3,2 Juta Ha Kebun Sawit Rakyat Siap Terapkan ISPO

JAKARTA – Petani kelapa sawit swadaya tidak keberatan dengan penerapan kebijakan mandatori sertifikasi minyak sawit lestari (Indonesian Sustainable Palm Oil System/ISPO). Hanya saja, biaya sertifikasi tersebut harus ditanggung oleh pemerintah melaui APBN atau APBD. Saat ini, luas kebun sawit petani swadaya mencapai 3,2 juta hektare (ha) atau 32% dari total luas perkebunan sawit nasional, dengan jumlah petani sebanyak 2,2 juta kepala keluarga (KK).
Sekjen DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Asmar Arsjad mengungkapkan, pihaknya sangat mendukung penerapan ISPO bukan hanya bagi perkebunan ne­ gara dan swasta, namun juga petani. Penerapan ISPO bisa berperan dalam menangkal kampanye negatif ter­ hadap sawit di pasar internasional. “Bagaimanapun produksi tandan buah segar (TBS) petani akan dijual kepada perusahaan dan nantinya diekspor, sehingga sertifikasi ISPO kami sa­ ngat mendukung. Bagi petani plasma tentu ini hal yang mudah karena bisa dibantu oleh perusahaan inti, tapi bagi kami para petani swadaya itu tidakmu­ dah, terutama terkait biaya, kami ingin biaya ini ditanggung pemerintah,” kata dia kepada Investor Daily di Jakarta, Rabu (8/10).
Asmar mengungkapkan, hingga saat ini payung hukum berupa pera­ turan menteri pertanian (Permentan) sebagai dasar penerapan mandatori ISPO bagi kebun sawit milik petani atau rakyat belum keluar. Namun demikian, Apkasindo sudah beberapa kali memberikan masukan dan saat ini pun Apkasindo ikut melakukan sosialisasi ISPO bagi kebun sawit rakyat di 12 provinsi di Indonesia dengan difasilitasi oleh Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki). “Permentan sudah disiapkan, tapi sepertinya belum ditandatangani menteri pertanian, kami sendiri su­ dah ikut melakukan sosialisasi di 12 provinsi. Penerapan mandatori ISPO bagi kebun sawit rakyat baru akan efektif tahun depan,” ungkap dia.
Menurut Asmar, selain persoalan biaya sertifikasi yang tidak mungkin ditanggung petani swadaya, kriteria penerapan ser tifikat ISPO untuk kebun sawit rakyat hendaknya lebih diperlonggar. Dalam kriteria yang sempat disampaikan Ditjen Perkebun­ an Kementerian Pertanian (Kemen­ tan), untuk mendapatkan sertifikasi ISPOmaka kebun petani tidak berada 100 meter dari pinggir sungai, TBS harus dijual 28 jam setelah dipanen, di sisi lain lahan kebun sawit rakyat tersebut harus legal atau memiliki sertifikat. “Kalau kriteriannya seperti itu, kami agak sulit. Untuk legalitas ke­ bun misalnya, umumnya kami hanya memiliki hak guna bangunan (HGB) bukan sertifikat, biaya untukmembuat sertifikat sangat mahal, bahkan ada beberapa kebun yang tidak memiliki surat tanda budidaya (STBD) dari bupati,” kata dia.
Asmar mengungkapkan, pemerin­ tah menargetkan seluruh kebun sawit rakyat sudah bisa mengantongi sertifi­ kat ISPO dalam lima tahun ke depan, hal itu bisa saja dilakukan namun harus dijalankan secara pelan-pelan. Selain karena masih kompleknya persoalan yang dihadapi para petani sawit, terutama dalam hal legalitas, pemerintah pun harus lebih dulu men­ ganggarkan dana untuk membantu petani dalam melakukan sertifikasi tersebut. “Kementan telah bekerja sama dengan UNDP untuk menerap­ kan mandatori ISPO bagi kebun sawit rakyat dalam lima tahun ke depan, tadi dana dalamkerja sama itu hanya untuk sosialisasi,” kata dia.
Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Per tanian Kementan Yusni Emilia Harahap sebelumnya me­ ngatakan, mandatori ISPO ke depan tidak hanya milik pengusaha sawit, namun juga petani sawit. Dalam lima tahun ke depan, seluruh petani sawit harus sudah mengantongi sertifikat minyak sawit lestari tersebut, upaya itu akan dilakukan bertahap. Tahap awal, ISPO akan diwajibkan kepada petani plasma yangmerupakan binaan dari perusahaan perkebunan kelapa sawit dan terakhir petani swadaya atau mandiri. “Petani sawit juga harus me­ miliki sertifikat ISPO karena saat ini produksi sawit nasional justru berasal dari petani,” kata dia.
Masuk Prioritas
Sementara itu, Menteri Pertanian Suswono mengungkapkan, Kemen­ tan dan bekerja sama dengan Badan Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations Development Programme/UNDP) men­ canangkan platform nasional untuk perkebunan kelapa sawit berkelanju­ tan (sustainable palm oil initiative/ SPOI). Platform itu dibuat untuk mendukung petani kelapa sawit ber­ penghasilan rendah agar dapat me­ ningkatkan produksi dan pengelolaan lingkungan. UNDP menyiapkan dana US$ 15,5 juta untuk mengimplementa­ sikan program itu.
Menteri Pertanian Suswono meng­ ungkapkan, kerja sama implementasi platformnasional SPOI antara Kemen­ tan dan UNDP akan berlangsung lima tahun ke depan dengan tiga provinsi sebagai pilot project, yakni Riau, Su­ matera Selatan, dan Kalimantan Barat. “Biaya dari UNDP sebanyak US$ 15,5 juta dan US$ 500 ribu dari Pemerintah Indonesia melalui APBN. Platform nasional SPOI itu diarahkan kepada petani sawit,” kata dia.
Suswono mengungkapkan, pada dasarnyaplatformnasional SPOI berisi lima strategi. Pertama, memperkuat pelaksanaan sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO) bagi perkebunan rakyat terutama dalam melaksanakan praktik pertanian yang baik (good agricultural practices/GAP) dan pelestarian lingkungan. Kedua, memperkuat ISPO untuk mendukung pelestarian hutan, meningkatkan konservasi keanekaragaman hayati dan mitigasi, serta mengurangi emisi gas rumah kaca. Ketiga, memfasilitasi dalam memediasi permasalahan dan perselisihan dan pemberdayaannya.
Lalu keempat, memperkuat sistem dan standar ISPO sehingga dapat diakui dan mendapat dukungan serta diterima oleh masyarakat yang lebih luas. Kelima, mewujudkan platform nasional dan provinsi dalam memasti­ kan transparansi danmempromosikan kelapa sawit berkelanjutan. “Koordi­ nasi yang kuat antarinstasi/lembaga terkait dalam kegiatan ini menjadi sangat penting untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan,” kata Suswono.
Investor Daily, Kamis 9 Oktober 2014, Hal. 7

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Comments are closed.