JAKARTA – Pelaku industri asuransi menginginkan agar batasan kepemilikan asing di Indonesia diatur sama dengan yang berlaku di negara-negara Asia lainnya. Pasalnya, saat ini, batasan kepemilikan asing di industri asuransi Indonesia paling longgar di Asia.
“Sesuai Undang-Undang No 2/1992, batasan kepemilikan asing di Indonesia diatur maksimum 80%. Itu merupakan yang paling tinggi di Asia,” jelas Ketua Umum Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) Adi Pramana di Jakarta, Kamis (24/9).
Ia mengungkapkan, di negara Asia lain, batasan kepemilikan asing ada yang 70%, 60%, atau lebih kecil. Menurut dia, apabila batas maksimum kepemilikan asing di Indonesia tidak disamakan dengan negara Asia lainnya, itu akan merugikan pada saat diberlakukan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).
“Kami sudah mengusulkan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Dewan Asuransi Indonesia (DAI), kalau batasan kepemilikan asing yang nantinya diatur dalam peraturan OJK disamakan dengan negara Asia lain,” terang dia.
Sebelumnya, Rapat Panita Kerja (Panja) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sudah memutuskan rumusan akhir Rancangan Undang-Undang (RUU) Perasuransian. Namun, terkait batasan kuantitatif kepemilikan asing di perusahaan asuransi Indonesia belum kunjung ditentukan.
Sekretaris Panja RUU Perasuransian Ahmad Fauzi menjelaskan, dalam penjelasan pasal 7 tentang bentuk badan hukum dan kepemilikan perasuransian, kepemilikan asing dibatasi secara kualitatif dan kuantitatif. Secara kualitatif, pihak asing yang bisa memiliki usaha perasuransian adalah perusahaan asing yang memiliki jenis usaha perasuransian atau perusahaan induk yang salah satu anak perusahaannya bergerak dalam bidang usaha perasuransian.
“Persyaratan badan hukum harusmemiliki usaha perasuransian yang sejenis dimaksudkan agar mitra asing yang akan menjadi pemilik di perusahaan asuransi Indonesia tersebut merupakan perusahaan yang benar-benar berpengalaman di bidangnya sehingga bisa mentransfer modal dan pengetahuan serta teknologi kepada pihak Indonesia,” jelas dia.
Sementara itu, mengenai pembatasan secara kuantitatif di dalam peraturan penjelasan tidak disebutkan secara spesifik mengenai persentase maksimum. Di dalam peraturan tersebut, jelas Ahmad, pembatasan kuantitatif membutuhkan fleksibilitas agar bisa sesuai dengan dinamika kebutuhan dan ketersediaan dana dalamnegeri. Batas kepemilikan itupun harus dikonsultasikan dengan DPR dan OJK.
Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank OJK Firdaus Djaelani meng ungkapkan, DPR memang menghendaki porsi kepemilikan dalam negeri ditambah. “Mungkin (maksimal asing) tidak lagi 80%,” jelas dia.
Namun, peraturan tersebut hanya berlaku untuk perusahaan asuransi baru. Sementara untuk perusahaan asuransi yang sudah ada, menurut Firdaus, harus diberi waktu terlebih dahulu. Malahan untuk perusahaan yang sudah berdiri ini, Firdaus lebih cenderung untuk mendorong agar menjadi perusahaan terbuka. “Tujuannya biar lebih banyak masyarakat menjadi pemegang saham perusahaan asuransi,” tegas dia.
Inti dari batasan kepemilikan ini adalah investor asing yang ingin menjadi pemilik perusahaan asuransi di Indonesia tidak bisa secara individu, namun harus patungan. Kendatipun mereka memperoleh saham perusahaan asuransi itu dari pasar modal, OJK tidak mempermasalahkan.
Sampai saat ini, OJK juga belum memiliki angka yang tepat mengenai batasan maksimum kepemilikan asing di industri perasuransian Indonesia. Namun hal yang pasti, menurut Firdaus, adalah investor asing itu tidak harus memiliki sebesar 80% saham. “Hal yang terjadi baru-baru ini juga tidak lebih dari 80%. Di Asuransi Sinarmas, Panin Life, BNI Life, rata-rata kepemilikan asing tidak lebih dari 40%,” ungkap dia.
Susah Cari Investor
Terkait ketentuan pembatasan kepemilikan asing tersebut, Chief Distribution OfficerPT Sun Life Financial Indonesia (Sun Life) Elin Waty menuturkan, perseroan akan mematuhi. Ia berharap, Pemerintahmemberikan jangka waktu lima tahun untuk per usahaan asuransi yang sudah ada di Indonesia agar perlahan-lahanmengurangi saham kepemilikan asing.
“Hanya saja, tidak mudah mencari investor yangmaumembeli saham perusahaan asuransi besar dalam jumlah yang banyak. Permasalahannya bukan perusahaan tidak mau (mengurangi kepemilikan asing), tetapi mencari investor lokal yang bersedia membeli dalam jumlah besar,” jelas dia. (c01)
Investor Daily, Jumat 26 September 2014, hal. 22