BI Memperkuat Manajemen Risiko Utang Swasta

JAKARTA – Direktur Eksekutif Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI) Juda Agung mengatakan, BI tidak membatasi jumlah utang luar negeri swasta di Indonesia.
Menurut dia, hal utama yang dilakukan BI adalah memperkuat manajemen risiko atau pengelolaan utang luar negeri. Hal tersebut untuk menghindari risiko yang bisa terjadi pada utang luar negeri swasta seperti currency mismatchdan risiko likuiditas.
“BI tidak membatasi jumlah utang, tetapi BI terus memperkuat manajemen risiko,” ujar dia ketika ditemui di Gedung BI, Jakarta, belum lama ini.
Menurut Juda, semua risiko pada utang luar negeri swasta bisa diatasi apabila swasta dan BUMN terus melakukan koordinasi de­ ngan BI dalammemperkuat manajemen risiko.
“Jika perusahaan sudahmelakukanmanajemen risikomaka utang luar negeri swasta akan aman,” katanya.
Menurut dia, tahun depan ada banyak tantangan yang akan dihadapi Indonesia. Tantangan utama adalah kenaikan suku bunga The Fed. Dampak negatif dari kebijakan tersebut, kata dia, menyebabkan rupiah berpotensi melemah.
Pelemahan rupiah akan membuat pembiayaan utang luar ne­ geri swasta semakin membengkak. “Manajemen risiko adalah cara paling aman untuk menjaga utang,” ujarnya.
Berdasarkan Data BI posisi utang luar negeri (ULN) hingga Juli 2014 mencapai US$290,56 miliar, tumbuh 10% dari periode yang sama tahun sebelumnya.
Pada Juli 2014, komposisi ULN yakni pemerintah dan bank sentral mencapai US$134,15 miliar, se­dang­kan swasta yang terdiri industri perbankan mencapai US$ 29,16 miliar dan industri bukan bank mencapai US$ 127,24 miliar.
Sementara itu, Pengamat Ekonomi BII Junimanmengatakan .perusahaan swasta bolehmelakukan utang untuk meningkatkan perfoma perusahaan tetapi utangnya harus bisa dikontrol.
“Jangan sampai utang membe­ ratkan perusahaan,” ujar dia. Juniman mengatakan pemerintah juga tidak dilarang melakukan utang karena utang merupakan salah satu opsi untuk meningkatkan pembiayaan.
Dari sisi pemerintah, lanjut dia, utang bisa menjadi opsi terakhir. Sedangkan opsi utama adalah meningkatkan penerimaan negara dari pajak.
Transaksi Hedging
Juda Agung mengatakan, transaksi hedging atau lindung nilai sudah ada di dalam Peraturan Menteri BUMN yang diterbitkan pada awal tahun. Untuk itu, BUMN tidak perlu kuatir dalam melaksanakannya.
Menurut dia, rapat koordinasi yang dilakukan BI, Kementerian Keuangan, danBPKbelum lama ini berhasil merumuskanSOPataupedomanmengenai transaksi hedging.
Adanya perumusan SOP hedging, lanjut dia, membuat BUMN dengan mudah melakukan tran­ saksi. SOP, kata dia, menyepa­kati kerugiaan perusahaan bukan kerugian negara.
“Selama ini banyak perusahaan BUMN yang ragu ragu dalam melakukanhedgingkarena perusahaan BUMN takut jika kerugiaan perusahaan akan menjadi kerugian negara,” ujarnya.
Lebih lanjut Juda mengatakan, transaksi hedging sangat penting dilakukan untuk membantu perusahaan BUMN agar tetap stabil jika rupiah bergejolak.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Tir ta Segara mengatakan rapat koordinasi yang dilakukan di gedung BPK beberapa minggu lalu bertujuan untuk merumuskan SOP untuk transaksi hedging.
Menurut dia BI dan beberapa stakeholder lain seperti Kementerian Keuangan memberikan kebebasan dan waktu kepada perusahaan BUMN untuk mempelajari SOP.
“Jika perusahaan BUMN sudah memahami isi SOP maka perusahaan BUMN dengan mudah bisa melakukan transaksi hedgingatau lindung nilai. Perusahaan BUMN harus memahami dulu bagian dari SOPhedging,” ujarnya.
Investor Daily, Senin 29 September 2014, hal. 20

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Comments are closed.