JAKARTA – Bank Indonesia (BI) telah mengeluarkan empat peraturan Bank Indonesia (PBI) terkait transaksi valuta asing (valas) yang merupakan simplifikasi dan relaksasi dari aturan-aturan sebelumnya. Peraturan baru tersebut diharapkan dapat mendorong pendalaman pasar keuangan dan transaksi valas di Tanah Air yang saat ini baru mencapai US$ 5 miliar per hari, jauh tertinggal dibandingkan Malaysia, Thailand, dan Singapura.
Wakil Ketua Task Force Pendalaman Pasar Keuangan BI Nanang Hendarsah men jelaskan, keempat PBI meli puti transaksi valas terhadap r upiah antara bank dengan pihak domestik, transaksi valas terhadap rupiah antara bank dengan pihak asing, transaksi lindung nilai kepada bank, dan transaksi swap lindung nilai kepada BI. Menurut dia, dua PBI yang terkait transaksi nilai valas terhadap rupiah antara bank dengan pihak domestik dan bank dengan pihak asing merupakan simplifikasi dari enam PBI sebelumnya terkait transaksi valas, sedangkan satu PBI merupakan perbaikan dari satu PBI lama dan satu PBI merupakan peraturan baru.
“Ada dua hal yang menjadi konsen yang membuat volume transaksi kita selama ini lebih banyak ke spot karena dari be berapa kebijakan lalu yang diper lukan membuat fleksibilitas pelaku pasarhedging terkendala untuk mengurangi risiko. Ka rena itu, saat ini kami berusaha perbaiki agar lebih bersahabat dengan pasar,” ujar Nanang di Jakarta, Selasa (18/9).
Berdasarkan data BI, bank sentral telah menyesuaikan sejumlah peraturan transaksi devisa sejak krisis 1997/1998. Satu PBI dikeluarkan pada 2001, yakni terkait noninternasion alisasi rupiah dan pembatasan transaksi derivatif jual bank dengan asing. Tiga PBI dikelu arkan pada 2005, yakni terkait noninternasionalisasi rupiah dan pembatasan derivatif bank dengan asing, pelarangan marging trading, serta terkait NOP overall, NOP On B/S, dan NOP setiap saat.
Kemudian dua PBI dikeluar kan pada 2008 yakni terkait pem belian valas wajibundelying, serta terkait pelarangan netting dan pelarangan structure product. Sedangkan satu PBI dikeluarkan pada 2010 yakni terkait pencabut an posisi devisa neto (PDN) On B/S dan mengubat PDN setiap saat menjadi PDN 30 menit.
Nanang menjelaskan, pihak nya banyakmelakukan relaksasi dalam dua aturan baru terkait transaksi valas terhadap ru piah antara bank dengan pihak domestik dan asing. Relaksasi tersebut antara lain kemudahan dalam melakukannetting, yakni penyelesaian transaksi derivatif yakni forward, swap, dan option antara bank dengan nasabah dan antarbank dapat dilakukan se caranettinguntuk perpanjangan transaksi (roll over), percepatan penyelesaian transaksi (early termination), dan pengakhiran transaksi (unwind).
“Sebelumnya, nettingdilarang karena adamargin trading. Dulu ada kekawatiran muncul banyak kasus sehingga reputasi pasar keuangan akan runtuh, maka struktur produk dan margin tradingdengannettingdilarang. Padahal, tidak semua netting spekulatif, untuk itu kami atur,” terang dia.
Pasalnya, menurut Nanang, netting sebenarnya dapat men dorong efisiensi dan penurunan risiko transaksi valas jika diban dingkan transaksi harus dilaku kan dengan pergerakan dana secara penuh (full movement fund) seperti yang diharuskan dalam ketentuan sebelumnya. Selain itu, menurut dia, relaksasi pada transaksi derivatif juga di lakukan dalam ketentuan terkait underlying transaksi.
Menurut Nanang, melalui aturan tersebut, nasabah tidak perlu lagi menyediakanunderlying ketika ingin melakukan roll over, early termination, ataupun unwind sepanjang underlying yang digunakan nasabah pada awal transaksi forward atau derivatif lainnya masih berlaku ketika itu.
“Selama ini, nasabah dalam hal ini eksportir sering kesulitan untuk mendapatkan underlying ketika ingin melakukan rollover, early termination ataupun unwind karena underlying-nya memang harus menunjukkan kondisi misalnya dimana pemba yarannya tertunda atau lainnya,” ungkap dia.
Nanang pun menambahkan dalam PBI lama, pihaknya me wajibkan nasabah memenuhi underlying berdasarkan daftar yang dibuat oleh BI yang dinilai tidak sesuai dengan kebutuhan pasar. Untuk itu, menurut dia, dalam aturan baru ini, daftarunderlyingdibuat berdasarkan usu lan perbankan melalui IFEMC (Indonesia Foreign Exchange Market Committee) yang kemu dian diputuskan oleh BI.
Underlying
Direktur Depar temen Pe ngelolaan Moneter BI Elisabeth Sukowati menjelaskan, dalam PBI baru, pihaknya mewajibkan penggunaan underlying pada transaksi penjualan valas dengan nominal di atas US$ 1 juta oleh pihak asing maupun domestik kepada bank yang tidak diatur oleh BI pada aturan sebelum nya. Sementara itu, transaksi pembelian valas sebagaimana sudah diatur sebelumnya di haruskan menggunakan underlying untuk transaksi di atas US$ 100 ribu per bulan atau ekuivalen.
“Jadi, untuk transaksi di bawah US$ 1 juta untuk pen jualan dan US$ 100 ribu untuk pembelian tidak membutuhkan underlying kecuali jika dilaku kannetting,” terang dia.
Underlying transaksi valas sendiri, menurut dia, meliputi seluruh kegiatan perdagangan barang dan jasa di dalammaupun diluar negeri dan/atau investasi berupa foreign direct investment (FDI), investasi portofolio, pin jaman, modal, dan investasi lainnya di dalam dan luar neg eri.
Sedangkan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) untuk transaksi derivatif dan penemptanan dana pada bank berupa tabungan, deposito, dan negotiable certificate deposit (NCD) tidak dapat dipergunakan sebagai underlying transaksi. “Sedangkan untuk transaksi valas dengan rupiah antara bank kepada bank dan bank kepada BI, itu tidak perlu underlying karena ini terkait likuiditas,” jelas dia.
Dalam penerapan sanksi, menurut Sukowati, pengaturan akan disesuaikan dengan kondi si pasar valas domestik saat ini guna mendorong pendalaman pasar. Pihaknya pun, menurut dia, telah menyesuaikan sanksi kewajiban membayar sebesar 1% dari nilai nominal yang di langgar dengan saksi minimal sebesar Rp 10 juta dan maksimal sebesar Rp 1 miliar untuk setiap pelanggaran.
“Dulu itu sanksi maksimal Rp 27 miliar, sekarang Rp 1 miliar. Ini supaya mendorong agar sanksi tidakmembuat hambatan dalam upaya kami mendorong pendalaman pasar keuangan,” tambah dia.
Menurut dia, relaksiasi keten tuan transaksi valas ini diharap kan dapat mendorong efisiensi pasar, meningkatkan likuiditas pasar melalui peningkatan tran saksi derivatif, meningkatkan fleksibilitas transaksi, dan men dukung transaksi lindung nilai. Dengan demikian pasar valas domestik akan berkembang di iringi oleh peningkatan transaksi valas di dalam negeri.
Saat ini, rata-rata volume tran saksi valas harian di Indonesia hanya mencapai sekitar US$ 5 miliar, jauh lebih kecil diban dingkan Thailand yangmencapai sekitar US$ 12,7 miliar dan Ma laysia sekitar US$ 11 miliar. Ada pun transaksi valas di Indonesia masih didominasi oleh transaksi spot yang mencapai 67%, kemu dian transaksi swapsebesar 28%, transaksi forwardsebesar 4%, dan transaksi lainnya sebesar 1%.
Investor Daily, Jumat 19 September 2014, hal. 22