JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menganjurkan kepada bank badan usaha milik negara (BUMN) maupun bank kategori bank umum kegiatan usaha (BUKU) IV untuk menyertakan modal mereka di bank pembangunan daerah (BPD). Penyertaan modal ini bertujuan agar BPD bisa lebih cepat berkembang dengan dukungan dari bank-bank tersebut.
Deputi Komisioner Pengawas Perbankan OJK Irwan Lubis mengatakan, dalam penyertaan modal ini, pemerintah daerah tetap akan menjadi pihak mayoritas. Sementara bank BUMN atau bank BUKU IV menjadi minoritas. “Jadi seperti mitra strategis,”ungkap Irwan di Jakarta, Selasa (26/8).
Kendati tidakmenjadi pemilik sahampengendali, namun bank-bank ini bisa memberikan dukungan kepada BPD. Bentuk dukungan yang bisa diberikan adalah dengan berbagi pengetahuan, pengalaman, teknologi dan sumber daya manusia (SDM). Selain itu, BPD bisa memanfaatkan jaringan bank-bank BUMN yang besar.
“Walaupun mereka minoritas mereka tetap bisa memberi pelajaran bagaimana menjadi bank profesional. Lalu mereka juga bisa mendapatkan pengalaman, jaringan, teknologi, dan SDM,” tandas dia.
Tujuan dari penyertaan modal ini, menurut Irwan, adalah agar BPD bisa bertumbuh lebih cepat di daerahnya sendiri. Ditambahkan pula, dengan cara itu diharapkan penyaluran kredit tidak hanya terfokus pada kredit konsumsi pegawai, namun juga untuk kredit produktif.
Irwan melanjutkan, bentuk anjuran ini baru bersifat kajian. Ke depan, dia berharap, kajian ini bisa didalami oleh bank lain di luar BUKU IV, seperti bank BUKU III. Irwan memaklumi kajian ini harus disesuaikan dengan strategi bisnis perseroan. Namun, dia berharap bank BUMN, bank BUKU IV, dan bank BUKU III bisa mendorong BPD supaya lebih profesional dan berkembang dengan layanan lebih luas.
Positif dan Negatif
Menanggapi hal ini, Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI) sekaligus Ketua Umum Himpunan Bankbank Negara Gatot M Suwondo mengungkapkan, konsep penyertaan modal ini ada sisi positif dan negatifnya. Sisi positifnya, menurut Gatot, adalah bisa menambah aset perseroan.
“Kalau kami bisa mengakuisisi bank yang beraset Rp 50 triliun dengan hanya menghabiskan Rp 2-3 triliun, kami masih sanggup,” ujar dia. Keuntungan lainnya, kata Gatot, adalah BNI bisa memanfaatkan jaringan yang dimiliki oleh BPD. “Misalnya di daerah BPD, cabang kami dikurangi lalu memakai punya dia,” jelas dia.
Sementara itu, sisi negatifnya, menurut Gatot adalah permasalahan operasional dan sumber daya manusia (SDM). Dia mengatakan, penempatan SDM dan tata kelola selama ini masih terbentur oleh keinginan dari pemerintah daerah. “Idenya bagus, namun untuk eksekusi, kami masih tunggu pemerintah baru maunya seperti apa,” terang dia.
Ketua Umum Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda) Eko Budiwiyono menjelaskan, pengelolaan bank yang baik harus membutuhkan modal yang cukup. Pemda sekaligus pemilik modal, menurut dia, harus menyadari hal tersebut dan lebih terbuka menerima masuknya pemodal lain. “Namun ada syaratnya, yakni pemilik lama tetap menjadi pemegang saham pengendali,” ujar dia.
Disamping itu, masuknya pemodal bar u bisa memberikan dukungan tenaga ahli kepada BPD. Dukungan ini bisa membuat pengelolaan BPD lebih baik dan transparan.
Selaku salah satu bank yang masuk BUKU IV, Presiden Direktur PT Bank Central Asia (BCA) Tbk Jahja Setiaatmadja mengatakan, sebaiknya bank persero saja yang menyertakan modal di BPD. Pasalnya jika bank swasta yang melakukan akan lebih susah.
Sementara itu, menurut KomiĀ saris Independen PT BankMutiara Tbk Eko B Supriyanto, dana yang dimiliki oleh BPD lumayan banyak, namun sayangnya hampir seluruhnya disalurkan dalambentuk kredit konsumsi ke pegawai negeri dan pensiunan. “Padahal seharusnya disalurkan untuk pembangunan daerah,” ucap dia.
Eko mengungkapkan, potensi dana ini tidak tereksploitasi dengan baik karena BPD tidak memiliki kapasitas SDMdan teknologi yang maju. Oleh karena itu, BPDmemerlukan bapak asuh. “BPD perlu ada bank BUMN biar tidak jadi kasir daerah,” ungkap dia.
Kendati anjuran ini bersifat positif, akan tetapi implementasi masuknya bank BUMN ini, menur ut Eko, masih terdapat banyak kendala. Kendala tersebut datang dari pemda sendiri dan juga hal lain.
Senada dengan Eko, ekonom Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas) Aviliani menjelaskan, dana yang ada di BPD lumayan namun belum terkelola dengan baik. Dengan adanya pendampingan, tata kelola akan menjadi lebih baik.
Namun, menurut Aviliani, bentuk pendampingan ini seharusnya dilakukan kepada BPD yang belum go public. Pasalnya, BPD yang sudah go public tata kelolanya sudah transparan. Sejauh ini, sudah ada dua BPD yang go public yaitu PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (BJB) dan PT Bank Jatim Tbk.
Dengan adanya penyertaanmodal ini, bank BUMN bisa mendapatkan dana Pemda yang selama ini tersimpan di BPD. Namun meĀ ngenai besarannya tergantung dari kebijakan masing-masing pemda.
Investor Daily, Rabu 27 Agustus 2014, hal. 21