pengurangan bagian penerimaan negara sektor hulu. Pemerintah juga meminta produsen gas mengurangi ongkos pengangkutan dan distribusi gas.
Lewat kebijakan tersebut, pemerintah menargetkan harga gas industri bisa kurang dari 10 dollar AS per juta metrik british thermal unit (MMBTU). Saat ini, harga gas industri 12 dollar AS-14 dollar AS per MMBTU.
Presiden Direktur PT Bakrie Pipe Industries Mas Wigrantoro Roes Setiyadi menyatakan masih membeli gas 14 dollar AS per MMBTU. Harga itu dinilai terlalu mahal di tengah bisnis pipa minyak dan gas bumi yang lesu.
“Kami menunggu realisasi janji pemerintah yang hendak menurunkan harga gas. Sebab, harga gas murah akan menurunkan ongkos produksi,” katanya.
Hal senada disampaikan Ketua Asosiasi Trader Gas Alam Indonesia Sabrun Jamil. Menurut dia, sejumlah kontrak jual beli gas terhenti lantaran belum ada kejelasan kebijakan pemerintah untuk menurunkan harga gas industri. Pemasok gas dan pembeli menahan diri untuk menandatangani kontrak jual beli.
“Sejumlah proyek tertunda akibat kontrak jual beli gas menunggu kebijakan soal harga baru,” ujar Sabrun.

Rumah tangga

Terkait penggunaan gas untuk kebutuhan rumah tangga, masyarakat masih memilih elpiji dalam tabung 3 kilogram (kg). Masyarakat belum beralih ke elpiji tabung 12 kg meskipun harganya sudah turun sejak Januari 2016.
Per 5 Januari 2016, harga elpiji 12 kg turun dari Rp 134.600 per tabung menjadi Rp 129.000 per tabung. Adapun harga elpiji bersubsidi dalam tabung 3 kg sebesar Rp 16.000 per tabung.
Ana (60), pemilik warung makan di kawasan Ragunan, Jakarta Selatan, memilih elpiji 3 kg karena harganya murah. Adapun Jaya (63), pemilik warung makan di Kebayoran Lama, Jakarta, menyebutkan, tabung elpiji 3 kg lebih praktis dijinjing.
Dedi, pegawai PT Hana Dimyati Keluarga, agen elpiji 3 kg di Pondok Pinang, Jakarta, mengatakan, ia selalu menanyakan tempat tinggal pembeli elpiji 3 kg. “Kalau daerah tempat tinggalnya elite, tak saya kasih,” kata Dedi.
PT Pertamina (Persero) sebenarnya berupaya mengurangi konsumsi elpiji 3 kg dengan cara meluncurkan elpiji dalam tabung 5,5 kg. Namun, sebagaimana dikemukakan Nelda Sari, dari PT Buana Nur Abadi, distributor elpiji bright gas 5,5 kg, tidak mudah mengalihkan minat konsumen dari elpiji 3 kg menjadi elpiji 5,5 kg. (APO/C03/C04)
Kompas 24022016 Hal. 17

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Recent Posts

Leave a Comment