Masyarakat Ekonomi Asean: BUMN Perlu Investasi Jangka Panjang

JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Badan Usaha Milik Negara menekankan agar BUMN-BUMN melakukan investasi jangka panjang untuk dapat menjadi penggerak ekonomi. BUMN-BUMN diharapkan tidak hanya mencari keuntungan meskipun keuntungan tetap penting untuk memberikan pajak dan dividen kepada negara.
Hal itu disampaikan Menteri BUMN Rini Soemarno dalam seminar bertema “Sinergi BUMN Menjawab Tantangan dan Peluang MEA” yang diselenggarakan Center of Reform on Economic (Core) Indonesia, di Jakarta, Senin (1/2).
Selain Rini Soemarno, hadir sebagai narasumber Direktur Eksekutif Core Indonesia Hendri Saparini, Ketua Komite Korporasi Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) Jos Luhukay, serta pengamat ekonomi dan keuangan Yanuar Rizky.
“Kementerian BUMN menekankan investasi jangka panjang, tidak hanya menguntungkan (profitable). Profit harus, tetapi harus diseimbangkan dengan investasi jangka panjang,” kata Rini. Sebagai penggerak ekonomi, BUMN juga perlu melakukan investasi yang agak sulit dilakukan sektor swasta.
Menurut Rini, sinergi antar-BUMN sangat penting untuk melakukan investasi-investasi yang terintegrasi. “Perusahaan aluminium Tiongkok mengatakan, eksportir terbesar itu Indonesia,” katanya. Indonesia juga memiliki cadangan bauksit terbesar ketujuh di dunia.
Untuk itu, BUMN-BUMN perlu bersinergi melakukan hilirisasi. Sebagai contoh, di kawasan industri Kuala Tanjung, Sumatera Utara, akan dibangun industri aluminium terintegrasi oleh PT Inalum dan Pelindo I.
Dari data Kementerian BUMN, total nilai proyek BUMN (jangka waktu 1-3 tahun) per akhir 2015 mencapai Rp 795,9 triliun. Realisasinya sampai akhir tahun sebesar Rp 248,5 triliun.
Hendri Saparini mempertanyakan seberapa besar nilai tambah yang dapat diperoleh saat volume perdagangan meningkat dengan pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Untuk memperbesar nilai tambah, integrasi produksi dan basis produksi menjadi penting.
Jos Luhukay mengatakan, BUMN di Malaysia dan Singapura mampu menjadi besar antara lain karena adanya pemisahan antara pengelolaan sektor publik dan pengelolaan korporasi. Jadi, tidak ada tumpang tindih kepentingan. “Tidak bisa perusahaan dikendalikan partai politik,” katanya. (FER)
Kompas 02022016 Hal. 20

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Leave a Comment