Perusahaan perkebunan kelapa sawit kembali mendapatkan angin segar setelah pemerintah sepakat untuk menaikkan mandatori penggunaan biodiesel untuk campuran bahan bakar minyak (BBM). Sedangkan sentimen negatif datang dari berlanjutnya kebakaran hutan yang bisa mempengaruhi produktivitas kelapa sawit dalam jangka panjang.
Analis RHB OSK Securities HariyantoWijaya mengungkapkan, implementasi kenaikanmandatori biodiesel akan berdampak positif terhadap pertumbuhan permintaan minyak sawit mentah (crude palm oil/PO) ke depan. Hal ini berdasarkan pada hasil pengecekan dengan beberapa produsen CPO di dalam negeri.
“Produsen CPO optimistis terhadap kenaikan mandatori CPO akan menaikkan permintaan CPO, sehingga berpotensi mendongkrak harganya ke depan,” tulis Hariyanto dalam risetnya, baru-baru ini.
Pemerintah telah memutuskan untuk menaikkan mandatori penggunaan biodiesel untuk campuran BBM jenis solar pada PT Pertamina (persero) menjadi 20% dan PT PLN (persero) menjadi 30% pada 2016, bandingkan dengan target tahun 2015 sebesar 15% untuk Pertamina dan 25% untuk PLN.
Pertamina juga berjanji mulai meningkatkan penyerapan biodiesel terhitung sejak Oktober 2015. Pertamina berencana untuk membeli biodiesel sekitar 330.000 kiloliter per bulan. Sedangkan PLN menargetkan menyerap 100 ribu ton biodiesel hingga akhir tahun.
Guna mencapai target penyerapan ini, pemerintah menyiapkan dana sawit untuk membayar selisih harga biodiesel dengan solar senilai Rp 2,5 triliun. Penyaluran akan dilaksanakan Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) mulai 1 Oktober tahun ini.
Peningkatan mandatori biodiesel tersebut, menurut Heriyanto, bakal berdampak terhadap kenaikan permintaan biodiesel menjadi 5,14 juta ton tahun depan, dibandingkan dengan target tahun ini sekitar 1,2 juta ton. Hal ini merefleksikan kenaikan permintaan CPO sebesar 10% tahun depan. “Hal ini akan positif terhadap penguatan harga CPO tahun depan,” tulis dia.
Berbagai sentimen positif tersebut akan berdampak positif terhadap saham sektor perkebunan. Sedangkan pilihan teratas untuk sahamnya adalah PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP) dengan target harga Rp 1.260.
Kabut Asap
Sementara itu, analis CIMB Securities Ivy NG Lee Fang mengungkapkan, kabut asap akibat kebakaran hutan di wilayah Sumatera dan Kalimantan bisa memicu penurunan produktivitas tandan buah segar (TBS) kelapa sawit dalam 6-12 bulan mendatang.
“Kabut asap tersebut bisa mengganggu fotosintetis tanaman kelapa sawit, sehingga bisa mempengaruhi produktivitas ke depan,” tulis Ivy dalam risetnya.
Meskipun asap yang ditimbulkan kebakaran hutan sudah berlangsung dalam beberapa pekan, dia menjelaskan, belum terlihat dampaknya terhadap produktivitas perkebunan sawit Indonesia hingga sekarang. Ekspektasi penurunan produktivitas dalam jangka pendek justru dipengaruhi cuaca El Nino yang melanda dua bulan terakhir ini.
El Nino berpotensi mengakibatkan tingkat produktivitas (yield) tanama kelapa sawit turun 5-12,5% di Sumatera Selatan dan Kalimantan tahun depan. Sebagaimana diketahui, dua daerah tersebut mengontribusi sekitar 38% terhadap total volume produksi CPO nasional tahun 2013.
Berbagai faktor tersebut mendorong CIMB Securities untuk mempertahankan target harga CPO sebesar RM 2.230 tahun ini.
Sedangkan realisasi rata-rata harga jual CPO hingga September 2015 baru mencapai RM 2.150. CIMB Securities rekomendasikan netral saham emiten CPO dengan pilihan teratas sahamPT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) dengan target harga Rp 26.000.
Provident Agro
Satu di antara sejumlah perusahaan perkebunan kelapa sawit yang terdampak sentimen negatif isu kebaran hutan, yaitu PT Provident Agro Tbk (PALM). Sebab, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia membekukan izin anak usaha perseroan, PT Langgam Inti Hibrindo (LIH). Pembekuan izin dipicu atas insiden kebakaran di areal perkebunan LIH.
Meski LIH berhenti beroperasi sementara, Sekretaris Perusahaan Provident Agro Devin Ridwan mengatakan, perseroan tetap optimistis terhadap pertumbuhan produksi TBS hingga akhir tahun.
“Perseroan menyakini produksi TBS kebun inti tetap tumbuh pada 2015, meskipun ada terjadi gangguan operasi di salah satu entitas anak,” tulisnya melalui keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), belum lama ini.
Dia menjelaskan, pertumbuhan produksi perseroan akan didukung atas besarnya penguasaan lahan tertanam sawit seluas 33.700 hektare (ha) dengan umur rata-rata 7 tahun. Umur sawit yang tergolong muda tersebut membuka peluang peningkatan produksi TBS ke depan.
Terkait keluarnya SKMenteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia terhadap LIH pada tanggal 21 September 2015 tentang Pembekuan Izin, Devin menegaskan, sedang mengkajinya. Perseroan akan menghentikan sementara kegiatan operasi LIHhingga dirampungkan kajian. “Perseroan senantiasa berupaya untuk mencegah insiden kebakaran di areal perkebunan entitas anak perseroan sesuai dengan arahan dari instansi dan lembaga yang terkait,” katanya.
Akhir Juli 2015, terjadi kebakaran lahan perkebunan yang berlokasi di Desa Gondai, kecamatan Pangkalan Kuras, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau, dimana kebakaran tersebut juga menimpa sebagian dari areal tanaman belum menghasilkan (TBM) LIH seluas 201 Ha. Berdasarkan hasil pemantauan TimKesiapsiagaan Tanggap Darurat (TKTD) LIH, api berasal dari kebakaran hutan di luar areal PT LIH yang tertiup angin dan menyeberang ke areal PT LIH.
LIH telah berupaya untuk pemadaman kebakaran secara maksimal dan secara terus menerus, menggunakan peralatan pemadaman yang lengkap dan melibatkan beberapa regu pemadam kebakaran dengan jumlah personel sekitar 120 orang. LIH juga telah berkoordinasi dengan pihak terkait, seperti instansi kepolisian, kecamatan dan dinas perkebunan, untuk mendapatkan arahan lebih lanjut untuk menanggulangi kebakaran tersebut.
Berdasarkan laporan kinerja keuangan, Providen Agro membukukan pendapatan senilai Rp 541,644 miliar dengan kerugian Rp 43,07 miliar sampai semester I-2015. Rugi bersih dipengaruhi atas rugi kurs sebesar Rp 62 miliar.
Investor Daily, Jumat 9 Oktober 2015, Hal. 15