Kredit Belum Agresif : Bank-bank BUMN Akan Disinergikan

JAKARTA, KOMPAS — Pertumbuhan kredit industri perbankan pada 2016 diperkirakan belum agresif, sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang masih moderat. Bank tetap berhati-hati menyalurkan kredit karena sektor riil masih dalam masa pemulihan.

Sepanjang 2015, rasio kredit bermasalah (NPL) cenderung meningkat kendati masih di bawah batas aman 5 persen. Rasio NPL (gros) per September 2015 sebesar 2,7 persen.
Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nelson Tampubolon menuturkan, rencana bisnis bank 2016 baru dikirimkan perbankan kepada OJK pada pertengahan Desember. “Pertumbuhan kredit 2016 kemungkinan akan lebih baik daripada 2015. Namun, dugaan saya, pertumbuhan kredit pada 2016 akan ada di level 12-14 persen, seperti proyeksi realisasi pertumbuhan kredit 2015,” ujar Nelson di Jakarta, akhir pekan lalu.
Pertumbuhan kredit dipengaruhi pertumbuhan ekonomi. Bank Indonesia (BI) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi 2016 berkisar 5,2-5,6 persen.
Kendati pertumbuhan ekonomi 2016 diproyeksikan lebih baik, Nelson menilai, banyak bank masih akan tetap hati-hati. “Bank masih akan hati-hati dan terus memantau perkembangan sektor riil yang mengalami dampak pelambatan pertumbuhan ekonomi pada 2014-2015,” katanya.
Per September 2015, kredit industri perbankan tumbuh 11,1 persen dalam setahun menjadi Rp 3.990 triliun.
Senior Manager Credit Card PT Bank Central Asia Tbk Santoso menuturkan, pelambatan pertumbuhan ekonomi membuat bank menahan penambahan plafon kartu kredit. “Kami melihat, tekanan kredit bermasalah masih akan ada hingga semester I-2016 walaupun masih sangat terjaga,” kata Santoso.
Ekonom Senior Kenta Institute Eric Alexander Sugandi memproyeksikan, pertumbuhan kredit industri perbankan 2016 sebesar 13 persen. Selain pengaruh penurunan giro wajib minimum primer, pertumbuhan kredit juga dipengaruhi program kredit usaha rakyat yang mendapat subsidi dari pemerintah.

Bank BUMN

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno akan meminta izin BI untuk mempunyai jaringan penghubung (switching) sendiri untuk kepentingan BUMN perbankan. “Selama ini, semua BUMN perbankan mempunyai ATM dan EDC sendiri. Kalau kita bisa mempunyai switching sendiri, tentu biaya operasional menjadi lebih efisien,” kata Rini di sela-sela diskusi kelompok terfokus di atas KM Kelud, menuju Kepulauan Karimunjawa.
Menurut Rini, BUMN perbankan tidak dijadikan satu, tetapi disinergikan agar lebih lincah dan lebih kuat. “Kita akan membuat perusahaan patungan untuk penyediaan switching ini. Selama ini switching dilakukan pihak ketiga. Ada keinginan untuk mengakuisisi perusahaan switching ini. Namun, kalau tidak bisa, kami akan meminta izin ke BI untuk melakukan switching sendiri,” katanya. (AHA/ARN)
Kompas 23112015 Hal. 19

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Comments are closed.