Ketenagalistrikan : DPR Ingin Tenaga Nuklir Dikembangkan

JAKARTA, KOMPAS — Komisi VII DPR mengusulkan kepada pemerintah untuk memasukkan tenaga nuklir dalam program pembangunan pembangkit listrik 35.000 megawatt. Mereka juga meminta pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir menjadi prioritas dalam kebijakan energi nasional.

Demikian salah satu kesimpulan rapat dengar pendapat Komisi VII DPR dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said beserta pejabat eselon I Kementerian ESDM, Rabu (3/2), di Jakarta. Rapat yang membahas ketenagalistrikan ini dipimpin Ketua Komisi VII Gus Irawan Pasaribu.
Pendapat agar tenaga nuklir menjadi prioritas dalam pembangunan pembangkit listrik antara lain disuarakan anggota Komisi VII dari Partai Nasional Demokrat, Kurtubi. Menurut dia, kendati pembangkit listrik dari batubara, gas, dan energi terbarukan terus dikembangkan, belum akan mampu menyelesaikan masalah ketersediaan listrik di Indonesia.
“Sebaiknya pemerintah membuka peluang pengembangan tenaga listrik dalam kebijakan energi nasional. Tak boleh nuklir dianggap tabu. Saya yakin, walaupun proyek 35.000 megawatt selesai, hal itu tak berarti masalah kelistrikan di Indonesia tuntas. Tetap butuh tenaga nuklir untuk listrik,” tutur Kurtubi.
Anggota Komisi VII dari Partai Golkar, Satya Widya Yudha, menambahkan, pertimbangan penggunaan tenaga nuklir untuk pembangkit listrik tak semata-mata menyangkut aspek teknologi dan keselamatan. Namun, dalam konteks kawasan di ASEAN, nuklir juga sudah jadi isu keamanan. Indonesia tak bisa tinggal diam apabila negara lain di ASEAN justru lebih dahulu mengembangkan nuklir.
Menanggapi masukan Komisi VII tersebut, Sudirman mengatakan, pihaknya tetap membuka diskusi mengenai pemanfaatan tenaga nuklir untuk listrik. Namun, ia mengakui, masih ada perbedaan pendapat dalam Dewan Energi Nasional (DEN) tentang perlu-tidaknya tenaga nuklir untuk pembangkit listrik.
“Silakan saja apabila Komisi VII mengundang DEN untuk duduk bersama membahas masalah ini, termasuk kesimpulan yang akan dibuat,” ujarnya.
Sudirman menambahkan, teknologi nuklir saat ini terus berkembang sampai ke generasi keempat yang disebut-sebut aman dan terbilang canggih. Hanya saja, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional, penggunaan energi nuklir untuk listrik merupakan pilihan terakhir.
Sebelumnya, dua anggota DEN, Rinaldy Dalimi dan Syamsir Abduh, menjelaskan, energi nuklir diposisikan sebagai pilihan terakhir dalam kebijakan energi di Indonesia (Kompas, 11/1). Pertimbangannya, pemanfaatan nuklir butuh standar keamanan kerja dan keselamatan yang tinggi. Selain itu, ada potensi bahaya radiasi nuklir bagi lingkungan.
Pengamat ketenagalistrikan Fabby Tumiwa berpendapat, investasi nuklir mahal dan konstruksinya memerlukan waktu sekitar 11 tahun. Pembangunan pembangkit nuklir 1.200 megawatt butuh investasi 14 miliar dollar AS. Sementara proyek 35.000 MW dari batubara, gas, dan energi terbarukan memerlukan 73 miliar dollar AS. (APO)
Kompas 04022016 Hal. 17

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Recent Posts

Leave a Comment