JAKARTA – Rancangan Undang-Undang (RUU) Perasuransian terus dibahas oleh empat instansi terkait, yaitu Kementerian Keuangan, Kementerian Hukum dan HAM, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Sampai saat ini, pembahasan tersebut sudah masuk tahap diskusi antara Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah.
“Diharapkan, pembahasan RUU Perasuransian bisa diselesaikan dalam periode kerja DPR tahun ini,” jelasDeputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non Bank OJK Ngalim Sawega di Jakarta, baru-baru ini.
Ngalim menjelaskan, pembahasan terakhir RUU Perasuransian tersebut dilakukan pada 19 Agustus 2014. DPR dan pemerintah sepakat untuk membagi daftar invetarisasi masalah (DIM) dalam tiga buku. Dari 426 DIM usulan pemerintah pada buku satu disepakati 297 DIM tetap di buku satu, dan 129 pindah ke buku dua. Buku dua berisi 268 DIM, dan buku tiga berisi 20 DIM. “Pembahasan buku satu sudah selesai disepakati, sementara buku dua baru dibahas sampai 188 DIM,” ujar Ngalim.
Hal-hal yang dibahas secara detail di antaranya adalah kepemilikan asing, peningkatan kapasitas asuransi dan reasuransi, penjaminan polis, perpajakan, peran menteri keuangan, dan sanksi pidana.
Mengenai kepemilikan asing, Ngalim menyebutkan, di dalam peraturannya, yaitu UU Nomor 2/1992 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 63/1999 memang tertulis dibatasi hingga 80%. Namun, Indonesia berkomitmen kepada World Trade Organization (WTO) agar kepemilikan saham asuransi asing di Indonesia tidak melebihi 50%.
Dengan dasar komitmen tersebut, menurut Ngalim, negara juga mendukung asuransi lokal untuk bisa berkembang. Kendati demikian, sampai saat ini, batasan kepemilikan asing yang nantinya akan dibahas dalam RUU Perasuransian belum sampai mengerucut pada nominal angka yang dibatasi. Saat ini, OJKdanDPRmasihmempertimbangkan kapasitas dalam negeri apabila batasan kepemilikan asing dikurangi.
“Jangan sampai kepemilikan asingnya sudah diturunkan, namun substitusi di dalam negeri belum ada, nanti berkurang skala ekonominya,” ujar dia.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Hendrisman Rahim mengungkapkan, regulasi kepemilikan asing harus mempertimbangkan regulasi yang berjalan selama ini dan dampak dari perubahannya. Di sisi lain, harus dipertimbangkan juga kepentingan lokal walaupun akan menjadikan keberpihakan terhadap industri lokal.
“Menanggapi kekhawatiran terhadap kurangnya kapasitas pemain lokal untuk memenuhi permintaan dalam negeri, sudah seharusnya industri asuransi lokal mempersiapkan diri untuk berkembang lebih baik dalam memenuhi pasar dalam negeri,” ujar Hendrisman yang juga direktur utama PT Asuransi Jiwasraya (Persero). (gtr)
Investor Daily, Jumat 5 September 2014, hal. 22