JAKARTA – Sektor manufaktur Indonesia masih jauh tertinggal diban dingkan negara-negara lain di kawasan Asia. Padahal, sektor ini sangat krusial untuk dapat menyerap tenaga kerja di dalam negeri.
“Sejak tahun 1990-an, industri manufaktur Indonesia masih sangat berorientasi ke pasar domestik, bergantung sangat dalamke impor barang setengah jadi, serta ekspor komoditas pertanian dan sumber daya alam,” kata Senior Adviser Transformasi bidang Kajian Ekonomi Jonathan Pincus dalam diskusi bertema “Tantangan dan Peluang Ekonomi Global bagi Perekonomian Indonesia”, akhir pekan lalu.
Jonathan menyebutkan, sejak tahun 1995 hingga akhir 2013, sektor manufaktur Indonesia tidak pernah lagi berkembang atau hanya tumbuh 0%. Angka tersebut sangat berbeda dengan capaian sejumlah negara Asia, seperti India yang tumbuh 169%, Tiongkok sebesar 446%, dan Vietnam sebesar 1.397%. Bahkan, Bangladesh yang selama ini lebih lekat dengan citra sebagai negara miskin, memiliki per tumbuhan sektor manufaktur sebesar 202%.
“Indonesia tidak mampu menarik investasi besar di sektor industri komponen elektronik dan perakitan, dua dari subsektor manufaktur yang terus berkembang cepat. Rezim investasi Indonesia membingungkan dan kurang transparan,” ujar Jonathan.
Sebaliknya, kata dia, Indonesia justru menciptakan hambatan kepada investasi yang ingin masuk. Situasi tersebut berbeda dengan beberapa negara di kawasan seperti Malaysia, Taiwan, dan Filipina. (epa)
Investor Daily, Selasa 23 September 2014, hal. 8