JAKARTA, KOMPAS — Investasi asing yang masuk ke Indonesia hanya sekitar 1,9 persen dari nilai investasi di dunia atau global. Padahal, dengan kebutuhan investasi yang besar, investasi asing yang masuk ke Indonesia diharapkan bisa mencapai 6 persen dari nilai investasi global.
Untuk itu, dilakukan berbagai upaya menarik investasi. Kebijakan itu antara lain membuka kepemilikan asing untuk bidang-bidang usaha tertentu atau daftar negatif investasi (DNI).
Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Edy Putra Irawady mengemukakan hal itu di Jakarta, Kamis (18/2).
Berdasarkan data tahun 2014, Indonesia menempati peringkat ke-14 penanaman modal asing (PMA) global, dengan nilai 23 miliar dollar AS. Porsi PMA ke Indonesia ini sekitar 1,87 persen dari total PMA global yang mencapai 1,23 triliun dollar AS.
Dengan nilai tukar rupiah berdasarkan kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate kemarin, yakni Rp 13.479 per dollar AS, PMA yang masuk ke Indonesia setara Rp 310 triliun.
Menurut Edy, nilai investasi di Indonesia berdasarkan asumsi ideal setidaknya 6 persen dari nilai investasi global. Saat ini, investasi global diperkirakan 1,4 triliun dollar AS. Dengan demikian, mestinya PMA yang masuk ke Indonesia sekitar 84 miliar dollar AS.
Dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2016, kebutuhan investasi tahun 2016 diperkirakan Rp 4.500 triliun. Dari data Badan Koordinasi Penanaman Modal, realisasi investasi PMA pada 2015 sebesar Rp 365,9 triliun. Adapun realisasi investasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) sekitar Rp 179,5 triliun.
Di tingkat ASEAN, investasi asing yang masuk ke Indonesia jauh lebih rendah dibandingkan dengan investasi asing yang masuk ke Singapura dan Thailand. “Setelah masuk Singapura, baru investasi Singapura masuk ke Indonesia,” kata Edy.
Edy berharap ekosistem investasi yang baik dan tidak membebani sektor swasta terus dikembangkan. Dengan demikian, tidak perlu birokrasi dan peraturan yang berbelit-belit serta kaku. Untuk itu, pemerintah membuka sektor-sektor usaha untuk PMA dengan kepemilikan saham 100 persen. “Intinya, ada ketentuan investasi yang dihilangkan, dikurangi, dan disederhanakan. Misalnya, ketentuan terkait rekomendasi dari berbagai kementerian teknis. Itu yang kita gunting,” kata Edy.
Menurut Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri Sanny Iskandar, upaya mendorong investasi, kawasan industri atau kawasan ekonomi khusus (KEK), sangat penting. Namun, ada kendala yang dihadapi, misalnya kelembagaan yang menangani KEK, pembebasan lahan, serta infrastruktur, seperti jalan, listrik, dan telekomunikasi.
Menurut Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Kementerian Perindustrian Haris Munandar, beberapa hal yang membuat daya saing Indonesia kurang adalah harga gas industri, upah pekerja, dan suku bunga bank yang tinggi. (FER)
Kompas 19022016 Hal. 20