Jakarta–Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan Rancangan Undang-Undang (RUU) Panas Bumi segera disahkan dalam rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat pada pekan depan. RUU ini merupakan revisi Undang-Undang No. 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi.
Direktur Panas Bumi Kementerian ESDM, Tisnaldi mengatakan RUU Panas Bumi itu sudah rampung disusun oleh pemerintah bersama DPR. Rencananya RUU tersebut disahkan pada Agustus ini.
“26 Agustus nanti ada paripurna di DPR. Kami harapkan tidak ada permasalahan lagi dan tinggal diketok (disahkan),” kata Tisnaldi di Jakarta, Kamis (21/08).
Tisnaldi menjelaskan revisi undang-undang diperlukan lantaran pengembangan panas bumi selama ini terganjal oleh perizinan. Pasalnya dalamUU 27/2003 disebutkan pengembangan panas bumi sebagai kegiatan pertambangan. Frasa pertambangan itu yang menyulitkan para pengembang mendapatkan izin dari Kementerian Kehutan lantaran 70% potensi panas bumi berada di hutan. Dari sebaran titik potensi sumber panas bumi terdapat 15 titik yang berada di kawasan hutan lindung. Potensi panas bumi di kawasan itu mencapai 6000 megawatt.
Dikatakannya dalam UU Panas Bumi yang baru nanti itu tidak ada lagi frasa pertambangan. Pengembangan panas bumi hanya disebutkan sebagai pemanfaatan potensi panas bumi. “Dengan disahkannya RUU ini, kami harapkan pengembangan panas bumi jadi masif,” jelasnya.
Selain itu, Tisnaldi mengungkapkan dalam UU itu akan memuat ketentuan mengenai pemberian bonus produksi bagi daerah penghasil panas bumi. Dia bilang bonus itu akan menjadi pendapatan asli daerah tapi modelnya berbeda dengan royalti. Pasalnya bonus diberikan setelah listrik sudah mengalir dan dibeli oleh PT PLN (per sero). “Bonus ini beda dengan royalti karena royalti itu diberikan setelah dipotong pajak. Bonus ini kan revenue atau sebelum dipotong pajak,” jelasnya.
Dia menjelaskan keterlibatan atau partispasi pemerintah daerah peng hasil dilakukan ketika pembangkit listrik tenaga panas bumi sudah berproduksi. Ketentuan ini guna menghindari kerugian negara apabila kegiatan eksplorasi tidak menghasilkan. Pasalnya dana APBD yang selama ini digunakan oleh Pemda dalam ikut dalam pengembangan panas bumi.
Kegiatan eksplorasi untuk satu sumur panas bumi membutuhkan biaya hingga Rp 3 triliun. Apabila keterlibatan pemda sebesar 10% maka dana yang harus disediakan sebesar Rp 300miliar. (rap)
Investor Daily, Jumat 22 Agustus 2014, hal. 9