JAKARTA – Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) memperkirakan, ekspansi perkebunan kelapa sawit oleh perusahaan swasta di Tanah Air untuk tahun ini tidak lebih dari 100 ribu hektare (ha). Luas itu jauh lebih rendah ketimbang 10 tahun lalu yang masih dapat mencapai 400-500 ribu ha per tahun. Salah satu penyebab melorotnya ekspansi perkebunan swasta adalah ketidakpastian usaha yang membuat investor ragu memperluas lahannya.
Sekretaris DMSI Teguh Patriawan mengatakan, ekspansi kebun sawit tahun ini diramalkan sangat kecil, termasuk perkebunan swasta. Ada kecenderungan ekspansi kebun sawit swasta terus turun dari tahun ke ta hun. Itu akibat kebijakan pemerintah yang karut-marut, terutama dalam menetapkan lahan yang dapat digu nakan atau tidak untuk perkebunan sawit. “Salah satunya adalah rancan gan tata ruang wilayah (RTRW) yang belum selesai. Sebagian besar tata ruang provinsi di Indonesia belum selesai. Ini menimbulkan ketidakpas tian usaha,” ungkap Teguh Patriawan kepada Investor Daily di Jakarta, ba ru-baru ini.
Masalah lainnya, kata dia, adalah pengurusan izin yang sangat sulit, baik di tingkat pemerintah pusat mau pun daerah. Di pusat misalnya, untuk mengurus izin pelepasan lahan bisa memakan waktu hingga empat tahun. Sedangkan di daerah, perizinan um umnya lebih sulit di tingkat kabupaten karena sikap bupati yang cenderung tidak akomodatif. “Sulitnya ekspansi perkebunan sawit secara umum dan swasta khususnya juga tidak lepas dari sambutan masyarakat di sekitar perkebunan yang seringkali justru menghambat,” kata dia.
Menurut Teguh Patriawan, tahun ini, ekspansi kebun sawit nasional lebih banyak dilakukan di Pulau Kali mantan dan Papua. Masyarakat di Ka limantan saat ini mulai gencar dalam mengembangkan perkebunan kelapa sawit dibanding sebelumnya yang masih menunjukkan penolakan. Hal yang sama sebelumnya juga terjadi di Sumatera dan saat ini perkebunan sa wit telah berkembang pesat di wilayah tersebut. “Kondisi ini menunjukkan sawit sebenarnya merupakan komodi tas yang diminati karena nilai jualnya menjanjikan,” kata dia.
Dalam data yang diolah Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan), tahun ini diperkirakan ada perluasan atau ekspansi perkebu nan kelapa sawit di Tanah Air seluas 200.068 ha, sehingga total kebun sa wit nasional menjadi 10.210.892 ha. Perluasan lahan tersebut terdiri atas 127.325 ha oleh perkebunan sawit rak yat, seluas 3.448 ha oleh perkebunan milik pemerintah (BUMN), dan se luas 69.292 ha oleh perkebunan sawit swasta. Dengan begitu, luas perke bunan sawit rakyat tahun ini men jadi 4.543.121 ha, perkebunan BUMN menjadi 690.312 ha, dan perkebunan swasta menjadi 4.977.456 ha.
Hambatan Regulasi
Ketua Bidang Hukum dan Advo kasi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Tungkot Sipayung pernahmengatakan, kehad iran regulasi moratorium perizinan perkebunan di atas hutan alam primer dan pembatasan luas perkebunan kelapa sawit juga telah menghambat ekspansi di sektor hulu sawit. Dua regulasi tersebut membuat laju per luasan areal perkebunan kelapa sawit di Tanah Air guna mendukung target produksi minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) nasional melambat ketimbang sebelum aturan tersebut diberlakukan.
Kebijakan moratorium perizinan perkebunan di atas hutan alamprimer tertuang dalam Inpres No 6 Tahun 2013 yang merupakan perpanjangan selama dua tahun (2013-2015) dari Inpres No 10 Tahun 2011 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut. Sedangkan pembatasan luas perke bunan sawit diatur dalam Permentan No 98/Permentan/OT.140/9/2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan. Dalam aturan itu, kepe milikan luas perkebunan sawit bagi perusahaan atau kelompok/grup perusahaan yang manajemen dan pemiliknya sama dibatasi maksimal 100 ribu hektare (ha).
Tungkot mengungkapkan, indus tri hulu kelapa sawit tengah diba yangi ketidakpastian hukum. Setelah pemerintah menghentikan untuk sementara (moratorium) perizinan perkebunan di atas hutan alam pri mer, kini pemerintah juga member lakukan pembatasan luas perkebunan sawit maksimal 100 ribu ha untuk perusahaan atau kelompok/grup per usahaan yang pemiliknya sama. “Dua kebijakan itu telah menghambat laju ekspansi kebun sawit di Tanah Air,” tegasnya.
Menurut Tungkot, kehadiran Per mentan No 98 Tahun 2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebun an yang menganulir kebijakan sebe lumnya dalam Permentan No 26/ Permentan/OT.140/2/2007 tentang hal sama, merupakan pukulan yang cukup menyakitkan bagi pengusaha kelapa sawit. “Saat ini moratorium izin perkebunan di atas hutan alam saja masih berlaku dan pengusaha nyaris tidak bisa ekspansi. Sekarang ini ada pembatasan luas perkebunan maksimal 100 ribu ha. Ini sebuah preseden buruk buat industri hulu sawit, industri hulu makin penuh ketidakpastian hukum, iklim investasi jadi tidak kondusif lagi,” kata dia. (tl)
Investor Daily, Kamis 28 Agustus 2014, Hal. 6