JAKARTA – Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan) menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam mengevaluasi izin-izin perusahaan perkebunan di dalamnegeri. Evaluasi di antaranya untukmengetahui status perizinan perkebunan tersebut sudah clean and clear, sebab disinyalir banyak izin perkebunan dari pusat yang tidak sinkron dengan daerah misalnya dari sisi data lahan.
Dirjen Perkebunan Kementan Gamal Nasir mengatakan, pihaknya bekerja sama dengan KPK dalam rangka mengevaluasi izin-izin perusahaan perkebunan di dalam negeri. Proses evaluasi sudah dilakukan sejak 2015 dan akan dilanjutkan lagi tahun ini dengan menggandeng KPK. “Kita sudah evaluasi sejak 2015, tidak hanya karena ada kebakaran pada perkebunan kelapa sawit saja, tapi ini dilakukan karena terkait pemanfaatan sumber daya alam (SDA). Kita sedang atur waktu dengan KPK,” ungkap dia di Jakarta, baru-baru ini.
Gamal mengatakan, evaluasi atas izin-izin perkebunan di Tanah Air pada dasarnya dilakukan setiap tahun oleh Ditjen Perkebunan Kementan selaku otoritas di sektor tersebut. Namun saat ini akan diintensifkan dengan dilakukan penertiban. “Kalau ternyata ada sesuatu yang bermasalah, tentu bisa dilakukan pencabutan izin usaha perkebunan (IUP) misalnya karena tidak memenuhi persyaratan. Atau nanti izin analisis dampak lingkungan (amdalnya) yang dicabut,” ungkap Gamal.
Secara terpisah, anggota Tim Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GNSDA) KPK Hariadi Kartodihardjo menuturkan, dalam pertemuan tim GNSDA dengan 24 gubernur di Jakarta pada Desember 2015 disepakati bahwa harus ada langkah konkret untuk evaluasi dan penertiban izin menjadi programutama 2016. Dalampertemuan dengan para gubernur tersebut dilakukan konsolidasi informasi, yakni mengklarifikasi izin-izin yang diterbitkan. “Mana yang CnC (clean and clear), kita konfirmasi, karena soal izin ini antara instansi dengan daerah memang nggak nyambung, datanya berbeda, sehingga perlakuan atas izin itu pun berbeda. Setelah dua kali pertemuan, terakhir Desember 2015, kita sepakati program 2016 adalah menetapkan program riil,” kata Hariadi di Jakarta, Kamis (7/1).
Dia menjelaskan, program riil tersebut mencakup solusi oleh gubernur dan setiap eselon satu di kementerian teknis yang bertanggung jawab atas pemanfaatan izin dan status izin. Hal itu terkait aspek operasional, mulai dari pemenuhan syarat administratif, pemanfaatan setelah mendapat izin, hingga status lahan. Misalnya, ada perusahaan mendapat izin di lahan hutan produksi yang bisa dikonversi, namun ternyata belum ada pelepasan dari menteri. “Atau, ada lahan yang secara struktural tidak bisa digarap pihak lain, tapi ternyata idle, atau ada izin yang diterbitkan bagi perusahaan tambang di lahan konservasi, ini kan tidak bisa. Solusinya bagaimana, apakah akan disiapkan payung hukumatas solusi itu. Intinya, supaya tidak abu-abu lagi,” kata Hariadi. (eme)
Investor Daily, Jumat 8 Januari 2016, Hal. 7