SINGAPURA, KOMPAS — Persaingan usaha jasa perbengkelan pesawat yang meliputi layanan perawatan, perbaikan, dan bongkar total atau MRO semakin ketat. Di tengah lesunya bisnis maskapai secara global, usaha bengkel pesawat nasional tetap kompetitif.
Hal itu diungkapkan Direktur Utama PT GMF AeroAsia Richard Budihadianto, Kamis (18/2), seperti dilaporkan wartawan Kompas, Hermas E Prabowo, di sela-sela ajang Singapore Airshow 2016.
Menurut Richard, daya saing bisnis perbengkelan pesawat yang dimiliki GMF salah satunya adalah biaya perawatan dan perbaikan yang lebih murah dibandingkan dengan kompetitor.
Ia mencontohkan, biaya jasa perawatan di GMF hanya 40 dollar AS sampai 50 dollar AS per orang per hari. Di Singapura, biaya jasa yang sama sudah mencapai 70 dollar AS per orang per hari, dan di Eropa antara 100 dollar AS dan 120 dollar AS.
GMF juga terus meningkatkan kapasitas teknisi dalam perawatan dan perbaikan. GMF juga sudah mendapat sertifikasi dari FAA dan EASA.
Bisnis perawatan, perbaikan dan bongkar total (overhaul) pesawat sangat menjanjikan. Itu karena total biaya MRO per unit pesawat bisa 10 kali lipat dari harga pesawat. Saat ini terdapat kecenderungan maskapai menyewa atau membeli pesawat tidak sekaligus dengan pengadaan komponen. Ketika diperlukan perbaikan, mereka datang ke bengkel. Bengkel yang melakukan jasa MRO ini sekaligus menjual suku cadang.
Direktur Utama Garuda Indonesia Arif Wibowo mengatakan, potensi pasar bisnis MRO atau perbengkelan pesawat sangat besar. Nilai transaksi bisnis MRO dunia saat ini mencapai 75,4 miliar dollar AS. Dari jumlah itu, Indonesia baru bisa mengambil pangsa 0,97 persen.
Pada 2020, nilai transaksi MRO di dunia diperkirakan 90 miliar dollar AS. Indonesia menargetkan untuk mendapat 1,55 miliar dollar AS. “Untuk GMF, diharapkan bisa dapat 1 miliar dollar AS,” kata Arif.
Pada 2015, GMF memperoleh pendapatan 304 juta dollar AS dan diharapkan naik menjadi 368 juta dollar AS pada 2016.
Kompas 19022016 Hal. 18