Disahkan Pekan Ini, RUU Perkebunan Jamin Dunia Usaha

JAKARTA – Kementerian Pertanian (Kementan) menjamin kehadiran amendemen UU No 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan mampu memberikan kepastian usaha bagi investor di Tanah Air. Selain tidak berlaku surut, amendemen UU Perkebunan juga tidak menyebutkan persentase pembatasan kepemilikan saham asing di perusahaan perkebunan dan akan mengaturnya secara khusus dalam peraturan pemerintah (PP). Amendemen UU itu sedianya disahkan menjadi UU baru dalam rapat paripurna DPR ke-10 pada Senin (29/9).
Menteri Pertanian Suswono me­ ngatakan, RancanganUndang-Undang (RUU) Perkebunan untuk menggan­ tikan UU No 18 Tahun 2014 relatif cukup komprehensif. Spirit dari amen­ demen UU Perkebunan adalah untuk mengarusutamakan kepentingan nasional, namun demikian bagi yang sudah berinvetasi tetap perlu diberi­ kan wadah agar ada kepastian usaha. “Spiritnya, usaha perkebunan harus mengutamakan kepentingan nasional, tapi bagi yang sudah berinvestasi tetap diberikan kepastian usaha,” ungkap dia di Jakarta, pekan lalu.
Suswono mengungkapkan, sebel­ umnya pembahasan RUUPerkebunan sempat diwarnai penolakan karena dikhawatirkan bisa menimbulkan ketidakpastian usaha. Namuns etelah melalui satu kompromi antara pemer­ intah dan DPR, RUU Perkebunan dipastikan tidak berlaku surut dan persoalan krusial tentang pembatasan kepemilikan asing maksimal 30% akan ditindaklanjuti dalam PP yang pemba­ hasannya diserahkan pada pemerintah mendatang. “Setelah disahkan besok (29/9), bisa segera dirumuskan PP atau aturan turunnya,” kata dia.
Menurut Suswono, RUU Perkebu­ nan akanmemuat klausul pembatasan namun hanya bersifat afirmatif legis­ lasi, kuantitas atau angka diatur dalam PP. Ini sama halnya dengan UU ten­ tang Investasi yang tidak membatasi secara kuantitatif tetapi diserahkan atau diatur lebih dalam melalui PP. “Ini diputuskan karena setiap ko­ moditas perkebunan memiliki skala usaha maupun kondisi wilayah yang berbeda-beda, sehingga pembatasan tidak bisa langsung disamaratakan dalam UU. Kami kira ini kompromi yang baik,” ungkap dia.
Suswono menuturkan, nantinya akan ada sejumlah PP yang mengatur jenis usaha tanaman atau komoditas perkebunan termasuk skala usaha dan wilayah usahanya dan di dalamnya akan disebutkan persentase pem­ batasan untuk kepemilikan saham asing di perusahaan perkebunan yang lahir setelah UU Perkebunan baru terbit. “Ini akan diserahkan ke pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla karena waktu pemerintahan saat ini sangat terbatas, sementara PP itu perlu kajian yang mendalam dan tentunya sangat teknis,” ungkap dia.
Suswono menjelaskan, PP turunan dari UU Perkebunan yang baru hen­ daknya juga bisa memuat tentang pemberian insentif bagi pelaku usaha yang mau berinvestasi di daerah yang minim infrastruktur. Ini penting ka­ rena usaha perkebunan tersebut bisa menciptakan lapangan pekerjaan se­ hingga mampu mengurangi kemiski­ nan. “Soal insentif sebenarnya sudah ada di UU tentang PenanamanModal, karena itu UU Perkebunan yang baru akan terintergrasi dengan UU tersebut. Juga harus ada klasifikasi wilayah terkait potensi perkebunan agar investasi tidakmenumpuk di dae­ rah tertentu karena infrastrukturnya sudah cukup. Itu tentu membuat daerah-daerah lain jadi tidak berkem­bang,” jelas Suswono.
Dinikmati Pemodal Besar
Anggota Komisi IV DPR dari Fraksi PAN Sukiman mengatakan, aset ne­ gara berupa lahan perkebunan yang bernilai sangat tinggi dan strategis ternyata banyak dikuasai perusahaan besar, bahkan perusahaan itu bersta­ tus penanaman modal asing (PMA). Artinya, sangat sedikit masyarakat yang dapat menikmati keuntun­ gan yang berlimpah dari subsektor perkebunan. Ini karena kebijakan pengembangan subsektor perkebu­ nan selama ini lebih banyak dinikmati para pemilikmodal besar, baik pemilik modal dalam negeri maupun asing. “Untuk itu, melalui RUU Perkebunan diharapkan bisa memberikan dampak pemerataan terhadap kepemilikan usaha perkebunan kepada masyarakat luas terutama pekebun,” kata dia.
Ia mengatakan, fakta di lapangan menunjukkan bahwa pola hubungan kerja di dalam perusahaan perke­ bunan ternyata masih banyak yang menggunakan pola buruh dan maji­ kan. Itu dapat dilihat ada ketidakadil­ an dalam pemberian upah kepada para buruh pekerja dan perkebunan. Karena itulah diperlukan adanya pengaturan tentang kepemilikan asing untuk usaha perkebunan, sehingga kepemilikan asing porsinya harus se­ makin mengecil. “Ini agar masyarakat dan negara lebih banyak terlibat dalam usaha perkebunan,” ujar dia.
Dalamperkembangannya, Sukiman mengaku ternyata tidak mungkin langsung membatasi kepemilikan modal asing hingga maksimal 30%. Karena itu, Fraksi PAN akan terus mengawasi sampai sejauh mana PP sebagai turunan UUPerkebunan yang baru dalam membatasi kepemilikan modal asing di subsektor perkebunan. “Karena itu, Fraksi PAN pun mengu­ sulkan perusahaan perkebunan yang memiliki izin usaha perkebunan atau izin usaha perkebunan untuk budi­ daya, wajib membangun kebun untuk masyarakat sekitar paling rendah seluas 30% dari total luas areal kebun yang diusahakan oleh perusahaan,” ungkap dia.
Investor Daily, Senin 29 September 2014, hal. 7

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Comments are closed.