JAKARTA – Paket kebijakan ekonomi yang diterbitkan pemerintah harus lebih fokus dan berkualitas. Selama ini ada kesan pemerintah mengejar kuantitas semata, sehingga sebagian paket stimulus sulit diimplementasikan dan kurang dirasakan manfaatnya oleh dunia usaha.
Hambatan utama paket stimulus adalah belum lengkapnya peraturan turunan, masih kuatnya ego sektoral, dan ‘pembangkangan’ yang dilakukan pemerintah daerah (pemda). Selain itu, dalam merancang paket stimulus, pemerintah kerap tidak melibatkan dunia usaha, sehingga kebijakan yang dihasilkan kurang sesuai aspirasi para pebisnis, bahkan berpotensi menimbulkan distorsi.
Demikian rangkuman pandangan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani, Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan Roeslani, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat, Presiden Direktur PT Mustika Ratu Tbk Putri Wardani, anggota Komisi XI DPR Maruarar Sirait, ekonom Indef Eko Listianto, ekonom Maybank Juniman, ekonom Bank Danamon Anton Gunawan, ekonom Bank Permata Josua Pardede, dan CEOBosowaCorporationErwinAksa.
Mereka dihubungi Investor Daily secara terpisah di Jakarta, akhir pekan lalu, mengenai dampak dan efektivitas enam paket stimulus ekonomi yang telah diluncurkan pemerintah selama periode 9 September-5 November 2015. Dalam waktu dekat, pemerintah juga bakal merilis paket kebijakan ekonomi jilid VII. Paket-paket stimulus tersebut bertujuan mendongkrak investasi, memberikan kemudahan kepada dunia usaha, dan menjaga daya beli masyarakat. (Lihat pointers)
Hariyadi Sukamdani menilai paket-paket kebijakan ekonomi yang telah digulirkan pemerintah cukup tepat. Hanya saja, pemerintah mesti segera mengeluarkan aturan turunannya. Saat ini baru ada beberapa aturan turunan, sehingga paket stimulus belum terasa manfaatnya. “Yang ditunggukanaturan turunannya, seperti peraturan pemerintah (PP), keputusan presiden (keppres), atau peraturan menteri (permen). Kita akan kawal itu,” ujar Hariyadi kepada Investor Daily, Jumat (27/11).
Hariyadi khawatir aturan turunan paket stimulus tidak sesuai kebijakan induknya.Contohnyaaturanpengupahan. “Saat ini banyak pemda yang tidak mengikuti formula pengupahan yang ditetapkanpemerintahpusat,” tuturdia. Hariyadi juga menyoroti kebijakan yang tidak bisa diimplementasikan karena terbentur ego sektoral. Akibatnya, kebijakan tersebut tidak sesuai tujuan semula.
“Menyelaraskan aturan antarkementerian pasti makan waktu. Pusat dan daerah pun sering tidak kompak. Makanya, setiap kepala daerah harus tunduk pada aturan pusat. Repot kalau gubernur tidaknurut pada deregulasi pusat,” papar dia.
Rosan Perkasa Roeslani, ketua umum Kadin Indonesia yang baru saja terpilih, berpendapat, semestinya pemerintah melibatkan dunia usaha, termasuk Kadin dan berbagai asosiasi, dalam merancang setiap kebijakan atau paket stimulus ekonomi.
Dengan melibatkan dunia usaha, kebijakan yang dihasilkan pasti tepat sasaran dan probisnis. “Selain itu, pemerintah akan mendapatkan kepercayaan masyarakat,” kata dia.
Rosan menyambut baik rencana pemerintah meneruskan paket stimulus lanjutan. “Tapi kami berharap dunia usaha diajak berembuk. Paket ekonomi lanjutan juga harus lebih berkualitas dan probisnis,” tandas dia.
Daerah Membangkang
Ketua UmumAPI Ade Sudradjat mengungkapkan, implementasi dan pengawasan enam paket stimulus yang diterbitkan pemerintah masih lemah. Contohnya PP 78/2015 tentang Pengupahan. Di berbagai daerah, beleid itu belum didukung kepala daerah. Padahal, kepala daerahmestinya mengikuti kebijakan pemerintah pusat.
“Akibat ‘pembangkangan’ itu, belakangan ini marak aksi mogok buruh,” ujar dia. Untuk itu, menurut Ade, pemerintah pusat melalui koordinasi antara KementerianDalamNegeri dan Kementerian Keuangan perlu menjatuhkan sanksi kepada kepala daerah yang membangkang menerapkan paket stimulus. “Punishment itu bisa berupa pengurangan dana alokasi umum (DAU) ke daerah,” tegas dia.
Ade menambahkan, yang membangkang bukan hanya kepala daerah, tapi juga BUMN. Misalnya PLN yang tidak bersedia memberikan diskon dan penurunan tarif listrik bagi industri padat karya dan rawan PHK, sebagaimana diatur dalam paket stimulus. ‘’PLN takmau kasih diskon 30% karena nggak punya dana,” tutur dia.
Untuk paket kebijakan jilid VII, Ade Sudradjat mengharapkan ada lagi kebijakan yang mengarah pada pembukaan lapangan kerja. Misalnya industri padat karya yang mempekerjakan lebih dari 2.000 karyawan mendapat keringanan pajak penghasilan (PPh) 21. Presiden Direktur PT Mustika Ratu Tbk Putri Wardani mengapresiasi paket stimulus yang telah dirilis pemerintah.
“Tapi yang terpenting, paket stimulus harus berkualitas dan mampu memberikan solusi atas permasalahan dunia usaha. Apalagi kalau proses pembuatannya terburu-buru dan tidak melibatkan pelaku usaha, yang terjadi bisa kontraproduktif,” papar dia. Putri mengakui ada sejumlah kebijakan yang menguntungkan dunia usaha, seperti penurunan harga energi. Tetapi ada juga yang merugikan, misalnya paket kebijakan jilid I yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 87 Tahun 2015 tentang Ketentuan Impor Produk Ter tentu dan Permendag No 70 Tahun 2015 tentang Angka Pengenal Importir yang merugikan industri nasional karena membuka kemudahan bagi pedagang untuk meningkatkan importasi.
“Itu mer ugikan industri yang menyerap banyak tenaga kerja. Kedua permendag ini bisa mendorong pelaku usaha industri bermutasi menjadi importir dan melakukan PHK. Makanya itu harus direvisi,” tegas Putri yang juga mengeluhkan tidak dilibatkannya dunia usaha dalam pembahasan sejumlah paket stimulus.
Target Harus Jelas
Ekonom Indef Eko Listianto belum melihat dampak signifikan enam paket stimulus yang telah diluncurkan pemerintah. Setidaknya hal itu belum tercermin pada pertumbuhan ekonomi dan investasi. “PDB kuartal III-2015 hanya tumbuh 4,73%, kuartal IV juga masih tergantung belanja modal pemerintah. Penjualan ritel masih stagnan, investasi pun belum terlihat. Jadi, business as usual,” ucap dia.
Dia mengakui, paket stimulus bertujuan jangka menengah-panjang, sehingga dunia usaha belum merasakan manfaatnya sekarang. Meski demikian, pemerintah mesti memiliki target yang jelas, baik target angka maupun waktu pencapaian. “Dengan demikian, pemerintah dapat mengevaluasi apakah paket itu efektif atau tidak, sekaligus mencari solusinya. Jadi, harus ada target dan indikator keberhasilannya,” ujar dia.
Pemerintah, menurut Eko, sebaiknya jangan terlalu bernafsu mengumbar paket ekonomi. Yang perlu dilakukan adalah mengevaluasi yang sudah ada dan melengkainya dengan peraturan turunan secara rinci. “Jangan hanya menekankan kuantitas, kesannya pemerintah tidak fokus. Daripada banyak paket tapi implementasi bias dan kurang, lebih baik pemerintah fokus ke beberapa stimulus saja,” tutur dia.
Dia menjelaskan, sebelum mengeluarkan paket ekonomi, pemerintah perlu mengundang dunia usaha untuk berdiskusi danmeminta masukan. Hal ini penting agar paket yang dihasilkan sejalan dengan keinginan mereka.
Eko juga khawatir paket stimulus ekonomi yang diluncurkan pemerintah tidak mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM). “Kesannya perencanaan paket ekonomi kurang matang, dan tidak mengikuti mainstream RPJM,” kata dia.
Dia menambahkan, pemerintah sebaiknya merilis paket stimulus lanjutan yang dapat menaikkan kesejahteraan rakyat, memberdayakan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), mengakomodasi kedaerahan, dan mengurangi ketimpangan. “Ekonomi tidak bergerak seringkali karena terkendala di daerah. Kebijakan yang ada juga belum mengarah pada upaya-upaya meminimalisasi ketimpangan dan mendorong distribusi pendapatan,” ungkap dia.
Menurut ekonom PT Bank Permata Josua Pardede, sudah terlalu banyak kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Padahal, yang terpenting bukan kuantitas, melainkan bagaimana pemerintah memonitor setiap implementasi kebijakan di lapangan. “Jangan sampai kebijakan yang ada malah menyusahkan pelaku usaha,” tandas dia.
Anton Gunawan mengemukakan, dampak paket stimulus baru bisa dirasakan paling cepat dalam jangka menengah. “Setidaknya paket kebijakan I- VI telah menunjukkan arah kebijakan ekonomi sudah di jalur yang benar,” tutur dia.
Anton menuturkan, kebijakan yang dikeluarkan pemerintah sudah cukup dan tinggal diimplementasikan saja. Kebijakan yang terlalu banyak justru akan membingungkan pelaku usaha.
“Kita selalu dikenal banyak ide, tapi miskin implementasi. Jadi, pemerintah hanya perlu fokus pada kebijakan yang sudah ada dan dipertajam saja supaya bisa diimplementasikan dengan baik,” ujar dia.
Anton juga menekankan perlunya setiap paket stimulus didiskusikan terlabih dahulu dengan asosiasi pengusaha. “Tanpa dibicarakan lebih dulu, paket stimulus dikhawatirkan tidak ‘nyambung’ dengan kebutuhan dunia usaha,” ucap dia.
EkonomMaybank Juniman menilai paket kebijakan ekonomi pemerintah memberikan sentimen dan harapan positif terhadap dunia usaha. Namun, implementasinya baru 60-80%.
Di sisi lain, CEO Bosowa Corporation Erwin Aksa mengungkapkan, pengusaha menginginkan paket-paket ekonomi dapat diimplementasikan. “Jangan sampai paket tersebut hanya tertulis di atas kertas saja,” ujar dia. Menurut Erwin, pengusaha tidak mempermasalahkan jumlah paket kebijakan. Yang penting paket tersebut bisa mendorong perekonomian dan meningkatkan iklim investasi. “Jika pemerintah ingin membuat paket lanjutan maka pengusaha harus dilibatkan agar sesuai kebutuhan di lapangan,” tutur dia.
Anggota Komisi XI DPR Maruarar Sirait menegaskan, pemerintah perlu segera membentuk forumkomunikasi dengan dunia usaha. Dalam forum tersebut, dunia usaha bisa diwakili asosiasi pengusaha per sektor. Mereka dapat mengungkapkan semua permasalahan yang dihadapi sehingga berbagai kesalahan bisa diperbaiki.
Dari sisi pemerintah, berbagai instansi perlu dilibatkan, seperti kementerian terkait, Bank Indonesia, BKPM, Ditjen Bea Cukai, Ditjen Pajak, hingga penegak hukum. “Kebijakan harus dijelaskan secara detail. Payung hukumnya pun harus dilengkapi, mulai UU, PP, permen, hingga peraturan dirjen, sehingga kebijakan yang sudah dikeluarkan mudah diimplementasikan di lapangan,” papar dia.
Berdampak Positif
Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, paket stimulus diterbitkan untuk mengatasi perlambatan ekonomi dengan cara membangkitkan investasi, mendorong sektor riil, dan menjaga daya beli masyarakat.
“Setiap kebijakan yang dikeluarkan bukan semata untuk tujuan jangka pendek, namun untuk mendukung perekonomian jangka menengah-panjang,” tegas dia.
Menkeu mengklaim paket stimulus I-VI berdampak positif. “Revaluasi aset bagus, intinya ada dana masuk. Rantai perizinan juga sudah dipangkas,” tegas dia.
Menko Perekonomian Darmin Nasution dalam sidang kabinet pekan lalu mengakui, ada sebagian paket ekonomi yang belumbisa diimplementasikan, terutama paket I karena menyangkut 134 peraturan. Sedangkan paket II hingga VI sudah 70% selesai sehingga bisa diimplementasikan. Di pihak lain, Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Edy Putra Irawadi menjelaskan, berbagai peraturan dalam paket stimulus I-VI sangat rinci. Begitu pun dalam paket stimulus VI yang bakal diluncurkan.
“Hanya memang belum tuntas karena keterkaitan antarsektor sangat kuat. Ibarat membuat mobil, paket I-VI adalah kerangka, chasis, dan roda. Masih butuh pemasangan mesin yang punya power tinggi, pembenahan bodi, dan instrumen panel yang andal. Itu pun baru sektor di pusat, belum mencakup daerah,” ujar dia.
Edy juga membantah anggapan bahwa pemerintah hanya mengejar kuantitas. “Justru pemerintah masuk pada apa yang benar-benar bisa membuat ekonomi bergerak cepat, daya beli masayarakat meningkat, investasi dan ekspor naik, sektor riil berkembang, dan suplai domestik menguasai pasar dalam negeri,” papar dia. (yos/ajg/ hg/ys/dho)
Investor Daily, Selasa 1 Desember 2015, Hal. 1